Bintang - Lima Puluh Empat

456 34 0
                                    

Kara duduk berdampingan dengan Sila, keduanya saling berteriak menyemangati Bintang dan Aldi yang tengah sibuk latihan futsal.

"Meteor berdamage banget kalau lagi main futsal" ucap Kara menggigit kuku jari tangannya.

Latihan sudah selesai semuanya berjalan ke pinggir lapang untuk beristirahat.

Kara memberikan sebotol air mineral, Bintang meraih minuman itu dan langsung meminumnya. Dahinya bercucuran keringat. Kara yang melihat itu, dengan sigap mengelapnya menggunakan handuk kecil.

"Abis ini kita mampir dulu buat makan, mau gak?" Bintang mengangguk menyetujui.

Bintang dan Kara telah keluar dari tempat latihan, mereka berjalan kaki untuk mencari makanan yang akan mereka makan malam ini.

"Meteor aku mau nasi goreng" Kara menunjuk ke arah penjual nasi goreng di seberang jalan sana.

Ketika mereka akan menyebrang, Bintang seketika menghentikan langkahnya, tepat di tengah jalan sana jaraknya tidak terlalu jauh dengan mereka. Bintang melihat Yoga dengan jalan sempoyongan seperti orang mabuk.

Dia benar-benar mabuk, hampir setiap malam Sabtu atau Minggu ia pergi ke club malam, entah Yoga akan pergi kemana, karena sedari tadi dia hanya berjalan sempoyongan di tengah jalan. Sepertinya dia mabuk berat.

"Yoga! Awas!" Teriak Bintang berlari ke arah Yoga, setelah melihat ada sebuah mobil box yang berjalan cepat ke arahnya.

Mobil box itu berjalan tidak teratur, supir yang tengah mengendarainya sedang mengantuk.

Bintang dengan cepat berlari ke arah Yoga, namun sayang Bintang tidak sempat menyelamatkan Yoga, karena mobil box itu semakin mendekat dan tidak ada waktu lagi untuk menghindar. Sehingga keduanya tertabrak mobil tersebut.

"Bintang!" Kara berteriak histeris melihat Bintang ikut tertabrak.

Yoga tergeletak dipinggir jalan dengan luka di kepalanya dan tidak sadarkan diri. Sementara Bintang terlempar ke tengah jalan lengannya terluka akibat gesekan dari aspal dan dadanya yang terhantam mobil cukup kuat, beserta kepalanya yang sedikit terbentur aspal dan meninggalkan luka di dahinya.

Kara berlari menghampiri Bintang, dia sangat khawatir dengan keadaan Bintang, perasaannya sangat cemas.

"Bintang, kamu terluka" lirih Kara, meletakkan tangannya di tengkuk leher dan berusaha membantu Bintang bangun.

"Ra, Yoga mana?" Tanya Bintang dengan napas berat, dia sama sekali tidak memperdulikan keadaannya.

"Yoga pingsan"

Bintang bangkit dengan dibantu Kara, lalu berjalan menuju Yoga dengan langkah tertatih, sekuat tenaga ia menahan rasa sakit di tubuhnya.

"Yoga bangun" Bintang berusaha menyadarkan Yoga.

"Aku telpon ambulan" ucap Kara sambil mengeluarkan ponselnya.

"Yoga lo harus bertahan"

"Bintang, Yoga pasti selamat, luka dia gak terlalu parah" ucap Kara berusaha menenangkan, Bintang meremas dadanya yang terasa amat sakit.

"Justru kamu yang parah" memeluk tubuh Bintang yang semakin lemah.

"Nggak Ra, aku gagal nyelamatin Yoga, harusnya dia gak tertabrak" lirih Bintang dengan isak tangis.

"Kamu udah berusaha keras"

⭐⭐⭐⭐

"Alhamdulillah, kondisi lukanya tidak terlalu parah, tapi kamu harus dirawat karena kondisi tubuh kamu masih lemah" ucap seorang dokter setelah mengobati luka Bintang.

"Aku gak mau dirawat"

"Bintang, kamu harus dirawat aku gak mau kamu kenapa kenapa"

"Aku gak apa-apa, Ra" Bintang tetap tidak mau menurut.

"Dadanya mendapat hantaman yang cukup kuat, sehingga pernapasannya terganggu, jika pasien tidak mau dirawat tidak masalah, tapi setelah dua hari kondisinya harus di cek lagi" ucap dokter tersebut.

Bintang merasakan sesak pada dadanya, selain itu dia juga merasakan sakit dan pernapasannya terasa berat. Tapi, dia tidak memperdulikan kondisinya saat ini.

Dia hanya memikirkan Yoga, dia takut kondisi Yoga akan lebih buruk darinya, bukan hanya menghawatirkan Yoga tapi dia juga takut papanya akan marah, karena dia tidak berhasil menyelamatkan Yoga dari tabrakan.

Sementara, di dalam kamar Yoga, dokter masih memeriksa keadaannya, Yoga masih belum sadarkan diri dan mengalami kekurangan darah.

"Apakah di sini ada yang punya golongan darah AB?" tanya dokter tersebut.

"AB?" Tanya Dirga heran.

"Tapi, golongan darah kami A gak mungkin anak kami golongan darahnya berbeda" ucap Dirga tidak percaya begitu juga dengan Mira.

"Tapi, pasien ini memiliki golongan darah AB"

"Bapak tenang saja, di rumah sakit ini masih ada stok darah, dengan golongan darah AB" ucap dokter dan menyuruh perawatnya untuk mengambil darah AB itu.

Setelah melakukan transfusi darah dokter dan perawat itu pun pergi keluar kamar dan Mira yang ikut keluar untuk melakukan administrasi.

Tidak lama dari itu, Bintang dibantu dengan Kara yang menggandeng tangannya, berjalan menuju kamar Yoga, perlahan Bintang membuka pintu kamar dengan nomor 123 itu.

Baru saja ia membuka pintu, Dirga menghampirinya dan melayangkan satu pukulan mengenai wajahnya.

Tubuh Bintang terjatuh ke atas lantai, secara refleks Kara berteriak terkejut.

"Ini semua gara-gara kamu!" Teriak Dirga mendorong dengan kasar tubuh Bintang hingga dia kembali terduduk.

"Kamu memang anak pembawa sial!" Melayangkan beberapa pukulan.

"Om berhenti! Ini semua bukan salah Bintang" Kara berusaha menghentikan pukulan Dirga.

Bintang hanya terduduk lemas berusaha menahan sakit pukulan dari papanya.

"Kamu jangan ikut campur, ini urusan keluarga saya!" Tegas Dirga menjambak rambut Bintang dengan keras.

"Justru Bintang yang nyelamatin Yoga, dia rela ngorbanin nyawanya!" jawab Kara mencari pembelaan.

"Saya gak peduli" jawab Dirga melepaskan jambakannya dengan kasar.

"Maafin Bintang" lirih Bintang.

"Saya minta kamu pergi dari rumah saya, saya gak mau kamu menginjakkan kaki di rumah itu lagi!" Usir Dirga.

Perlahan Bintang bangkit dari duduknya, ia mengusap darah yang keluar dari hidungnya akibat pukulan yang dilayangkan Dirga "Aku akan pergi dari rumah papa" jawab Bintang, perasaannya semakin hancur, dia tidak menyangka hal ini akan terjadi.

"Bintang, kamu gak apa-apa, kan?" Tanya Mira yang baru saja masuk ke dalam kamar dengan diikuti dokter dibelakangnya.

"Kamu gak usah ngurusin anak itu lagi!" Seru Dirga menghembuskan napas kasar.

"Bintang, pamit ma" ucap Bintang menarik tangan Kara untuk mengajaknya pergi.

"Tunggu!" Cegat Dirga.

"Golongan darah kamu apa?"

"A" jawab Bintang menundukkan kepala.

"Kamu pergi sekarang!" Seru Dirga, Mira menatap sedih kepergian Bintang, kenapa Dirga bisa se-tega itu mengusir anak angkatnya.

Dirga menoleh ke arah lantai dekat pintu keluar, di sana terdapat beberapa helai rambut Bintang yang terlepas akibat jambakannya dan tetesan darah yang menetas dari hidung Bintang yang mimisan karena pukulannya yang cukup keras.

Dirga mengambil helaian rambut tersebut, dan disaat yang tepat dokter datang.

"Dok, saya mau melakukan tes DNA" ucap Dirga secara tiba-tiba.

Bintang (Meteor)|[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang