KETULUSAN JANGMI

54 8 2
                                    

"Maafkan aku Deiji" kata Hyunsik. Mereka duduk di sebuah taman dekat toserba yang sudah Deiji tutup.

"Kenapa kau minta maaf?" Tanya Deiji menyembunyikan perasaannya.

"Minggu lalu kau berjanji mentraktirku minum bir dan aku tak datang" Hyunsik meneguk sedikit minumannya.

"Janji?" Tentu saja Deiji berpura-pura. Hyunsik menatapnya.

"Kau lupa?" Tanya Hyunsik. Deiji pura-pura mengingatnya.

"Aaaaaah oppa!!" Ia memukul lengan Hyunsik dengan keras.

"Aduh!! Sakit!!" Hyunsik meringis kesal "kau kasar sekali"

"Mianhaaaaeeeeeeeee" rengek Deiji "aku benar-benar lupa karena terlalu senang bekerja" ia terbahak.

"Ah yang benar saja" Hyunsik mendelik tajam

"Kau datang menemuiku untuk menagihnya? Bisakah kau datang minggu depan saja? Aku sudah membayarkan gaji mingguanku pada rentenir" katanya mengeluh.

"Minggu depan aku sudah punya janji dengan Jangmi" kata Hyunsik tegas "dia memintaku menemaninya meniup lilin"

'Tentu saja Deiji, apa yang kau harapkan?' Deiji bisa saja menjerit dengan keras tapi ia punya harga diri.

"Tentu saja" kata Deiji pelan.

"Tak mau merayakan bersama?"

"Ah, tidak terima kasih. Kudengan Eomma punya kekasih. Aku tak sanggup melihatnya. Lagipula aku tak terbiasa merayakan ulang tahun. Sejak hidup terpisah dengan Eomma, aku lupa rasanya sup rumput laut" Deiji menerawang.

"Maafkan aku" Hyunsik merasa tak enak "apa harapanmu di usia baru?"

"Harapan?" Deiji menatap lekat wajah Hyunsik yang terkena paparan cahaya lampu temaram taman. Tetap terlihat tampan "aku harus mengumpulkan uang agar bisa membeli gitar baru dan bernyanyi kesana kemari"

"Oriza Satyva?"

"Darimana kau tau nama itu?"

"Seseorang di club memberitahuku. Itu nama panggungmu? Padi? Nasi?"

"Ah, itu ... karena aku pernah sangat menyukai nasi" Deiji tersenyum.

"Tidak ada makanan yang tak enak dimakan dengan nasi"
"Tidak ada makanan yang tak enak dimakan dengan nasi"
Hyunsik dan Deiji bicara bersamaan. Mereka tergelak.

"Eomma mengatakan itu?" Tanya Deiji, Hyunsik mengangguk.

Mereka diam cukup lama.

"Maafkan aku karena lupa harus mentraktirmu, oppa"

"Oooh" Hyunsik bangkit "lain kali kau harus mentraktirku soju" katanya. Deiji mengangguk pasti.

"Ayo berpisah disini" Deiji bangkit "terima kasih sudah menemaniku, oppa" Hyunsik menatapnya dalam. Ia tak tahan lagi. Hyunsik menarik lengan Deiji dan memeluknya dengan kuat. Ia diam saja tak mengatakan apapu. Deijipun sama. Ia diam saja. Tak bersuara, tak melawan, tak bertanya.

"Maafkan aku" kata Hyunsik pelan. Deiji melepaskan pelukan Hyunsik dan memunggunginya. Ia pergi meninggalkan lelaki itu tanpa sepatah katapun. Ia tak bertanya tak ingin bertanya karena tak siap dengan apapun jawaban yang harus ia dengar. Air matanya tumpah. Itu pertama kalinya ia merasa sesuatu yang bahkan tak pernah ia mulai, tiba-tiba berakhir.

Hyunsik memandang punggung Deiji perlahan menjauh dan hilang dari pandangan matanya.

"Kau tak berkata apa-apa. Bahkan tak bertanya"

Hyunsik menatap langit dan menghela nafas dalam.

Ia tau ia salah, tapi perasaannya pada Deiji hampir pasti. Ia menyukainya dan tak bisa berbuat apa-apa selain melepaskannya.

***

Hari itu sebelum pulang ke kota Jangmi mengatakan sesuatu yang membuat Hyunsik merasa harus meninggalkan perasaannya untuk Deiji.

"Oppa, aku mencintaimu"

Hyunsik mengusap kepala wanita itu dengan penuh kasih sayang

"Bahkan jika kau berbohong padaku selama ini, aku akan tetap mencintaimu"

Hyunsik tak tau pasti maksud dari ucapan Jangmi. Tapi ia terusik dan merasa berdosa. Jangmi mencintainya dengan tulus. Ia tak boleh menyia-nyiakan ketulusan itu hanya karena emosinya semata terhadap Deiji.

***

BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang