PERPISAHAN

61 8 7
                                    

"Ia sedang sangat ingin bersama appa dan memintaku bertukar. Aku tak pulang kerumah malam itu" kata Deiji.

Kepala Hyunsik serasa mau pecah. Ia terduduk lemas dan memejamkan mata.

"Apa yang sudah kulakukan sekarang. Bagaimana mungkin aku tak mengenalinya" kata Hyunsik. Ia benar-benar merasa kehilangan arah sekarang. Ia masuk ke dalam toserba membeli banyak bir dan membawanya pulang ke dorm tanpa mengatakan sepatah katapun pada Deiji.

***

"Ia mabuk" kata Ilhoon "meracau sejak siang"

Minhyuk, Peniel dan Eunkwang menatapnya miris.

"Jangmiaaaaaaaaaaaaah!!!" Teriak Hyunsik "mianhaeeeeeeee" ia menjerit keras dan mengganggu semua Hyung dan Adiknya.

***

Keesokan harinya Hyunsik bangun dengan kepala yang sangat berat. Setelah memuntahkan semua isi perutnya, ia merasa sangat lapar.

Ia bangkit dengan malas ke arah dapur dan menemukan sami disana membuntutinya.

"Kau juga lapar?" Katanya pelan mengelus kucing manis itu. Hyunsik membuka bungkusan snack milik sami dan memberinya beberapa. Sementara ia menyantap sebuah apel.

"Oppa" tiba-tiba ia melihat Jangmi di kepalanya. Memakai baju yang manis dan tersenyum cantik. Air mata Hyunsik menetes lagi. Ia merasa begitu bodoh karena melukai wanita yang begitu ia cintai.  Hyunsik menaruh apelnya dan bergegas mandi. Ia harus menemui Jangmi.

***

Hyunsik sudah ada di perbatasan saat ia mencoba kembali menghubungi Jangmi.

"Halo?" Jangmi mengangkatnya

"Aku kesana, sekarang" Hyunsik tak banyak bicara. Ia harus bicara pada Jangmi.

Ia sampai di rumah Jangmi dan Eomma menyambutnya. Tapi Jangmi sedang tidak ada dirumah. Eomma bilang belum lama ia pergi membawa sebuah gitar. Sepertinya tak jauh dari rumah.

"Hyunsikah" Eomma menahannya sebentar "apapun yang terjadi pada kalian, jangan menyakiti hatinya" kata Eomma.

Perkataan Eomma membuat Hyunsik serasa ditusuk pedang tajam. Jangmi tak menceritakannya pada Eomma. Itu membuat Hyunsik semakin gila karena ia sudah melukai dan menyakiti Jangmi.

Hyunsik bergegas. Menuju padang rumput dengan sebuah pohon besar tempat Jangmi biasa duduk membaca buku disana. Benar, ia melihatnya disana berdiri di depan sebuan perapian.

Hyunsik mendekatinya. Jangmi menoleh tanpa berbalik.

"Kau tau aku tak pernah diperbolehkan Eomma bermain gitar walau ingin. Sampai seseorang memberikannya padaku dan aku menyibukkan diri berlatih sepanjang waktu" kata Jangmi menatap nanar jilatan api yang semakin besar "aku tetap tak bisa" Hyunsik mendekatinya melihat gitar itu terbakar perlahan. Jangmi menyiramkan sedikit bensin. Apinya semakin besar.

"Gitar itu nenyakitiku. Tanganku rusak. Hatiku sakit. Eomma memperbolehkanku menekan tuts piano karena tak mau melihatku terluka karena gitar. Salahku tak pernah mendengarkannya. Aku berkeras dan ternyata memang menyakitkan, oppa"

Hyunsik memeluk wanita itu dari belakang dengan mata berkaca-kaca.

"Kau menyukainya, oppa?" Jangmi melepaskan pelukan Hyunsik dan berbalik menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ia membelai wajah Hyunsik dengan lembut. Air matanya berjatuhan.

"Jangmi .... mianhae"

"Bahkan permintaan maafmu tak mengurangi rasa sukamu padanya, kan?"

Hyunsik diam. Benar. Jangmi benar. Deiji masih ada disana. Di hatinya.

"Oppa ..." Jangmi memeluk Hyunsik dan menangis tersedu disana. Hyunsik terluka. Bagaimana mungkin ia bisa sepercaya diri itu menyakiti Jangmi yang tulus mencintainya. Air matanya jatuh. Ia hancur. Melihat Jangmi begini, ia hancur.

Dari kejauhan Deiji menatap adegan pilu itu dengan kedua matanya. Hatinya juga sakit. Rasa sukanya pada Hyunsik pada akhirnya hanya akan melukai semua orang.

Semalam Jangmi mengiriminya pesan untuk datang. Hari ini ia datang, ia akhirnya harus datang dan bicara pada Jangmi.

Deiji menghampiri mereka berdua. Ia harus menyelesaikannya.

"Kau ..." Hyunsik menatap Deiji dengan perasaan sama bersalahnya.

"Jangmi" kata Deiji. Jangmi melepaskan pelukannya dari tubuh Hyunsik dan ia tak sudi menatap Deiji. Deiji menatap nanar api yang melalap habis gitar pemberian Hyunsik untuknya. Ia bahkan belum melihat dan menyentuhnya. Tapi bukankah itu wajar?. Bukankah itu yang memang seharusnya Jangmi lakukan?.

"Aku datang kesini untuk berpamitan" Hyunsik menoleh ke arah Deiji "aku sudah terlalu banyak membuat masalah, dan memutuskan untuk pergi dari hidup kalian semua untuk sementara waktu. Maafkan aku karena menghancurkanmu. Kau tak bertanya apa aku menyukainya atau tidak?" Deiji diam cukup lama "aku menyukainya. Aku menyukaimu Hyunsik, itu kebodohanku. Maafkan aku. Untuk itu aku harus melakukan ini. Aku akan berhenti dan pergi dari hidupmu. Appa akan membawaku pindah dari kota ke kota lain yang jauh dari yang sebelumnya. Sekali lagi aku minta maaf. Kekagumanku padamu harus menyakiti Jangmi. Aku keterlaluan" Deiji mengakhiri ucapannya. Jangmi menatapnya. Ia menghampiri Deiji dan memeluknya. Deiji tertegun.

"Pergilah ... terima kasih karena selama ini mengalah untukku, Deiji" katanya. Air mata Deiji luruh juga. Ia memeluk Jangmi dengan erat.

"Maafkan aku ... maafkan aku Jangmi"

Kini Hyunsik semakin hancur. Ia penyebab dua wanita di hadapannya hancur. Jangmi melepaskan pelukannya.

"Hiduplah dengan baik bersama appa" katanya pelan. Deiji mengangguk. Hatinya sakit sekali. Jangmi menarik pelan lengan Hyunsik ke arah Deiji. Ia membuang muka.

"Ucapkan juga perpisahan padanya" kata Jangmi. Deiji menatap Hyunsik lekat-lekat. Ia tak tahan lagi. Ia memeluk Hyunsik dengan erat. Hyunsik melakukan hal yang sama.

"Maafkan aku Deiji. Ini semua salahku" Deiji menggeleng.

"Tidak, oppa. Ini salahku. Maafkan aku dan terima kasih karena sudah berbuag baik padaku" Deiji semakin terisak. Air mata Jangmi luruh lagi. Ia tak bisa menyaksikannya lebih lama.

Deiji melepaskan pelukan Hyunsik dan mengatur air matanya.

"Kau akan jadi seorang penulis lagu yang terkenal seperti keinginanmu, oppa" kata Deiji mengusap lembut wajah Hyunsik. "Hiduplah dengan baik" ia menyerahkan pik gitar bernama Oriza Satyva itu pada Hyunsik. Kemudian mundur dan berlari menghilang dari pandangan Hyunsik dan Jangmi.

Hyunsik beralih lagi pada Jangmi yang masih mematung menatap saudarinya hilang dari hadapannya.

"Jangmi ... saranghae ... maafkan aku" Hyunsik memeluknya lagi. Jangmi diam saja. Ia perlahan melepaskan Hyunsik dari pelukannya dan menatap Hyunsik dengan pandangan penuh cinta.

"Oppa ... kita sudahi saja" kata Jangmi. Hyunsik menggenggam lengan Jangmi dengan kuat dan menggeleng.

"Tidak!! Aku tidak mau. Aku bisa gila!!. Jangmi maafkan aku. Maafkan aku" Jangmi menatapnya perih.

"Oppa ...."

"Tidak!! Jangan mengatakan hal itu padaku"

"Oppa!!!!!" Hyunsik terdiam "aku tak bisa ... mari kita berpisah"

" ... tidak ..."

"Mari kita bertemu lagi, dihari yang lebih baik
Mari kita lebih bahagia, lebih tenang seperti lautan dan ombak. Ojenga" Jangmi mencium bibir Hyunsik dengan lembut dan memeluknya sekali lagi.

Api itu padam. Menyisakan abu gitar dengan bara yang masih panas. Hari itu berakhir. Itu hari terakhir Hyunsik melihat Deiji dan juga Jangmi. Ia menatap punggung kecil wanita yang ia cintai itu dengan pedih. Ia melukainya. Menyakitinya. Jangmi meninggalkannya disini. Ditempat yang menyisakan banyak kenangan manis. Semua berputar jelas di kepala Hyunsik. Pertemua mereka di museum dengan latar bungan bougenville yang berwarna ungu dan jingga, membonceng Jangmi dengan sepeda. Ciuman pertama mereka. Makanan kesukaan Jangmi. Lagu-lagu klasik yang selalu Jangmi mainkan untuknya.

Hyunsik hancur.

***

BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang