Twenty Five / Celengan Babi

716 39 6
                                    

Lama ga up Pak Gara, ada yang masih nungguin dengan sabar?

Emm... Tidak adakah yang ingin berkomentar?😂

Mami masih pantau para pembaca setia🤣

Thank u buat kalian semua para pembaca setia Pak Gara🤗

Big hug from Bapak Dosen🤗🥰❤️

Jangan lupa koreksi typo, okay?😚

Happy reading☘️☘️☘️

***
"Val! Ada yang belum selese? Biar gue yang ngerjain." Tawar Gea.

Keduanya masih berkutat di gazebo taman kampus. Sejak kejadian dimana Pak Gara meminjamkan kembali buku berharga itu, Valen dengan gigih memaksa Gea agar tugas mereka segera selesai.

Gea yang awalnya protes, kini tak lagi. Gadis itu membantu tanpa banyak mengeluh seperti kemarin. Gea tau, Valen merasa tak enak hati pada dosen mereka. Terlebih buku bersampul merah itu sangat membantu mereka dalam mengerjakan tugas.

"Udah selese kok, tinggal revisi aja." Kata Valen fokus pada laptopnya.

Jemari lentiknya bergerak lincah di atas keyboard. Menari-nari mengeksplor alphabet menjadi sebuah kalimat. Tatapan matanya fokus, tak memedulikan sekitar yang mulai sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa lain yang sama sibuknya dengan Valen dan Gea.

Gea mengangguk, menunggu Valen yang merevisi tugas mereka. Gea membereskan buku yang tercecer di sekitar, menutupnya dengan rapi dan menumpuk menjadi satu. Ia rapikan mana buku milik mereka dan buku hasil pinjaman perpustakaan kampus. Alat-alat tulis tak luput dari kegiatan mereka, berserakan hingga jatuh di atas rumput.

Selesai merapikan, Gea merenggangkan ototnya yang kaku. Tubuhnya pegal akibat ia ajak bergadang menyelesaikan tugas. Ingin mengeluh, namun malu pada Valen yang akhir-akhir ini menjadi pendiam.

"Val... Kalo masih banyak revisiannya, biar gue yang lanjutin di rumah. Udah sore nih, pulang yuk!" Gea melihat langit yang berwarna jingga.

Hawa panas bercampur sejuk, kini menjadi dingin. Matahari telah kembali ke peraduannya, mulai berganti dengan sang rembulan yang bersiap menjalankan tugasnya menggantikan sang Surya.

"Dikit lagi, Ge."

Gea menghembuskan napas lelah, jika sudah begini, Gea hanya duduk pasrah di samping Valen. Melihat bagaimana jemari lentik Valen begitu cekatan di atas keyboard. Padahal pandangan gadis itu terpaku pada layar, seakan alphabet sudah hapal di luar kepalanya.

"Yaudah, gue tungguin. Tapi jangan sampek malem, gue harus nganter Lo pulang sebelum Ayah Agus jewer gue lagi."

Tawa kecil terpatri di bibirnya, sejenak Valen mengalihkan pandangan pada sahabatnya yang kini merengut kesal. Teringat bagaimana sang Ayah memarahi Gea karena keduanya pulang telat ke rumah.

"Ini sudah jam berapa baru pulang?"

"Ponsel kalian berdua mati."

"Ayah cemas nungguin kalian pulang. Tidak ada kabar, jika ingin pulang telat."

"Harusnya kalian kabari Ayah dulu, bagaimana bila Ayah sudah lapor polisi tadi?"

"Melapor jika kalian belum tiba di rumah padahal jam kuliah sudah usai? Tidak ada pesan untuk Ayah. Ponsel juga mati."

Ayah Agus langsung memarahi Valen dan Gea ketika dua gadis itu tiba di rumah Valen pukul setengah sebelas malam. Tidak biasanya, Valen tidak memberi kabar. Dan Gea sama halnya dengan Valen, ponselnya mati.

Sejak satu jam yang lalu, Ayah mondar-mandi di depan teras menunggu kedua gadis itu pulang. Gea yang tadi pagi menjemput Valen untuk berangkat bersama mengatakan akan mengantar Valen tepat waktu, ternyata nyaris larut malam keduanya belum tiba di rumah.

Yes, Mr Lecturer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang