Chapter Six / Membawanya Pulang

1.1K 59 2
                                    

Gara berjalan menuruni tangga dengan membawa tas kerjanya. Kemeja biru dongker lengkap dengan jas hitam. Celana bahan hitam menggantung indah di pinggulnya dengan ikat pinggang yang elegan. Pria berusia tiga puluh tahunan itu tersenyum saat melihat kedua orang tuanya telah duduk di kursi meja makan.

"Pagi Ma!" sapanya lalu mengecup pipi Mama Audi.

"Pagi Pa!" lalu duduk di samping kiri Papanya. Papa Pramana hanya mengangguk tanpa membalas, tatapannya masih terfokus pada tablet di tangannya.

Gara mengalihkan pandangannya pada sang Mama. Mengisyaratkan 'Papa kenapa?'  namun kelihatannya Mama Audi juga diam. Gara semakin bingung di buatnya.

Baru saja Gara membuka mulutnya untuk bertanya, sang Papa menaruh korannya lalu berujar, "Agus membatalkan perjodohan ini."

Gara mengeryitkan dahinya bingung, seingatnya pertemuan semalam berjalan lancar meski putri dari sahabat Papanya tak datang, "Memangnya ada masalah apa Pa?" tanya Gara.

Menatap ke arah putra satu-satunya, "Agus tak ingin membebankan urusan pernikahan pada putrinya."

"Bukankah itu bagus?" celutuk Gara ringan, dan dihadiahi tatapan tajam dari Mama Audi.

"Oke. Gara diam."

Mama Audi menoleh pada suaminya, "Nanti kita pikirkan lagi ya, Pa. Sekarang waktunya kita sarapan," lalu beralih menatap anaknya, "Segera selesaikan sarapan mu. Kau ada jadwal mengajar bukan?"

Gara mengangguk lalu mulai memakan sarapannya. Ia melirik Papanya yang makan dan kegelisahan. Mamanya mencoba membujuk Papa agar tak menjadikan pikiran yang mempengaruhi kesehatannya.

Gara berjanji, ia akan menyelidiki siapa gadis yang akan di jodohkan dengannya. Mungkinkah salah satu mahasiswinya sendiri?

***

Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 08:45 waktu tersial yang kesekian kali untuknya. Matkul pagi ini adalah bahasa Inggris, dimana dosen pengampu adalah si pria menyebalkan. Rambut panjangnya berkibar di tiup angin, seirama dengan langkah kakinya yang berlari.

Peluh menetes deras di pelipis tak ia gubris. Tujuannya hanya satu, semoga ia tak terlambat. Meski sang gadis tau jika itu adalah sebuah hal yang sia-sia. Secepat mungkin ia berlari memasuki gedung fakultasnya.

Sayup-sayup ia mendengar suara baritone yang tegas di kelasnya. Dan benar! Sang dosen menoleh ketika mendapati dirinya berdiri terengah-engah di depan pintu. Semua mahasiswi dan mahasiswa mengalihkan pandangannya kepada gadis yang berusaha menstabilkan napasnya.

"Terlambat lagi? Nona Valentine Febiola?"

Mendengar namanya di sebut secara tegas oleh dosen baru itu membuat bulu kuduknya meremang. Hukuman kemarin saja sudah membuat tangannya keriting dan pegal, entah apalagi hukuman dari dosen baru itu padanya.

Gadis yang di panggil Valen itu hanya meringis pelan, "Maaf, Pak."

Sang dosen hanya menggelengkan kepalanya. Dua kali pertemuan, dua kali pula gadis itu membuat ulah dengan terlambat. Gara berdehem, lalu ia berujar, "Silahkan duduk dan temui saya setelah perkuliahan ini selesai."

Valen dapat tersenyum lega kali ini, ia berjalan menuju mejanya lalu duduk diam. Mendengarkan ajaran dari sang dosen. Hari ini matkul di kelasnya memang hanya bahasa Ingris, setelah itu Valen memiliki jadwal ekstrakulikuler pada sorenya.

***

Dua jam berlalu, sang Dosen telah meninggalkan kelas sejak lima menit lalu. Namun, Valen masih senantiasa berada di kelasnya, mencatat. Materi yang di berikan dosen baru itu membuat kepala Valen semakin pecah saja. Sungguh malas baginya untuk menghafal setiap kalimat past and present sentence, apalagi di tambah tugas yang tak tanggung-tanggung banyaknya.

Yes, Mr Lecturer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang