Chapter Eighteen / Rencana Perjodohan Tetap Dilanjutkan?

1K 59 7
                                    

Balik lagi nih, nemenin malam minggu kalian para jomblo😝
Jangan lupa tandai typo yesss, lop lop😘❤

Happy reading🌱

***

Sinar jingga samar-samar menerobos masuk lewat celah di kamar gadis yang tengah asyik membaca novel fantasy milik penulis terkenal sekaligus terbaik menurutnya. Novel yang berjudul Ceroz dan Batozar karya Tere Liye yang mengusung tema fantasy ilmiah menjadi kesukaannya akhir-akhir ini. Seri petualangannya dari Bumi hingga Komet, Valen sukai. Meski ia pecinta novel romance, Valen tak segan membaca bahkan mengoleksi novel bertema petualang, fantasy, bahkan fiksi ilmiah sekaligus. Hanya saja, Valen kurang menyukai novel dengan konflik yang sedikit berat.

Menurut Valen, membaca novel salah satu kesenggangan yang dapat ia lakukan di mana saja apabila ia dalam keadaan bad mood atau malas. Merefreshing otak yang jenuh dan lelah akibat aktivitas fisik yang menguras tenaga, sehingga membaca novel adalah salah satu hobi yang sangat Valen sukai. Konflik ringan, lucu dan gemesin selalu menjadi andalannya, novel berkonflik itulah yang dapat membantu Valen mengembalikan emosinya yang tengah jenuh.

Novel yang memiliki konflik terlalu berat, membuat Valen berpikir. Ia akan merasa penasaran dan harus segera menuntaskan novel itu jika ingin tidur nyenyak. Maka dari itu sebisa mungkin Valen menghindari novel yang menguras otak.

Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Sejak beberapa jam yang lalu Valen habiskan berbaring di atas kasur membaca novel. Matanya mulai kering dan panas, Valen menyudahi bacaannya.

Di simpannya, novel bersampul ungu itu di atas meja nakas dekat tempat tidur. Pelan-pelan, Valen menurunkan kakinya yang terbalut perban cokelat yang baru. Ah, jangan lupakan jika Bapak Dosen kesayangan satu kampus itu menepati ucapannya.

Pria berusia matang itu mengantar Valen menuju rumah sakit karena kakinya semakin bengkak dan membiru. Sebenarnya Valen merasa tak enak hati, namun apalah daya si Bapak Dosen terus memaksa dan yahh, Valen harus mengalah, bukan?

"Kita harus memastikan apakah kakimu baik-baik saja! Jangan di anggap sepele hal-hal kecil seperti ini, justru hal kecil ini suatu saat akan mempengaruhimu di masa mendatang." ujar Pak Gara, matanya menatap tajam jalan raya.

"Kaki Valen gak papa kok, Pak! Di kompres air dingin juga paling udah kempes."

"Kamu suka sekali ya, membantah perintah Dosen kamu," Pak Gara melirik mahasiswi yang duduk di kursi samping kemudi, "Bisakan, kamu duduk diam dan jadi anak baik?"

"Tapi Valen--"

"Diam dan jadilah anak baik, Valentine."

Valen mengerucutkan bibirnya kesal, dengan terpaksa Valen hanya diam sesuai perintah Pak Gara. Membiarkan pria itu melakukan apapun padanya, termasuk membantunya berjalan, mengantri di kasir, membayar tagihan, menebus resep lalu mengantarnya kembali ke rumah dengan selamat.

Bukanya Valen tidak menolak, dari awal ia sudah menolak tawaran Dosennya itu, bukan? Hanya saja, Valen lelah, sebab semua protesannya sebatas angin lalu bagi Pak Gara.

Suara berisik dari luar kamarnya membuat Valen mengernyit heran, pasalnya Ayah tidak mengabari akan pulang hari sore ini. Tapi jika bukan Ayah, lalu siapa?

Belum sempat Valen beranjak dari kasurnya, pintu terbuka. Menampilkan sesosok pria paruh baya masih mengenakan baju batik khas Kota Solo dengan celana bahan berwarna hitam. Raut lelahnya terpatri di wajahnya yang mulai keriput. Seutas senyum di wajahnya tak mampu menutupi guratan kelelahan.

"Ayah?!"

Tapi, senyum bahagia yang tersungging di bibirnya mulai memudar ketika melihat kaki putri satu-satunya terbalut perban berwarna cokelat. Apalagi Valen masih duduk di atas kasur hanya memakai celana pendek dan kaos oblong.

Yes, Mr Lecturer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang