Chapter Sixteen / Pak Gara Bisa Gombal Ternyata

1.1K 64 2
                                    

Satu minggu yang lalu, Author sedih banget. Si Mochi, kucing kesayangan Author udh pergi sebelum Author sempet nyelametin Mochi. Author ngerasa kehilangan banget, rasanya pengen nangis kalo keinget sama Mochi. Tapi, Author berdoa semoga Mochi tenang di alam sana. Bahagia dan bisa jagain Maminya di sini💜

Mungkin ini udah takdir, dan Author harus kuat juga sabar. Semuanya pasti akan merasakan kehilangan, meski dalam keadaan tidak di sangka sekali pun.

Maaf ya, Authornya jadi curhat😅

Dari kalian para pembaca setia YML ada yang punya kucing, boleh dong tulis nama kucing kalian di kolom komentar. Siapa tau namanya ada yang samaan sama si Mochi😍

Happy reading🌱

***

Valen duduk bersandar dengan kepala yang masih nyut-nyutan. Matanya terpejam, berharap pusing yang menderanya menghilang. Kaki kirinya di balut tensocrepe, lebih tepatnya pergelangan kaki. Lengan kiri atas hingga siku di balut perban setelah di beri obat luka. Sisanya hanya lecet-lecet tergores trotoar yang hanya di beri antiseptik dan obat luka.

Valen sendiri pun tak ingat dengan apa yang menimpanya. Tubuhnya bergerak tanpa ia minta. Valen hanya mengikuti instingnya sebagai manusia sosial.

Entah bagaimana keadaan wanita paruh baya yang sempat ia dorong tadi, apakah ia baik-baik saja atau juga terluka? Seketika bahunya meluruh, Valen takut terjadi sesuatu pada Ibu yang tadi ia dorong. Apalagi Valen mendorongnya dengan begitu keras.

Dan juga, bagaimana keadaan si pengendara? Valen sangsi jika pengendara dalam keadaan baik-baik saja. Entah jatuh atau menabrak sesuatu, Valen yakin. Karena Valen sempat mendengar suara debuman yang cukup keras menghantam sesuatu.

Tangan kanannya terangkat memijat pelipis, semakin pusing saja rasanya. Wajah pucat dan mata sayu menambah kabar buruk mengenai keadaannya sekarang.

Suara pintu terbuka tak mengganggu indra rungunya. Valen asyik bergelung dengan dunianya sendiri.

"Ekheemm..."

Spontan pandangan Valen yang menatap bawah brankar terangkat. Di sana, pria bertubuh jangkung dengan kaos santai serta celana pendek selutut berdiri menghampirinya. "Bapak?"

Senyum tipis menghiasi rahang yang mulai tumbuh jambang, "Bagaimana keadaanmu? Masih pusing?"

Entah mengapa mendengar suara berat yang terdengar lembut di telinganya membuat Valen begitu menyukai suara itu. Pria bertubuh jangkung yang berdiri menjulang di hadapannya saat ini adalah dosennya sendiri, Sagara Candradinata. Valen juga tidak menyangka, jika wanita paruh baya yang ia selamatkan adalah Mama dari Pak Gara.

"Se-sedikit Pak," Valen menjawab dengan terbata-bata. Situasi canggung meladanya. Valen yang biasanya banyak protes, kini diam seribu bahasa. Ia hanya akan bicara jika di ajak mengobrol. Lalu setelahnya diam bak patung.

"Dokter mengatakan kau memiliki penyakit kurang darah. Kekurangan darah pemicu pusing dan wajah mu yang terlihat pucat." Valen mengangkat pandangannya ketika mendengar serentetan kalimat itu keluar dari mulut sang Dosen.

"Meski sepele kurang darah bisa menjadi penyakit mematikan yang terjadi secara tiba-tiba. Dimana dalam fase ini oksigen tidak mampu mengalir menuju otak. Dengan gejala entah sering kelelahan, pingsan atau bahkan pandangan yang berkunang-kunang."

Valen semakin menganga di buatnya. Penjelasan dari Pak Gara yang sebenarnya sederhana mampu membuatnya menganga dan takjub. Tanpa Valen sadari matanya menunjukkan kekaguman akan sosok yang berdiri menjulang di hadapannya.

Yes, Mr Lecturer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang