Twenty Two / Sebatang Cokelat

881 51 3
                                    

Hai, pembaca Mami, gimana kabar kalian? Kangen nihhh😭

Semoga kalian baik-baik aja ya, jangan sedih-sedih. Sini kita kumpul bareng, kita cerita sebelum tidur dulu biar nyenyak tidurnya🤗❤️❤️

Happy reading ☘️☘️☘️

"Mau langsung pulang?" Tanya Pak Gara begitu mereka memasuki mobil.

Valen mengangguk, "Iya Pak. Valen langsung pulang aja."

Cek up terakhir, berjalan lancar dengan hasil yang baik. Tanpa hambatan, karena proses perbaikan pada tulang yang retak perlahan-lahan membentuk bagian yang baru.

"Tapi saya lapar. Kita makan dulu, setelah itu saya antar kamu pulang."

Mendengus kesal, "Tau gitu, kenapa tadi Bapak tanya sama Valen. Gak penting banget!" Dumel Valen.

"Kamu ngomong sama saya?" Tanya Gara karena ia mendengar suara Valen yang kurang jelas.

"Enggak Pak. Saya lagi nyanyi."

"Kirain ngomong sama saya." Ujar Pak Gara polos. Serasa Valen ingin menghantam kepalanya pada kaca mobil.

Kadang tuh kesel juga ngomong sama Pak Gara yang menguras habis kesabaran. Ada aja sikap Pak Gara yang di luar prediksi Valen. Kalo Pak Gara pas ngajar emang ramah, banget malah. Tapi kalo ada mahasiswa yang telat di matkulnya Pak Gara, siap-siap aja jadi bulan-bulanan Pak Gara.

Dulu Valen suka kesel kalo Pak Gara ngasih hukuman yang ngeselin dan bikin marah. Ia pikir Pak Gara memiliki dendam kesumat pada Valen. Ternyata Valen salah, itu memang salah satu cara Pak Gara dalam memberi pelajaran berharga bagi mahasiswa yang terlambat. Dan hukuman Valen dulu terbilang masih mudah, berbeda sekarang yang hukumannya semakin susah.

Namun, kabar baiknya. Hampir semua mahasiswa matkul Pak Gara selalu datang tepat waktu. Nyaris tak ada mahasiswa Pak Gara yang terlambat masuk kelas. Terlebih hukuman aneh dan sulit yang Pak Gara berikan, memberi efek jera pada mahasiswa lain.

"Ayo turun."

"Loh? Udah sampek?" Valen menatap sekeliling dengan pandangan bingung. Tak terasa lamunannya begitu mengasyikkan hingga tak sadar Pak Gara telah berhenti di rumah makan.

Lantas, Valen menyusul Pak Gara yang telah duluan memasuki rumah makan bergaya khas Jawa dengan ornamen bambu dan lampu teplok di dinding. Sangat kental akan tradisi Jawa Tengah, apalagi gambar wayang kulit yang di panjang dalam bingkai kaca besar. Dan ornamen-ornamen terbuat dari bambu yang di plitur. Menambah suasana khas era 90-an semakin kental terasa.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya Pak Gara setelah mengambil buku menu dan membawanya duduk di meja.

Valen yang tidak lapar memilih duduk duluan, ternyata Pak Gara menghampiri lengkap dengan buku menu dan kertas serta pulpen.

"Valen pesen es cokelat aja deh Pak."

"Tidak ada Valen. Ganti yang lain saja."

Valen mengerutkan keningnya heran, "Masa gak ada sih Pak?"

"Yogurt aja deh. Yang rasa blueberry."

"Tidak ada juga." Balas Pak Gara.

"Kok gak ada semua sih, Pak?"

"Ya memang karena di buku menu tidak ada, Valen. Pilih yang ada saja." Usul Pak Gara.

"Ya udah, adanya apa aja Pak?"

"Es jeruk sama es teh. Pilih mana?" Ujar Pak Gara lancar.

Valen menganga mendengarnya, "Kalo adanya cuma itu, kenapa Bapak nawarin Valen sih?! Kan, Bapak bisa bilang, kalo adanya cuma es teh sama es jeruk! Kalo gitu kan Valen gak usah capek-capek mikir mau minum apa!"

Yes, Mr Lecturer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang