Ramaikan dooong
Terima kasih dan selamat membaca 💕
***
"MORNING, sobat jomblo. Masih sendiri lo?"
Pertanyaan nggak senonoh itu datang dari Rangga yang baru saja parkir di samping gue. Sebelum merespons, gue mengamankan helm dan jaket dalam bagasi motor.
"Retorik lo." Gue nyengir.
"Maksudnya, kemaren lo bilang bakal berangkat sama dedek medok itu. Mana? Lo sendiri gini," jelas Anggun sambil turun dari boncengan Rangga.
Selagi menunggu mereka, gue bercermin di spion dan merapikan rambut. "Mulai besok. Hari ini dia belanja perlengkapan sama Abang."
"Woah, gimana reaksi dia bakal jalan bareng the phenomenal Hansel Van de Jager? By the way dia tahu abang lo siapa?"
"Meh. Boro-boro Hansel Van de Jager. Yang ada dia pikir abang gue Range Rover," cibir gue.
"Ha? Gimana gimana?"
Sambil menyusuri lobi masuk utama, gue ceritakan tentang Range Rover ke mereka. Kemudian gue malu karena mereka ngakak nggak kelar-kelar bahkan sampai masuk ke kelas.
"Heh, Mail, kualat lo menodai gadis polos!" Masih ketawa, Rangga memukul bahu gue setelah kami duduk.
"Language, please. Kagak ada ceritanya gue nyentuh dia," koreksi gue. Gila apa gue menodai? Tapi kalau yang dimaksud menodai adalah ngebekep muka dia, jujur aja gue suka, puas, dan nggak menyesal sama sekali.
"Tapi serius, ya, nyamain emblem Range Rover dan stiker nama di sepeda itu bener-bener something. Lugu banget. Kejem lo, bocah kagak salah apa-apa lo kadalin." Anggun mojokin gue.
"Penasaran gue gimana kalau dia tahu yang sebenernya," gumam Rangga.
Gue ketawa masa bodoh, "Whatever lah," lalu mencondongkan tubuh ke tengah. "Lo tahu yang lebih parah? Jadi setelah gue bilang Range Rover itu ari-ari gue, gue tanya ke dia, 'Lo tahu nama lengkap gue siapa?' Dan sebenernya tebakan dia bener, tapi gue—"
"Woy, Mail! Lo dicariin, nih!"
Seruan Deka dari pintu kelas membuat gue mendongak.
"Siapa, Bro?!" Males gue berdiri.
Bukannya menjawab, dia malah meladeni entah siapa itu yang nyariin gue. Kelihatannya Deka berusaha menahan orang itu. Mau nggak mau gue berdiri juga lalu menghampiri dia, tapi orangnya sudah pergi.
Deka menyerahkan sebuah modul jilid spiral. "Rachel. Tumben dia kagak lamaan, biasanya ngecengin lo sambil bawa segebok soal buat dibahas."
Ck, si Rachel.
Gue hanya nyengir dan berterima kasih ke Deka, lalu balik ke bangku menenteng modul olimpiade matematika. Bingung gue sama Rachel. Jadi dia itu adik kelas gue, salah satu anggota tim olimpiade matematika yang gue bimbing. Dua minggu yang lalu dia nembak gue. Gue tolak karena nggak ada rasa. Belakangan ini dia jadi menghindar. Nah sekarang modul yang gue pinjemin ke dia dibalikin. Bener-bener deh cewek.
"Lagian lo juga baperin anak orang," sindir Anggun, yang memang nggak afdol kalau nggak nyalah-nyalahin gue.
"Salah gue apa?" tanya gue, memasukkan modul ke dalam ransel.
"Lo sadar nggak, sih? Setiap bubar ekskul lo tebengin dia pulang mulu, Mail. Lo nggak usah ngelak, ya, gue saksinya." For your information, Anggun memang tutor olimpiade fisika yang jadwalnya sama dengan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adorable Sister (MAS)
Teen FictionMereka Bilang, Aku Kemlinthi (MBAK) dengan POV orang pertama cowok. *** Delapan belas tahun gue hidup ya gitu-gitu doang, sampai hari itu ortu gue memutuskan untuk membawa satu cewek paling ndeso, paling medok, paling sotoy, paling telmi, dan paling...