Terima kasih dan selamat membaca 💕
***
"MISALNYA dia beneran suka sama lo, lo bakal gimana?"
Beberapa jam yang lalu, pertanyaan Rangga itu hanya lelucon buat gue. Gimana bisa Sri menyukai gue ketika nyatanya dia sendiri yang minta gue menjauh. Gue menolak menjawab pertanyaan yang hanya akan melambungkan harapan itu. Masalah hati, gue nggak mau berandai-andai.
"Jadi siapa ... cewek yang Mas suka?"
Sri masih di hadapan gue. Masih menatap gue lurus-lurus dengan kedua mata besarnya, masih menanti jawaban gue. Anehnya, gestur yang gue tangkap darinya bukan penasaran sekadar atau kepo, tapi gelisah. Gelisah kenapa? Karena dia tahu gue menyukai seseorang?
Haha, perasaan lo doang, Mail.
"Privacy." Gue berpaling memutus kontak mata. "Gue menolak menjawab."
Itu adalah kalimat terakhir gue ke dia hari ini.
Sepanjang jalan pulang, di rumah, bahkan sampai makan malam selesai, Sri mendiamkan gue. Bukan, dia bukan bersikap dingin atau ketus gimana. Dia juga nggak menghindar. Dia cuma mengabaikan keberadaan gue. Gue nggak lebih dari konstanta suatu fungsi yang terdiferensiasi terhadap variabel riil-nya: ada, tapi tak dianggap.
Di kamar—just say gue sedang malas menyentuh buku atau laptop—gue rebahan menatap langit-langit, me-review semua tentang Sri belakangan ini. Gue nggak pernah menginginkan dia tinggal di sini dan jadi adik gue. But, what's now, gue malah jatuh cinta sama dia? Bodoh kah gue?
No, nggak gitu. Gue cowok ya wajar lah sukanya sama cewek. Hanya saja, from all those girls around me, why her? Kenapa Sri? Kenapa dia yang jadi magnet gue? Kenapa dia yang bisa masuk dan mengendap di pikiran gue? Kenapa dia yang paling istimewa di hati gue?
Ralat. Bukan 'yang paling istimewa', tetapi 'satu-satunya yang istimewa'.
Kurang bucin gimana lagi gue.
Gue tahu seharusnya gue berhenti berharap ketika dia bilang menyukai Abang. Dia juga bilang nggak mau mendekati Abang karena sudah puas dengan hubungan abang-adik saja. Satu yang dia belum tahu adalah Abang juga menyukai dia. Kalau dia tahu, mungkin dia bakal berubah pikiran?
Oh, wait.
Sebuah kemungkinan yang terlintas begitu saja membuat gue terbangun. Duduk.
Gue curiga perasaan Abang yang berubah. Bukan Sri lagi yang Abang suka, tapi cewek lain. Cewek entah siapa yang katanya suka sama gue (?). Siapa, sih? Cewek yang gue dan Abang sama-sama kenal nggak banyak. Palingan temen-temen Abang dan beberapa temen sekelas gue. Sepupu-sepupu. Sri. Udah.
Gue ketawa sendiri, "Nggak mungkin," sambil menggeleng pelan. Nggak ada yang memungkinkan, apalagi Sri yang jelas-jelas suka Abang. Kalau dia suka gue jatuhnya blunder dong.
Kemungkinan lainnya adalah Abang salah paham. Cewek yang Abang maksud memang Sri, tapi Abang nggak tahu gimana perasaan Sri. Abang pikir Sri suka gue. Gimana, make sense, kan?
"Yep, make sense." Gue mengangguk, menyilakan kaki di ranjang dan bertopang dagu dengan telapak tangan.
But wait. Kalau bener ini gawat. Abang bakal mencoba mendekatkan gue sama Sri. Boro-boro dekat, yang ada Sri nyuruh gue menjauh. Walau ini masih prediksi, tapi gue harus antisipasi.
Abang nggak boleh dibiarin salah paham. Abang harus tahu Sri suka dia.
Tapi ... "gimana cara ngasih tahu Abang?" Sedangkan Sri nggak suka gue ikut campur urusan dia. Bisa ngamuk tuh cewek kalau gue gegabah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adorable Sister (MAS)
Teen FictionMereka Bilang, Aku Kemlinthi (MBAK) dengan POV orang pertama cowok. *** Delapan belas tahun gue hidup ya gitu-gitu doang, sampai hari itu ortu gue memutuskan untuk membawa satu cewek paling ndeso, paling medok, paling sotoy, paling telmi, dan paling...