Maaf banget karena updatenya telat, padahal udah spoiler dari kapan hari di IG. Di sini udah masuk winter, dan seperti tahun sebelumnya, yang beku nggak cuma jariku tapi juga otakku. Aku ngga kuat ngetik lama-lama 🥲
Terimalah permintaan maafku berikut ini. Komuknya Liam pas lagi uyel-uyel muka Sri:
Terima kasih dan selamat membaca 💕
***
INI bukan pertama kalinya Sri nembak gue. Sebelumnya, di samping nembak, dia juga ngajakin gue kawin lari—setidaknya dalam mimpi terliar gue. Maka, ketika ini terulang lagi, yang perlu gue lakukan hanyalah wake up to reality.
Sayangnya, gue telah melewati fase bangun-tidur dan situasinya belum berubah. Jadi, ini bukan mimpi? Sri memang nembak gue? Sebab selanjutnya dia terang-terangan menghindari gue; malamnya Lisa mengirimi gue pesan, "Berengsek lo, Kak!"; dan pagi ini setelah sarapan bokap berkata, "Papa mau bicara sama kamu."
Thank God Sri lagi keluar bareng Mama yang katanya mau beliin hadiah atas kemenangan kemarin. Sedangkan gue di sini, di sofa ruang keluarga, menahan mules sebab Papa hanya bergeming menatap gue selama semenit.
Nyali gue menciut. Gue hampir menundukkan kepala ketika akhirnya Papa tersenyum dan memulai dengan, "Kemarin, di GOR, Sri nangis lumayan lama dan katanya cuma karena terharu. Papa nggak percaya. Dan sejak itu kamu dan Sri sama-sama menjauh. Papa harap kamu bisa menjelaskan lebih dari sekadar Sri-cuma-terharu."
At least Papa nggak menunjukkan gestur maupun intonasi yang mengintimidasi gue. Gue menghargai itu dengan menceritakan semuanya. Suara gue makin berat dibebani rasa bersalah. After all, ya emang gue yang blunder dan gue juga nggak berniat membela diri.
Alih-alih marah, Papa malah tertawa. Untuk sesaat gue bisa lebih rileks. Gue ikutan nyengir kuda, sampai Papa bertanya, "Apa rasanya makan karma?" dan gue keselek ludah sendiri.
Bokap gue doang emang.
Punggung gue ditepuk-tepuk. "Kamu tahu di mana salahmu?"
"Tahu." Gue mengangguk lemah. "Improper joke in a wrong situation."
"Indeed. Terus, apa rencana kamu?"
"Rencana?" Gue mengernyit nggak yakin.
"Ya, rencana perbaikan hubungan. Kamu yang salah, kamu yang perbaiki."
"Hubungan?" Gue mempertimbangkan beberapa hal. "Di mata Papa, selama ini hubunganku sama Sri itu apa?"
Bokap mengangkat bahu. "Mana Papa tahu. Status suatu hubungan ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Karena sejak awal Sri datang kamu nggak mau menerima dia sebagai adik, Papa nggak pernah bilang dia adik kamu. Beda sama Hansel yang menerima Sri, Papa bisa bilang dia adiknya Hansel."
"Dia adikku, tapi—" gue mengigit bibir sesaat sebelum meralat, "—dia bukan adikku."
Bokap malah ketawa lepas. Well, jawaban barusan memang refleksi kacaunya pikiran gue saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adorable Sister (MAS)
Teen FictionMereka Bilang, Aku Kemlinthi (MBAK) dengan POV orang pertama cowok. *** Delapan belas tahun gue hidup ya gitu-gitu doang, sampai hari itu ortu gue memutuskan untuk membawa satu cewek paling ndeso, paling medok, paling sotoy, paling telmi, dan paling...