MAS - 15

1.9K 510 171
                                    

Terima kasih dan selamat membaca 💕

***

BUKAN sekali-dua kali doang gue menerima inbox berisi kecaman dari pembaca cerita lain yang nggak terima dengan hasil akhir kompetisi menulis drama rumtang kemarin. Kebanyakan mendesak gue agar tahu diri dan mundur dari gelar runner up, menyerahkannya pada penulis panutan yang mereka anggap lebih layak. Haha, funny. Itu wewenang juri, bukan gue. Percuma, Bund.

Gue rasa para juri juga kena teror, but still, pihak penyelenggara nggak mengeluarkan statement apapun terkait ribut-ribut kemenangan gue. Gue berkesimpulan ini berarti keputusan mereka mutlak dan nggak bisa diganggu gugat. Keyakinan gue diperkuat oleh email yang kemarin gue terima, yang mengabarkan bahwa hadiah uang tunai gue akan ditransfer, sementara sertifikat dan plakat sedang dalam proses pengiriman.

Yang perlu digaris bawahi adalah dalam proses pengiriman.

Which means, gue harus ngecek tracking secara berkala untuk memastikan posisi paket itu. Gue langsung waspada ketika magrib ini statusnya berubah menjadi proses pengantaran oleh kurir. Demi keamanan identitas gue, nggak ada yang boleh menerima paket itu selain gue sendiri.

Itulah mengapa malam ini gue ngetik di ruang keluarga alih-alih kamar sendiri. Untung juga semua lagi pada di luar, kecuali satu orang: adek-ketemu-gede gue. Kami sepakat delivery order piza buat makan malam. Di sinilah gue melakukan kecerobohan.

Gue keasyikan ngetik sampai mengabaikan Sri yang keluar buat terima order-an. Begitu gue sadar, dia menyodorkan sebuah paket dalam kardus cokelat berukuran sedang ke gue.

"Thanks," ucap gue saat menerima. Setelah memastikan dia sibuk membongkar box piza, gue melipir sedikit untuk melepaskan segel fragile yang mengelilingi kardus paket, lalu mengintip isinya.

Plakat akrilik berbentuk heksagon yang ditanam dalam gabus stirofoam. Terlepas dari segala drama di belakangnya, melihat nama pena gue terukir di sana dengan tinta emas yang berkilau bikin gue terharu. Gue tersenyum dalam diam menikmati buah pencapaian ini, sampai gue mendeteksi pergerakan Sri yang mendekat dengan sepotong piza di tangan.

Bersamaan dengan gue menutup kardus, dia bertanya, "Itu apa?"

Gue menjauhkan kardus di samping laptop sebelum menjawab, "Bukan urusanmu," lalu mengambil sepotong piza lain. "Ah, tadi siang aku lihat kamu ...."

Aslinya, gue paling malas dengan chit-chat basa-basi meskipun sama cewek yang gue suka. Ini terpaksa buat mengalihkan pikiran Sri dari paketan gue. It works setidaknya sampai makan malam kelar. Tapi setelah menyingkirkan box piza kosong, dia mepetin gue lagi sambil menunjuk ke paket gue.

"Mas Liam ngganteng ... mau ngintip itu, dong."

Dia ngerayu gue pakai suara bayi dan tatapan manja. Segala muji gue ngganteng. Kalau itu gue juga tahu.

"Mas Liam paling ngganteng di rumah ini." Dia ngasih gue finger heart sign dan kedipan sebelah mata yang lebih mirip kelilipan daripada centil.

Gue memutar bola mata. "Karena Abang lagi nggak di rumah?"

"Tahu aja." Cengiran dia makin lebar dan makin mendesak gue. "Tapi tenan, lho, dari tadi Mas senyum-senyum sendiri lihat kardus itu. Senyum bahagia tapi ditahan-tahan. Kayak habis di-sun Lisa Manoban."

Gue maunya di-sun lo.

Gue berdecak malas namun akhirnya mengambil kardus itu dan meletakkannya di pangkuan dia. "Jangan bilang siapa-siapa termasuk Papa-Mama," warning gue.

My Adorable Sister (MAS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang