MAS - 08

2.4K 614 200
                                    

Terima kasih dan selamat membaca 💕

***

"MAS Liam!"

Abaikan. Abaikan suara medok di belakang gue ini.

"Mas Liam!" Dia berteriak. Lagi.

Gigi-gigi gue menggertak. Abaikan. Pura-pura nggak dengar. Kepala dan telinga gue tertutup helm. Mata gue fokus ke jalan. Gue harus mencari celah untuk mendahului minibus lelet di depan. Muak gue stuck di belakang.

"Energi kinetik apel di pohon berapa, Mas?!"

Njir, cewek ini.

"Nol!" teriak gue, tapi entah teredam helm atau kesapu deru angin. Pusing gue.

"Itu energi potensialnya, Mas!"

"Energi potensial nol pas di tanah!"

"Apa ndak kebalik? Energi kinetiknya yang nol, tho?!"

"Potensial nol pas di tanah! Kinetik nol pas di pohon! Heh, Kemlinthi, lo teriak sekali gue turunin di lampu merah depan!" Putus putus dah pita suara gue, dipake ngegas mulu.

"Lha tapi apelnya mandeg pas di tanah, ya energi kinetiknya yang nol. Kan ndak gerak lagi! Atau maksudnya energi pas nggelundung gitu, tho, Mas?!"

Nyerah.

Angkat tangan gue.

Sumpah. Nggak habis pikir gue sama ini bocah. Dia tanya, gue jawab, lah dia ngotot sama jawaban dia sendiri. Segala ada energi nggelundung. Terus ngapain lo nanya gue, Nyet? Nguji batas kesabaran gue apa gimana?

Gue diemin dia sepanjang sisa perjalanan. Ya gue tahu dia bakal ulangan di jam pertama pagi ini. Tapi, kawan-kawan sebangsa setanah air, seumur-umur gue bonceng cewek, baru kali ini ada yang sambil ngerjain Fisika beralaskan punggung gue. Lah biasa cewek pegangan, meluk, ini dia ngerjain Fisika?!!

Pengin gue sundul ke belakang.

Sampai di parkiran motor sekolah Sri kelimpungan nggak jelas. Harus lepas helm, sedangkan tangannya penuh sebundel kertas dan pensil. Keduanya ditaruh begitu saja di atas jok gue, dan saking terburu-buru malah jatuh semua. Dia—makin buru-buru—berlutut memunguti semuanya.

Gue berkacak pinggang dan menyugar rambut—setengah menjambak. Geregetan gue!

Begitu dia berdiri lagi sambil mendekap kertas-kertas itu, gue menangkup helmnya. "Diem. Diem lo!"

Dia benar-benar freeze kayak patung waktu gue menunduk dan melepas strap dagunya, lalu membebaskan kepalanya dari helm. Mata besarnya masih menatap gue lekat-lekat.

"Energi potensial. Keyword-nya adalah po-ten-si-al. Artinya energi yang masih terpendam pada sesuatu. Contohnya, diri lo sendiri. Lo punya energi potensial untuk mendapatkan beasiswa kuliah yang lo inginkan. Energi potensial itu terpendam—" gue menunjuk pelipis dia, "—di sini."

Dia cuma berkedip.

Gue menggantung helmnya di jok, lalu menegak lagi. "Energi kinetik. Kinetik itu gerak. Itu adalah energi waktu lo action."

Rambut atas dia pada berdirian, bikin gue gatel untuk meluruskannya dengan jari-jari.

"Waktu lo belajar, latihan soal, praktikum, ulangan, itu energi kinetik akibat lo mengerahkan potensi yang lo miliki. Tentunya, lo bakal bergerak secepat mungkin supaya sampai tujuan akhir, kan? Makin cepat lo bergerak energi kinetik lo makin besar. Jadi pas lo sampai finish, itulah puncak tertinggi energi kinetik lo."

My Adorable Sister (MAS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang