Terima kasih dan selamat membaca 💕
***
"MOVE on dari Sri? Elo? Nggak yakin gue."
Gue menoyor lengan Rangga beberapa saat setelah kami keluar dari aula, dalam perjalanan ke kantin. Sialan, suara toa dia bikin kerumunan junior cewek yang berpapasan dengan kami menoleh. Semoga nggak ada teman Sri di antaranya.
"Sorry." Dia cengengesan setelah menurunkan suara. "But why? Lo ditolak? Atau dia suka cowok lain?"
"Both." Meski dengan alis terangkat, senyum gue masih terasa berat.
Lalu, yah, sambil nongkrong di kantin, gue ceritakan semuanya ke Rangga. Kantin yang kosong karena sudah lewat jam pulang membuat kami lebih leluasa. Di depan gue, Rangga manggut-manggut menyimak, sesekali meminum es degannya.
"Yaelah, ini sih lo ditolak because you think so. Selama lo belum confess dan dia belum ngeh dengan perasaan lo, lo belum ditolak, Mail. Well, kemarin dia bilang dia suka abang lo, tapi besok siapa yang tahu?"
"Nggak bakal berbeda. Abang juga tertarik sama dia." Gue menyeruput cola sesaat sebelum melanjutkan, "However, gue nggak bisa bersaing sama abang gue sendiri. Dalam banyak hal, Abang jelas di atas gue. Sri pasti tahu itu."
Rangga mendengkus keras. "Lo, Ismail bin Mail, medali perak International Mathematical Olympiad, runner up writing marathon, mantan sekretaris MPK, kesayangan jajaran guru dan senior dingin pujaan dedek-dedek gemes satu sekolah ini bisa insecure?"
Dua yang terakhir itu lebay. Gue berdecak. "Bedakan antara insecure dan accepting reality."
"Bro, ini bukan tentang siapa yang lebih di atas. Ini tentang siapa yang ada di hati si Sri, dan gue yakin itu elo."
"Atas dasar apa?"
"Feeling aja."
Jawaban Rangga bikin gue mengulum lidah. Males gue main feeling begini.
"Feeling gue jarang salah, kali." Dia membela diri, gue nggak peduli. "So, that's it? Lo mau move on karena Sri dan abang lo terdeteksi saling suka?"
"Ya, alasan kedua." Gue menandaskan cola sampai habis.
"Ada yang pertama?"
Gue mengangguk, membersihkan bibir dengan sapuan lidah sebelum menjawab, "Karena bagi gue, menjaga hubungan baik sama Abang jauh lebih worth it daripada cewek manapun. Cewek ada banyak, tapi abang gue cuma satu." Gue mengakhiri dengan senyum.
Sedangkan Rangga terdiam cukup lama, gue rasa dia mempertimbangkan sesuatu.
"Lo pernah mikir nggak sih, abang lo juga bisa punya pemikiran yang sama?"
Bener, sih.
"Makanya gue nggak mau Abang tahu perasaan gue buat Sri. Abang bakal bersikap sebagaimana abang yang mengalah buat adiknya dan ngedeketin gue sama Sri. Jatuhnya maksa karena Sri nggak suka gue. Males gue, too much drama. Abang suka Sri, Sri suka Abang, yaudah mereka aja. Simpel."
"Simpel buat mereka, tapi lo gimana?"
"Ya kagak gimana. Begini aja." Gue mengangkat bahu.
Bisa gue lihat, Rangga benar-benar mengkhawatirkan gue. "Are you okay?"
Gue tercenung di tempat.
No, I'm not. I'm not okay at all. Beberapa malam ini tidur gue terganggu. Entah itu sulit tidur atau tiba-tiba terbangun karena distraksi nggak jelas. Meski bukan mimpi buruk atau insomnia akut, gue paham bahwa gue begini karena bawah sadar gue sedang terguncang. Yang gue butuhkan adalah membentangkan jarak dengan Sri, tapi sayangnya, untuk saat ini belum bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adorable Sister (MAS)
Teen FictionMereka Bilang, Aku Kemlinthi (MBAK) dengan POV orang pertama cowok. *** Delapan belas tahun gue hidup ya gitu-gitu doang, sampai hari itu ortu gue memutuskan untuk membawa satu cewek paling ndeso, paling medok, paling sotoy, paling telmi, dan paling...