SELAMAT ULANG TAHUN INDONESIAKU!
SEMOGA MAKIN SOLID DALAM MENGATASI SEMUA UJIAN BERSAMA (terutama, pandemi ini). BISA, PASTI BISA. SEHAT BUAT KITA SEMUA 👍
Terima kasih dan selamat membaca. Ramaikan yaa 😄💕
***
RUMAH gue ya begini. Gue pulang, ngucapin salam, tapi nggak ada sahutan karena penghuninya keluyuran semua. Sesekali Bik Minah yang nyahut pas bersih-bersih ruang utama. But where's Sri? Tadi dia dijemput Mang Ujang karena gue harus menghadiri perpisahan ekskul olimpiade, jadi nggak bisa pulang bareng. Seharusnya dia udah di rumah. Mungkin di kamar.
Heh, Mail, apa pentingnya lo mempertanyakan eksistensi dia?
Langkah gue berhenti di ambang ruang keluarga. There she is, lagi duduk di sofa membelakangi gue. Kepalanya tunduk, lengannya bergerak-gerak. Gue hampiri perlahan, dan dari balik bahunya bisa gue lihat dia menulisi buku paket Matematika.
Gue membungkuk, menumpukan dagu di atas kepala dia yang wangi jeruk. Pengin gue gigit.
"Serius amat lo. Nulis surat cinta buat gue? Percuma, cewek kemlinthi langsung gue tolak."
Gue bergeser ke samping dan melipat lengan di atas sandaran sofa, ketika dia berbalik memberi gue muka jutek. Plus menjulurkan lidah kecilnya. "Suka sama tukang ngapusi? Rasudi (Nggak sudi)!"
"Ngerjain apa?" Gue ketawa sambil menunjuk buku dia dengan lirikan mata.
"Matematika," jawabnya, lalu menyerahkan buku ke gue.
"Jika akar persamaan X kuadrat blablabla ... adalah bilangan prima, maka nilai K ...."
Sambil mikir, gue mengulurkan tangan, meminta pensil dan mulai menulisi buku dia.
"Dari persamaan ini, X satu plus X dua 111. X satu X dua adalah bilangan prima, sedangkan 111 bilangan ganjil. Bilangan ganjil hanya bisa diperoleh dari penjumlahan dua bilangan beda paritas, which means ... salah satu X adalah bilangan genap. Bilangan prima yang genap, tahu nggak, lo?"
Dia mengerjap. "Hah?"
Ini anak nyimak gue nggak, sih? Atau penjelasan gue rumit?
"Bilangan prima yang genap," ulang gue bersabar.
"Dua?"
Gue menepuk kening dia, "Nice," lalu tersenyum.
Terakhir, gue menuliskan, "X satu sama dengan 2," lalu mengembalikan bukunya. "Untuk X dua dan nilai K, you're good to go."
"Aku mulai mudeng. Matur nuwun, Mas." Dia tunduk, sesekali mengangguk saat berusaha mencerna tulisan gue. "Kok soal ini beda, harus mikir njelimet?"
"Itu soal OSN. Materi pengayaan. Lo nggak harus bisa sebenernya, nggak bakal keluar di ujian juga."
"Samean kok bisa ngerjakan soal OSN, tho? Canggih tenan."
'Canggih'?
Pilihan kata dia terdengar lucu bagi telinga gue. Gue meringis, lalu menegakkan badan sambil membenahi ransel di bahu.
"Gue naik dulu," pamit gue, menuju tangga.
"Masih ada satu soal, Mas!"
Gue melambai tanpa menoleh. "Mau mandi. Gerah!"
***
Paham nggak, sih, perasaan yang ke-trigger ketika kita berhasil mengerjakan sesuatu yang dianggap sulit oleh sebagian besar orang? Senang? Bangga? Puas? You name it. Yang jelas, gue sangat menikmati momen setelah gue berhasil menyelesaikan soal kelas olimpiade dengan baik dan benar. Gue jadi bisa menghargai diri, mengapresiasi usaha dan pencapaian gue, memaafkan kekurangan gue sebab kelebihan gue sudah menyeimbangkannya. I'm worth it and I know it.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adorable Sister (MAS)
Teen FictionMereka Bilang, Aku Kemlinthi (MBAK) dengan POV orang pertama cowok. *** Delapan belas tahun gue hidup ya gitu-gitu doang, sampai hari itu ortu gue memutuskan untuk membawa satu cewek paling ndeso, paling medok, paling sotoy, paling telmi, dan paling...