MAS - 17

1.8K 532 177
                                    

Kalau masing-masing part dapat 250 vote, besok aku update lagi. Bagi yg belum, hayo silakan boom vote 😝

Terima kasih dan selamat membaca 💕

***

PENGALAMAN crush gue sebelum Sri terbilang sederhana. Hubungan gue dan mereka baik-baik saja, tanpa mereka tahu bahwa mereka crush gue. Gue juga nggak mengeluarkan effort buat melupakan mereka. It's just gone with the wind. Debaran itu menghilang dengan sendirinya. Selesai.

Sri adalah special case karena hubungan dia dan gue nggak begitu baik. Artinya, gue harus melupakan dia dengan sengaja. Harus diusahakan. Masalahnya adalah gue seatap sama dia. Tiap hari gue denger suara (medok tapi ngangenin) dia dan disuguhi tampang (songong tapi manis) dia. Effort sebesar apa yang gue butuhkan untuk melupakan makhluk kemlinthi ini?

"Mas, sek talah. Bukan yang itu. Punya Mas Liam yang ini."

Sri mencegah waktu gue mau ngambil salah satu dari lima cangkir chamomile tea yang sudah diseduh dan siap di meja makan. Dia menariknya kembali dan menukarnya dengan cangkir lain.

"Kenapa?"

Dia tersenyum. Kecil, sih, tapi nggak rela gue bagi dengan siapapun. "Yang lain aku kasih gula, kecuali yang ini, kan Mas Liam ndak suka manis."

Usaha terbaik yang bisa gue lakukan adalah menahan diri dari interaksi nggak penting-penting amat, contohnya, berterima kasih.

Tanpa berkata apapun, gue membawa cangkir itu dan memilih duduk di kursi meja makan terjauh dari dia. Masih dengan senyum itu, dia sibuk membagikan teh yang lain untuk Papa, Mama, dan Abang. Dia nggak tahu senyum itu adalah sumber dosa dia ke gue. Lebih berdosa lagi karena dia sengaja menyiapkan teh tanpa gula khusus gue.

Sri, kenapa lo harus ingat hal-hal kecil tentang gue ketika harusnya gue pergi dari lo?

Please, Tuhan, gue rela melakukan apapun asal gue accepted di NUS, segera angkat kaki dari rumah, dan move on dari Sri.

***

Usaha lain gue buat menghindari Sri adalah dengan tidak di rumah pas weekend. Nggak ada tujuan pasti karena gue cuma wandering around ke manapun motor membawa gue. Just in case gue menemukan spot nyaman buat ngetik, gue membawa serta laptop dan notebook dalam ransel.

"Mas Liam!"

Gue memejam sesaat dan menahan napas. Baru saja gue menuruni anak tangga terakhir, Sri berlari menghampiri dengan buku dan pensil di tangannya. Matanya menyapu gue dari bawah ke atas.

"Mas mau keluar?"

Gue tersenyum dan mengangguk.

"Nanti aja, deh."

"Gue nggak buru-buru. Tanya apa?" Lirikan gue menunjuk buku Matematika dia.

Yang dia tanyakan tentang jembatan keledai identitas trigonometri. Katanya, di internet banyak metode ganti-lirik-lagu, tapi dia justru bingung menerapkannya. Jadi gue kasih shortcut bikinan gue sendiri, entah dia paham atau nggak, terserah. Ya, gue belajar bersikap bodo amat sama cewek ini.

"Kalau lo sulit menghapal satu-persatu, lihat mereka sebagai satu paket. Satu kesatuan besar. Empat rumus ini ada polanya, bisa lo tulis sekaligus. Tulis ke bawah, sin sin cos cos, alfa, beta ... plus, minus ...."

Wait. Gue terdiam karena alih-alih buku, yang Sri perhatikan justru gue.

Lebih tepatnya, dia merhatiin outfit gue dengan saksama sampai nyureng. Gue cuma mengenakan kaus hitam dilapisi outer kemeja tartan dengan lengan digulung sesiku. Dia juga mengendus tubuh gue. Padahal deodoran dan perfume gue nggak berbeda dari sebelumnya, masih Sauvage by Dior. Di mana anehnya?

My Adorable Sister (MAS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang