43: The Call

131 14 5
                                    

Sorry for typo, happy reading...




-




Jihyun tidak tahu apakah keputusan Doyoung bekerja di kantor itu baik atau tidak. Meskipun Jihyun mengerti bahwa pekerjaan apapun pasti memiliki resiko yang tidak dapat dihindari. Di dunia ini tidak ada cara instan menghasilkan uang tanpa menempuh kerja keras. Ya... walaupun jika ada, itu pasti bukanlah jalan yang baik.

Bicara soal pekerjaan, Jihyun juga paham betul semenjak menikah hanya mengandalkan Doyoung sebagai mesin pencari uang. Sebagian orang pernah berkata padanya jika Jihyun adalah istri yang beruntung karena mendapat suami perhatian seperti Doyoung.

Well, itu ada benarnya juga sih. Doyoung memang melarangnya untuk bekerja, tapi dia bukan seorang suami yang selalu melimpahkan segala sesuatu kepada istri. Dari awal menikah, dikala sibuk pun Doyoung selalu berusaha menyempatkan diri untuk berbagi tugas rumah dan mengurusi semua kebutuhan mereka berdua.

Doyoung tidak pernah marah jika Jihyun kadang teledor dalam mengerjakan beberapa hal— tidak marah sih, kadang ngegas dikit hehe. Pria itu selalu sabar dan mengajari sesuatu yang belum Jihyun ketahui. Tidak pernah menuntut apapun dan selalu mementingkan istri dibanding dirinya sendiri. Jihyun berkali-kali merasa beruntung, seharusnya tidak ada lagi hal-hal lain yang mengganggu pikirannya dan tinggal menikmati hidup sebagai nyonya besar seperti wanita-wanita lain bukan?

Seharusnya sih, begitu ya...

Tapi sepertinya otak Jihyun itu memang telah diciptakan untuk selalu overthinking. Semenjak Doyoung bekerja di kantor, kegundahan kecil bermunculan di dalam hatinya. Entah ini pantas disebut resiko pekerjaan atau tidak, yang jelas Jihyun tidak nyaman dengan kebiasaan Doyoung akhir-akhir ini.

"Udah? Nunggu lama ya?"

Tidak menjawab, Jihyun hanya menghembuskan napas pendek. Tangannya menyendok nasi ke piring lengkap dengan lauk, lalu menggeser untuk Doyoung sebelum mengambil untuk porsinya sendiri.

"Setengah jam sih kira-kira. Makanannya udah agak dingin sekarang."

"Gapapa, bakal tetep enak kok."

"Sian yang nelpon?"

Doyoung hanya mengangguk jawaban.

Pertanyaan itu lagi-lagi Jihyun tanyakan, padahal dia juga tahu jika orang yang menelpon Doyoung tadi pasti tak jauh dari perihal pekerjaan di kantor. Setiap Doyoung mendapat panggilan penting itu pasti Jihyun selalu dengar. Doyoung tidak pernah menerimanya secara sembunyi-sembunyi, paling pergi ke ruang kerja jika harus dibarengi mencari berkas yang ditanyakan lawan bicaranya.

Sejujurnya Jihyun sudah mulai bosan melihat pemandangan itu dan inilah kebiasaan yang Jihyun maksud. Mungkin kedengaran berlebihan tapi...

Ddrrrrtttt.... Drrrtt....

"Ya, Sian? Kenapa?"

Bahkan acara makan malam mereka belum sampai sepuluh menit berlalu, panggilan yang sama kembali menyambangi ponsel pintar milik suaminya. Doyoung memilih menempelkan benda itu ke telinga ketimbang menyelesaikan makanannya terlebih dahulu. Jihyun hanya menatap dalam diam.

"Jangan besok, coba tolong diskusikan lagi sama Pak Siwon supaya bisa meeting di hari rabu."

"....."

"Minggu ini jadwal apa aja?"

"....."

"Kalo bisa usahakan hari itu tetap ada pertemuan. Kalo enggak, kamu atur di hari lain tapi jangan ganggu jadwal yang udah dibikin sebelumnya."

Just Married: Our New Life | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang