"cape sih tapi masih bertahan is another level of goblok"
◇ʰᵃᵖᵖʸ ʳᵉᵃᵈⁱⁿᵍ◇
burung burung berkicau melewati balkon kamar vania, Vania merasa kepalanya seperti dilempari oleh batu batuan besar
gadis itu mengambil termometer dan menembakannya di tepat depan dahinya
vania membalik termometernya dan melihat nomor suhunya, kini suhunya 39,1
"efek gue minum obat kemarin deh" ucap pelannya "tapi kok gue ga mati ya" sambungnya
vania memaksa dirinya sendiri untuk bangkit dari kasur, walaupun rasanya seperti ingin jatuh dia tetap berjalan ke kamar mandi nya
vania memegang gagang pintu agar dirinya tak terjatuh ke lantai
tapi hasil nya sia sia, dia merasa penglihatannya gelap, di saat itu juga dia pingsan.
bi rani heran, tumben sekali vania tak turun kebawah untuk sekolah, biasanya sekitar 10 menit yang lalu gadis itu selalu menyapa bi rani saat menyapu lantai, perasaan bi rani tak enak dengan cepat bi rani menaiki tangga dan membuka pintu kamar vania
"non" panggil bi rani saat melihat kasur vania kosong
"non vania!" bi rani terkejut ketika menemukan vania sudah terlentang di lantai
bi rani menggendong vania untuk di letakkan di kasur vania
bi rani menuruni tangga dan menghampiri Alex yang akan berangkat ke kantor nya
"tuan" panggil bi rani menunduk
"kenapa bi?" tanya alex yang sedang memasang dasi nya
"non vania pingsan di kamar mandi" ucap bi rani khawatir
"anak itu sudah mati?" tanya alex menaikkan satu alisnya
"m-maaf tuan, non vania panas sekali apa lebih baik di bawa ke rumah sakit saja?" tanya bi rani
"saya ga ada waktu, dan saya juga tidak mau mengeluarkan uang hanya untuk vania bertahan hidup" alex meninggalkan bi rani
bi rani menatap punggung alex sudah menjauh, dia tak memikirkan ucapan alex tadi
bi rani mengambil handuk kecil dan mangkuk yang berisi air hangat, dia mengompreskan handuk kecil di atas dahi vania
bi rani mengelus pelan lengan vania "non, maafin bibi ya, bibi ga bisa jaga kamu sesuai permintaan bunda kamu"
perlahan lahan mata vania terbuka "bi" lirih vania
"gimana keadaannya non?" tanya bi rani
vania tersenyum "ga papa kok bi"
"bibi buatin bubur dulu ya" ucap bi rani
vania hanya membalas dengan anggukan
gadis itu menatap langit kamarnya "Bunda, dulu ayah paling khawatir saat vania sakit, sekarang? ayah orang yang paling ga peduli saat vania sakit" dia tersenyum, tetapi airmata nya tak berhenti mengalir
angin malam terasa menusuk tulang vania, kini tepat di malam hari gadis itu duduk di balkonnya
dia menatap bangku di sebelahnya, ingatan itu kembali menghantuinya, tepat seminggu sebelum gavin tiada
"𝘉𝘢𝘯𝘨, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘪𝘯 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 𝘺𝘢" 𝘶𝘤𝘢𝘱 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘵𝘪𝘣𝘢
"𝘭𝘰𝘩 𝘬𝘰𝘬 𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘪" 𝘨𝘢𝘷𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘦𝘳𝘢𝘯
"𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘢𝘫𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘨"
𝘨𝘢𝘷𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘳𝘪 𝘫𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 "𝘥𝘦𝘬, 𝘶𝘮𝘶𝘳 𝘨𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘶, 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘶𝘥𝘢 𝘨𝘢 𝘢𝘥𝘢, 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘢𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘭𝘢𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭"
"𝘪𝘴𝘩 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘰𝘬 𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 𝘨𝘪𝘵𝘶"
"𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘬𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪𝘰 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘪𝘬, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨" 𝘨𝘢𝘷𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘭𝘶𝘴 𝘱𝘶𝘯𝘤𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢
"𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨" 𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘣𝘢𝘴𝘢𝘩
𝘨𝘢𝘷𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘴𝘢𝘱 𝘢𝘪𝘳 𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢 "𝘷𝘢𝘯𝘪𝘢, 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘪𝘮𝘱𝘪, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪"
dia tak tau berapa kali menangis dalam sehari ini, matanya sudah bengkak
bi rani berkali kali mengingatkan vania untuk berhenti menangis, tapi apa yang di lakukan vania dia hanya mengangguk tapi masih melakukannyadia memeluk boneka gurita yang di berikan calvin "bang, Maafin vania ya belum bisa bahagia in ayah dengan cara vania, tapi vania berusaha bahagia in ayah dengan cara ayah" lirih vania
•••
•••
•••
•••
•••
•••
•••𝙏𝘽𝘾
@nauraihsya
@vaniarlst
@calvinezpr
KAMU SEDANG MEMBACA
VANIA [SELESAI]
Teen Fiction⚠️SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW⚠️ ⚠️JANGAN SAMPAI KETINGGALAN VOTE+KOMEN⚠️ {DALAM TAHAP REVISI} Cerita ini bercerita tentang seorang gadis yang kehilangan kebahagiaannya. Gue gabakal nyerah sampai yang diinginkan ayah tercapai. -Vania Ralista Metta Sesu...