Waktu sudah menunjukkan jarum pendek di angka sebelas saat Anin memasuki rumahnya. Dia melangkah perlahan takut mengganggu penghuni rumah yang sudah beristirahat. Namun, dugaannya salah, saat dia sampai di ruang keluarga ternyata mamanya masih sibuk di depan laptop. Memang sudah sejak dua tahun lalu wanita yang sudah melahirkan Anin itu memutuskan untuk pindah bersama anak perempuannya.
"Kok tumben baru pulang?" tanya Ratna- mama Anin.
"Iya, lagi ada sedikit urusan," sahut Anin kemudian wanita itu duduk di sebelah mamanya.
Wanita setengah baya itu menatap anaknya. "Kamu lagi ada masalah?"
Anin diam tak berniat menjawab pertanyaan mamanya, bukannya mau bersikap tidak sopan. Tapi, dia tak ingin mamanya ikut kepikiran.
"Anin, jawab mama, Nak. Kamu ada masalah apa?"
Ya memang sejak dulu Anin tidak pernah bisa membohongi mamanya."Iya, tapi belum bisa cerita sekarang, Anin capek ma mau istirahat besok pagi saja Anin cerita.
"Ya udah kamu istirahat aja dulu. Tenangin pikiran kamu. Inget ada mama yang akan selalu bersama kamu."
"Mama juga istirahat jangan begadang terus," ucap Anin kemudian menaiki tangga menuju ke kamarnya setelah sebelumnya mencium pipi sang mama.
**
"Nda, Langit berangkat dianter sama mbak naik sepeda aja ya," pinta Langit ditengah kunyahan menikmati nasi goreng kesukaannya.
"Dianter nda aja ya. Kasian mbaknya masih banyak kerjaan," bujuk Anin.
"Ah, nda nggak asik. Langit tuh udah janjian sama Cla nda. Cla juga dianter sama mbaknya." Raut anak berusia empat tahun itu tiba-tiba murung dan itu membuat dua orang dewasa di depannya tidak tega melihatnya.
Clarisa atau yang sering Langit panggil Cla adalah tetangga mereka. Rumah mereka hanya berjarak satu rumah. Memang Langit cukup dekat dengan Clarisa karena mereka seumuran dan bersekolah di tempat yang sama.
"Udah sih Nin biarin aja. Kerjaan mbak kan bisa dilanjutin nanti, lagian sekolahnya deket ini," ujar Ratna yang tidak tega melihat mata cucunya yang mulai berkaca.
"Ya udah sana tanya mbak, mau nggak mbak anter langit," perintah Anin yang membuat wajah anaknya itu kembali ceria.
Langit menghampiri Sari- Asisten rumah tangganya. Anin Cuma mempekerjakan satu orang di rumah ini. Karena memang rumahnya tidak begitu besar. Lagi pula Langit juga sudah tidak begitu merepotkan sehingga asisten rumah tangganya bisa membantu mengasuh Langit.
"Mbaaaaaak. Mbak anterin Langit sekolah ya. Mau ya mbak ya," rengek Langit sambil menarik-narik tangan Sari.
"Emang diizinin sama bunda?"
Langit menganggukkan kepala dengan senyum cerah terlukis di wajah tampan anak itu.
"Ya udah mbak anter, tapi Langit habisin dulu sarapannya," ucap Sari lembut sambil mengusap kepala Langit sayang karena dia juga sangat menyayangi anak majikan sudah dia anggap seperti anak sendiri. Karena memang sejak Langit lahir Sari yang membantu Anin mengasuh anak balita itu. Apalagi Langit anak yang cukup pengertian dan tidak bandel jadi Sari semakin menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHITA STORY (TAMAT)
ChickLit[Selesai] Gimana sih rasanya sahabat yang sudah menemani lebih dari setengah umurmu dan yang paling kamu percaya, ternyata tanpa sengaja menghancurkan hidupmu? Sedih? Pasti. Sakit? Jelas. Benci? Harusnya begitu, tapi kalau dia juga adalah laki-laki...