Selesai mandi aku tiduran di ruang depan sambil mengotak atik ponsel untuk delivery makanan. Setelah menyelesaikan orderan, kupejamkan mata sebentar, mencoba melepas rasa lelah setelah seharian bekerja.Pikiranku menerawang saat pertemuanku dengan Mas Bagas. Dia masih seperti dulu, laki-laki yang ramah, baik dan gak sombong. Padahal, dia salah satu idola di kampus, tapi tetap ramah ke semua orang. Dulu saat aku melihat senyum manis itu bisa membuatku senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Ya, aku pernah jatuh cinta sama dia sebelum menyadari perasaanku kepada Dion.
Saat sedang melamun, tiba-tiba suara dering ponsel membuyarkan lamunanku. Saat kulihat ternyata Mama yang menelpon.
"Assalamuallaikum, Ma."
"Wallaikumsallam, Sayang," sahut Mama kalem. "Kamu kapan pulang? Mama kangen. Udah hampir dua minggu lho kamu gak pulang," protes Mama di seberang sana.
"Minggu ini Anin pulang, Ma. Kemaren Anin sibuk banget tau sendiri kalau akhir bulan kerjaan lagi hectic-hecticnya." Aku mencoba menutupi apa yang sebenarnya terjadi.
"Kamu baik-baik saja kan, Nak? Akhir-akhir ini pikiran Mama kayak ada yang ngeganjel." Begitulah naluri seorang Ibu pasti kuat, walaupun aku berbohong suatu saat pasti Mama akan tau. Itulah alasan kenapa minggu kemarin aku lebih memilih untuk tidak bertemu Mama.
"Anin baik-baik saja, Ma. Mama jangan terlalu banyak pikiran." Aku mencoba menenangkannya.
Terdengar Mama mengebuskan napas pelan. "Ya gimana gak kepikiran punya anak perawan malah milih tinggal sendiri daripada tinggal bareng Mamanya," ucapnya kesal. Tapi, aku tau Mama tidak marah itu hanya pancingan agar aku mau tinggal di rumah.
Sebenarnya bukan aku tidak mau tinggal di rumah, tapi jarak dari rumah ke kantor cukup jauh. Apalagi kalau kena macet bisa-bisa tiap hari aku telat. Lagipula semenjak Papa meninggal Mama jarang ada di rumah karena sibuk mengurus perusahaan yang Papa tinggalkan.
Mama sudah lama memintaku untuk membantu di perusahaan, tapi aku masih butuh banyak pengalaman untuk bisa mengelola perusahaan itu. Kalaupun kerja di sana pasti akan mendapatkan perlakuan istimewa dan aku gak mau seperti itu. Bagiku dengan kerja di tempat orang lain aku bisa benar-benar berproses belajar dari nol dan menikmati proses yang sesungguhnya.
"Ya kan Mama tau jarak dari rumah ke kantor Anin jauh banget," sahutku membela diri. "Udah Mama tenang aja, entar hari jum'at pulang ngantor Anin langsung pulang."
" Awas kalau gak pulang Mama wisuda jadi anak kamu," canda Mama. "Kalau gitu udah dulu ya, Mama bentar lagi mau ketemu klien, kamu hati-hati di sana."
"Iya Mama sayang. Mama juga jangan kerja terlalu capek. Anin sayang Mama. I love you, Ma."
" Mama juga sayang banget sama Anin. Kalau Anin sayang Mama cepet bantu Mama urus perusahaan," ucapnya sambil terkekeh.
"Iya, nanti kalau kalau udah waktunya."
"Ya udah kamu kalau ada apa-apa bilang Mama," pesannya sebelum mengakhiri pembicaraan.
"Iya, Mama sayang," sahutku, setelah itu Mama menutup telepon.
Walaupun kami tidak tinggal bersama hubunganku dengan Mama masih tetap dekat. Sebisa mungkin kami saling menghubungi walaupun tidak setiap hari karena kami memiliki kesibukan masing-masing. Apalagi Mama sebagai pemimpim sebuah perusahaan waktunya banyak tersita untuk pekerjaan.
Aku sangat bersyukur terlahir dari rahim beliau. Seorang wanita yang kuat, tapi hatinya sangat lembut. Beliau selalu mendukung keputusanku jika menurutku itu baik, dan aku bisa bertanggungjawab atas keputusan yang kuambil. Beliau tidak pernah memaksakan keinginananya kepadaku seperti orangtua pada umumnya yang selalu menuntut anaknya menjadi sesuai keinginan mereka. Aku berharap kelak aku bisa menjadi ibu seperti beliau.
**
Aku terburu-buru masuk kamar mandi setelah melihat jam dinding sudah pukul setengah tujuh. Sial, aku kesiangan gara-gara semalem video call sama Mika sampai lupa waktu. Maklum, selama ini kita sama-sama sibuk jadi saat ada kesempatan video call, kita sering kebablasan.
Setelah selesai memulaskan bedak dan sedikit blus on, serta memoleskan lipcream tipis di bibirku. Aku bergegas keluar. Bodo amatlah gak sarapan dari pada harus telat ngantor, pikirku.
Untung ojek online hari ini agak bersahabat, tak berapa lama aku memesan, Abang ojeknya udah sampai di depanku. Tanpa membuang waktu aku naik di boncengannya.
Kuembuskan napas lega setelah sampai di lobi kantor. Hari ini aku harus lebih banyak bersyukur, selain karena ojek online sedang bersahabat, jalanan pun tidak begitu macet. Sehingga saat tiba di kantor aku belum telat.
Aku melangkah tergesa menuju ruanganku. Baru saja aku mendudukkan bokong terdengar suara Mas Anton meledekku.
"Tumben kesiangan, Nin. Pasti semalem gak bisa tidur ya," ledekknya dengan senyum menggoda.
Aku menatapnya bingung. "Maksudnya gimana sih?" tanyaku cuek.
"Kan kamaren habis dianter cowok ganteng." Kali ini suara Kinan sambil cekikikan.
"Apaan deh ngaco, biasa aja tuh," sahutku sambil membuka beberapa dokumen yang harus aku kerjakan.
"Siapa tau CLBK, cinta lama belum kelar, hehehe." Mas Anton kembali meledekku. Ya, memang waktu Mas Bagas saat ke divisiku dia bercerita kalau dulu kita satu kampus, tapi beda angkatan.
"Apaan sih. Pada ngaco ngomongnya. Lagian kalian dapet berita dari mana. Update bener dah kek lambe turah aja," ucapku sambil menggelengkan kepala. Heran sama dua manusia ini padahal mereka makhluk yang paling cuek giliran aku yang digosipin diledek terus.
"Yah, Nin. Kek gak tau cewek di sini aja kalau berhubungan ma cowok ganteng beritanya cepet nyebar. Apalagi Bagas kan sekarang lagi jadi idola," sahut Mas Anton cengengesan.
Aku hanya menggukkan kepala. Memang benar yang dibilang Mas Anton pegawai wanita di sini update kalau masalah cowok ganteng.
"Iya juga sih dia kan ganteng ya," ucapku terkekeh. "Udah kalian gak usah ngeledek lagi, gue mau kerja. Udah kesiangan masih diledekkin pula," protesku yang hanya ditanggapi dengan tawaan oleh mereka berdua. Juga terdengar suara tawa pelan teman-teman yang lain.
Setelah acara meledekku. Ruangan kembali hening, hanya terdengar suara keybord. Karena kami mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Ya, terkadang aku bersyukur bisa bekerja di tim ini. Karena orang-orang di ruangan ini rata-rata cuek akan gosip yang santer atas apa yang terjadi di kantor. Jadi aku merasa cukup nyaman apalagi aku juga termasuk orang yang gak suka ikut campur urusan orang lain.
9 juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHITA STORY (TAMAT)
ChickLit[Selesai] Gimana sih rasanya sahabat yang sudah menemani lebih dari setengah umurmu dan yang paling kamu percaya, ternyata tanpa sengaja menghancurkan hidupmu? Sedih? Pasti. Sakit? Jelas. Benci? Harusnya begitu, tapi kalau dia juga adalah laki-laki...