Part 13

2.6K 170 47
                                    


Hueeekkk... Hueeekk...!
Aku kembali mengeluarkan isi perut, tapi yang keluar hanyalah cairan. Entah kenapa beberapa hari ini aku sering mual parah. Memang akhir-akhir ini pekerjaanku sangat menyita waktu hingga kadang membuat lupa makan. Mungkin asam lambungku naik.

Dengan langkah gontai aku keluar dari toilet setelah rasa mual itu mulai reda. Kemudian menuju pantry. Mungkin secangkir teh hangat bisa membantu meredakan mual.

“Lo sakit, Nin,” tegur Kinan yang sedang mengaduk kopi di pantry.

“Mungkin, keknya maag gue kambuh deh beberapa hari ini sering banget mual.”

“Udah gue bilangin kan jangan telat makan. Ngejar kerjaan gak bakal ada habisnya, Nin. Entar kalau lo sakit lo sendiri yang susah,” omel Kinan. Dia emang care banget sama aku. Kalau tau aku sakit dia cerewetnya bisa ngalah-ngalahin Mama.

“Ya, gimana. Deadline  tinggal dua hari lagi kalau gak kerja cepat bisa kena semprot big bos lagi kita,” kekehku sambil membuat secangkir teh.

Kinan memutar bola matanya malas. “Lo mah kalau dibilangin susah emang. Serah lo aja deh. Dasar keras kepala,” ucapnya kemudian pergi meninggalkanku, tapi baru beberapa meter langkahnya terhenti dan kembali menghampiriku.

“Kenapa?” tanyaku saat sadar dia udah di sebelahku.

“Lo masih ada stok pembalut gak? Gue tadi buru-buru lupa gak bawa.”

“Gak bawa lah gue kan gak lagi dapet tamu.”

“Bukannya biasanya lo dapet duluan baru gue ya, Nin?” tanyanya dengan wajah bingung seperti berpikir.

Deg, aku baru menyadari kalau bulan ini memang belum kedatangan tamu. Hatiku mulai gelisah pikiran-pikiran buruk mulai menghantui.

“Atau jangan-jangan lo hamil. Tapi gak mungkin kan lo jomlo,” selorohnya santai. Berbanding terbalik dengan pikiranku yang sudah mulai kacau.

“Dih, kok lo tegang. Santai aja selama lo gak bikin ya gak bakal hamil. Mungkin karena efek kecapean dan dikejar deadline jadi siklusnya berantakan gak kayak biasanya.” Kinan menepuk pundakku santai. “Atau jangan-jangan lo pernah bikin,” godanya sambil terkekeh.

“Ngaco, gak lah. Udah sono balik kerja gue masih pengen minum teh di sini dulu,” ujarku berusaha tenang. Gak ingin Kinan berpikiran aneh-aneh, karena aku belum siap menceritakan semuanya.

Kinan pun meninggalkanku sendirian. Pikiranku terus berkecamuk. Ya Allah kalau aku beneran hamil apa yang harus kulakukan? Tapi semoga aja ini hanya karena efek kecapean dan banyak pikiran seperti yang dibilang Kinan tadi.

**

Akhirnya hari ini bisa kulewati, walaupun rasa mual itu belum sepenuhnya hilang. Aku segera membereskan meja kerjaku saat jam sudah menunjukkan hampir setengah lima sore.

Saat aku sibuk membereskan beberapa dokumen, tanpa kusadari Mas Bagas sudah berada di depan kubikelku.

“Udah selesai?” sapanya dengan senyum manis yang terlukis di bibirnya.

“Udah, ayo,” ajakku sambil beranjak dari kursi saat kurasa meja kerjaku sudah cukup rapi.

Ya, tadi pagi dia bilang akan mengajakku pergi saat pulang kantor. Aku menyanggupinya karena gak enak juga mau menolaknya.

“Memang mau ke mana sih, Mas?” tanyaku setelah memasuki mobilnya.

“Ada deh, nanti kamu tau sendiri,” sahutnya sambil terkekeh.
Memang sejak dia mengajakku pergi waktu itu hubungan kita semakin dekat. Tak jarang dia mengantarku pulang. Dan juga perhatian-perhatian kecil yang dia berikan. Aku bukan anak abg yang tak tau maksud dari sikapnya akhir-akhir ini, tapi aku tak mungkin juga menjauhinya tanpa alasan.

ANINDHITA STORY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang