13

391 51 18
                                    

Jimin mengejar Seulgi yang sedang marah. Ia tau akan terjadi hal seperti ini terlebih ketika mengetahui Seulgi bersama Seungwan berada di tenda yang sama. Meski dalam kegelapan, Tidak sulit bagi seorang Park Jimin menemukan keberadaan Seulgi. Jimin membuka kunci layar ponselnya. Ia lalu mencari menu senter dan mengarahkan flash yang menyala sebagai senter tersebut ke balik pohon besar.

"Seratus persen," ucap Jimin sembari mengatur nafas. "Seratus persen aku yakin, orang yang lewat sini akan kabur melihatmu."

Seulgi enggan menoleh ke arah Jimin.

Jimin menghela nafas. Ia duduk di dekat Seulgi. "Kau tak takut? Ini hutan."

"Belum sampai dalam," sahut Seulgi lalu memalingkan wajahnya dari wajah Jimin. Ia tau jika kekasihnya itu tak mengalihkan sedetikpun perhatian darinya.

"Tapi tetap saja. di sini tak ada siapapun. Jika ada yang melihatmu pasti mereka mengira kau adalah penjaga pohon besar ini," Jimin mendongak ke atas. Ia bergidik ngeri. Bibir sialan. Bagaimana jika benar-benar pohon besar itu ada penunggunya?

"Aku yakin kau ketakutan," ucap Seulgi.

Jimin hanya berdehem. "Kembali ke tenda? Ini sudah malam. Besok kita masih harus mencari rumah itu untuk menginap selama di sini. Aku khawatir kau kelelahan."

"Tidak mau. Aku muak melihat wajah Seungwan."

"Seul..."

"Jangan paksa aku Jim!"

Okey. Kali ini Jimin tak bisa memaksanya. Harus membiarkan suasana hati Seulgi membaik terlebih dahulu.

"Oh, aku punya ini," Jimin mengeluarkan sesuatu dari jaketnya. "Kau tau kan aku satu tenda dengan Lee Hoseok? Si wajah tanpa ekspresi. Aku sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Jadi, aku bawa ini," Jimin meraih tangan Seulgi dan meletakkan masker penutup mata berwarna hitam dengan garis luar kuning.

"Untuk apa?" kali ini Seulgi menoleh pada Jimin.

"Kita kembali ke tenda. Aku akan minta Yerim berada diantara kau dan Seungwan. Lalu kau bisa tidur menggunakan ini."

"Tetap saja..."

"Tetap saja kau akan mencoba menolak," Jimin memutus perkataan Seulgi. "Tapi baby, perlu kau ingat. Kau butuh energi untuk besok."

Seulgi tersenyum. Inilah kekuatan Jimin. Tak mudah menyerah untuk membujuknya. Tak merasa lelah sedikitpun meski Seulgi seringkali menolak. Cara dan kata yang Jimin keluarkan untuk membujuk Seulgi membuat Seulgi luluh. Jujur, Seulgi memiliki hati yang keras dan sulit ditaklukan. Jimin mendekati sosok Seulgi bukanlah perkara yang mudah. Hingga akhirnya setelah menghabiskan banyak waktu, Seulgi menerima kehadiran Jimin sebagai lelaki.

"Tiga puluh menit."

Jimin mengangguk. Ia mengatur alarm untuk tiga puluh menit lagi lalu menepuk bahunya. Seulgi segera meletakkan kepala di bahu Jimin.

"Masih dingin? Pakai jaketku?"

Seulgi menggelengkan kepala. "Kau bisa mati kedinginan jika memberikan jaketmu untukku."

"Mati demi kau, aku tak menyesal."

"Gombal. Kalau kau mati sekarang, berarti aku nanti dengan yang lain. Aku mudah melupakan orang, huh."

Jimin mendelik kesal. Ia lalu mengapit Seulgi. Gadis itu merasa kesal karena tiba-tiba lengan Jimin mengapit lehernya.

"Park Jimin, lepas!"

"Kau mau melupakanku dan bersama yang lain? Berani-beraninya, Lee Seulgi!" tangan Jimin yang masih bebas menarik hidung Seulgi.

"Sakit, Jim!"

Problematic Family {{BangtanVelvet}}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang