GANEETA 21

50.8K 5.9K 1.1K
                                    

Jangan lupa vote dan komen :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komen :)

_________________________________________

***

Neta memasuki kamarnya dengan dengan sorot mata sayu. Ia mendudukan dirinya dipinggiran kasur, lalu tanganya terulur mengambil pigura foto kecil di atas nakas tempat tidur.

Neta tersenyum sendu melihat foto Dela dan maminya yang ia satukan dalam satu bingkai foto.

Tes!

Setetes air mata jatuh tepat di atas foto itu. Lagi! air mata Neta terus mengalir tanpa bisa ia cegah, dan tanpa suara sedikitpun. Satu tangannya terangkat memegang dadanya sendiri, ia memejamkan mata mengingat senyum bahagia Abra dan Galen ketika mendampingi Lisa tadi.

Sesak!

Semakin Neta mengingat senyum
ke-dua pria itu, semakin sesak pula dadanya.

"Bagaimana mereka bisa sebahagia itu diatas penderitaan aku dan Dela Mi?" lirih Neta.

"Bagaimana papi bisa begitu tega menyakiti Neta untuk yang kesekian kalinya---- Luka lama Neta bahkan belum sembuh sepenuhnya hiks."

"Mi..."

"Neta capek,"

"Kenapa harus Neta yang rasain semua ini?!"

Neta terus menangis sambil memukuli dadanya, berharap rasa sesak yang ia rasakan bisa berkurang.

Sementara dari celah pintu kamar yang tak tertutup rapat. Disana, Gara berdiri dengan tatapan mata sedih ke-arah Neta.

Tadi, setelah mendengar perkataan pelayan jika Neta sudah pulang. Gara dengan semangat langsung naik kelantai tiga untuk menemui sang kakak. Tapi, dirinya malah mendapati Neta menangis seorang diri. Gara pikir, Neta adalah sosok yang kuat. Tapi ternyata dirinya salah, Neta hanya berpura-pura kuat.

Gara menggepalkan tangan kecilnya ketika melihat punggung Neta bergetar karena menangis tanpa suara.

"Maafkan Gara kak Neta. Jika saja Gara bukan anak kecil, Gara pasti akan melindungi kakak. Tolong beri Gara waktu untuk menjadi lebih dewasa dan melindungi kakak. Gara menyayangi kakak." batin Gara.

Gara menarik pelan pintu kamar Neta agar tertutup rapat, kemudian berbalik dan melangkah pergi.

***

Neta terus saja menangis tanpa henti. Gadis itu bahkan mulai merasakan sakit pada kepalanya karena terlalu lama menangis.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pertanda ada panggilan masuk.

Neta melirik ponselnya, kemudian mengangkat panggilan itu.

"Halo?" sahut Neta dengan suara serak.

GANEETA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang