Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hallo beb!!!
Makasih untuk 760k pembaca dan 130k vote yah!!!^^
Sebelum baca ayo vote dulu!!!
Selamat malam Minggu beb!^^
_________________________________________
***
"Kamu harus pulang."
Rangi menatap Ragas dengan santai lalu berkata. "I want to live here with Neta."
Mendengar jawabannya, Ragas menghela napas pelan dengan sorot mata tak berdaya. "Tidak bisa Rangi."
"Why not?!"
"Bundamu terus menelpon om untuk segera memulangkan kamu ke Indonesia, Bundamu bahkan mengancam akan datang menyusul ke sini dan menyeret om untuk ikut pulang juga, brengsek!" Ragas mengumpat diakhir, untuk menunjukkan kekesalannya.
Ragas benar-benar dibuat frustasi oleh kakak iparnya yang terus saja menerornya, dan semua itu karena bocah sialan didepannya ini. Rangi hanya izin untuk berlibur selama dua minggu di Paris, tapi ini sudah dua bulan dan bocah ini belum ada niat untuk pulang sama sekali.
Sebenarnya Ragas sangat senang dengan kehadiran Rangi, terlebih saat melihat bahwa dia sudah akrab dengan Neta. Tapi, yang menjadi masalahnya adalah kakak iparnya tak bisa berpisah lama-lama dengan anak tunggalnya ini, dan Ragas juga tidak tega jika mendengar suara tangis kakak iparnya karena sudah sangat merindukan anaknya.
"Rangi, om senang karena kamu sudah menemani Neta selama ini, Tapi bundamu juga penting. Kamu lebih baik pulang dulu dan membicarakan ini baik-baik dengan kedua orang tuamu. Jika mereka setuju, om akan dengan senang hati menerima kamu disini, dan tinggal bersama om."
Rangi membuang muka dan menghebuskan napas lelah. "Om harusnya tahu, bunda gak akan setuju." Dia sangat mengenal bundanya, dia bisa memastikan bahwa bundanya pasti akan langsung menolak. Untuk alasan berlibur ke-Paris selama dua minggu saja bundanya harus dia rayu selama sebulan ditambah dengan ayahnya, apalagi jika dia tiba-tiba berkata ingin menetap di Paris, sangat tidak mungkin bagi bundanya untuk setuju.
Ragas mengangguk acuh kemudian berkata. "Terserah, itu urusan kamu, jangan libatkan om." dia mengangkat tangan pertanda menyerah. "Om tidak akan pernah bisa menang melawan bundamu, ayahmu saja kalah apalagi om"
