Enmity

78 12 5
                                    

"Jika aku terdesak untuk mengatakan mengapa aku mencintainya, aku merasa satu-satunya jawabanku adalah : Karena itu dia, Karena itu aku."

-Michel De Montaigne-






🥀🥀🥀






Sudah hampir 96 jam berlalu sejak kepergian seorang dari kota mode itu. Setelah satu pesan yang dikirimkannya waktu ia sampai ditujuannya sebuah kalimat yang menurut Rachel begitu menggelikan namun tetap saja ia tak bisa mengabaikannya. Sayangnya itu adalah kalimat terakhir yang masuk dari nomor orang tersebut setelah genap empat hari bahkan kini nomor itu tak dapat dihubungi.

Jika sudah kehabisan kesabaran mungkin Rachel akan melayangkan segala macam sumpah serapahnya pada pria bernama Alfard Rezman. Bagaimana tidak, bisa kalian fikirkan sendiri bagaimana orang itu tak pernah mau diabaikannya tapi kini malah dia yang mengabaikan Rachel.

Persetan dengan Rezman satu itu.

Rachelpun memilih meletakkan ponselnya dan kembali fokus pada materi sidangnya nanti, ia memang tengah berada di perpustakaan kampus untuk mencari materi untuk melengkapi persiapan sidang terakhirnya. Bisa-bisa tak selesai jika harus mengurusi Rezman labil itu, ia berulang kali memijat keningnya dan sibuk dengan laptop dan buku-buku tebal itu. Sampai sebuah cup minuman diletakkan begitu saja disamping tangannya. Rachel menatap cup minuman itu sebentar lalu menoleh mendapati Arloey sudah duduk disana.

"Sudah sore kau tak ingin pulang?" Tanyanya.

Rachel tersenyum dan mengambil minuman yang diberikan Loey, "Ada beberapa materi yang belum aku masukkan, kau tak keberatan kan menunggu sebentar lagi ?" Ia meneguk minuman itu sampai setengah.

"Sepertinya dua jam kau di tempat ini satu jamnya kau habiskan dengan ponselmu itu." Selidik Arloey.

"Jangan sok tahu !" Elak gadis itu lalu beralih pada rak buku yang berada tak jauh darinya.

Beberapa saat Rachel menyibukkan dirinya pada kumpulan buku dengan ribuan halaman itu. Tanpa disadarinya seseorang tengah mengulum senyum menatapnya.

"Rachel." Panggil Arloey.

Rachel menoleh tanpa menyahut.

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan?" Tanya Arloey.

Rachel mengerutkan kening lalu kembali duduk di tempatnya setelah sebelumnya meletakkan buku yang dipegangnya di samping laptopnya.

"Ya kita Pulang." Tanyanya.

Arloey berdecak, "Tsk, bukan itu tapi rencanamu kedepan setelah lulus?"

Rachel sedikit menerawang, "Kau sudah tahu kan kenapa aku mengambil jurusan ini."

Arloey mengangguk, "Em, kenapa kau lebih menyukai mendakwa hukuman seseorang daripada menyelamatkan seseorang bukannya Sean seorang pengacara ?"

Rachel tersenyum, "Alfard juga sering menanyakan itu padaku."

Arloey menaikkan sebelah alisnya melirik gadis itu yang kini menatap laptopnya namun ia yakin Rachel tak terfokus disana ia pasti sedang memikirkan seseorang yang baru saja ia sebutkan namanya itu.

Selalu saja.

"Loey kau tahu sebuah kejahatan itu juga harus ada yang menumpasnya ?" Retoris gadis itu yang kini menatap Arloey.

Arloey mengangguk, "Aku setuju denganmu untuk hal yang satu itu."

"Itulah alasannya, sekecilpun tindakanmu harus ada yang dipertanggungjawabkan bukan ? Termasuk kejahatan seseorang tak akan masuk ke ruang sidang jika ia tak melakukan sesuatu. Dan saat itu hukum yang akan mengambil tugasnya untuk menyelesaikan itu."

APHRODITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang