10 - Test Score

509 424 279
                                    

10 – Test Score

        "Asya, Ini nilai ulangan matematika lo." Ujar Dara sambil menyerahkan selembar kertas folio itu kepada Asya.

        Asya menerimanya dengan raut murung. Tertera jelas nilai 40 berwarna merah di pojok kanan kertas itu. Asya menundukkan kepalanya di atas meja sambil meremas kuat kertas ulangan itu. Dara yang melihat hal itu mengelus-elus rambut Asya lembut.

        "Nilai gue aja cuma 50 Sya." Kata Dara pelan.

        "Papa bakal marah besar kalau lihat nilai ini Dar!" Lirih Asya dengan mata memerah.

        "Please, don't crying baby!" Pinta Dara langsung memeluk sahabatnya itu.

        Asya menghapus cepat air matanya yang berhasil mencolos. Gadis itu melepas pelukan Dara dan berlari kecil keluar dari kelas itu membuat beberapa pasang mata melihat Asya dengan sendu.

        Dara membeku di tempat duduknya. Ia menundukkan kepalanya lemah di atas meja ikut merasakan sakit yang Asya rasakan. Dara sengaja tak mengejar Asya, ia tahu sahabatnya itu ingin mencari ketenangan.

        Jangan kalian pikir menyontek adalah hal mudah yang bisa dilakukan murid-murid SMA Kalingga. Itu salah besar!

       Saat ulangan mereka di awasi oleh satu guru dan satu asisten pribadi guru membuat tidak ada satupun murid yang bisa bergerak bebas. Tidak ada kecurangan di sekolah itu karena di pantau CCTV di keempat pojok ruangan.

*****

        Asya, gadis cantik dengan rambut sepunggung berwarna coklat itu menangis dalam diam di balik pohon taman belakang sekolah. Tangisnya begitu pilu bahkan tersedu-sedu sambil menatap nanar kertas ulangan itu.

        "Maafin Asya ma, mama jangan marah-marah ya? Asya takut."

        "Nilai Asya rendah ma, A-asya takut papa marah-marah nanti malam."

        "Asya bukan gadis bodoh, Asya pinter kok! Buktinya Asya punya banyak piala dan sertifikat bahasa ataupun musik."

         "Kenapa papa egois ya ma?" Asya menghapus kasar jejak air matanya.

        "Asya takut pulang ke rumah," lirih Asya kembali menangis. "Papa pasti udah tahu nilai Asya dari guru itu. Asya bener-bener ta-takut mama..."

        "Lo jelek kalau nangis."

        Asya menoleh cepat saat mendengar suara itu. Seorang cowok dengan handset terpasang di sebelah telinganya itu berdiri di samping Asya dengan wajah datar.

        "Ken Nathaniel Addison," lirih Asya tersenyum tipis berhasil membuat air matanya kembali jatuh.

        Ken duduk di samping Asya. Cowok itu merengkuh tubuh Asya dengan raut datarnya dan membuat tangis Asya kembali pecah. Asya menangis hebat dalam pelukan cowok tampan itu.

        "Lo pinter, lo cantik, lo baik, lo penyayang, lo berbakat, lo..."

        "Stop!" Potong Asya cepat. "Aku gak sesempurna itu Ken! Kamu jangan buat aku lupa dengan kekurangan aku." Sambungnya.

        "Lo istimewa buat gue Asya." Ucap Ken menyambung kalimatnya tadi yang sempat terpotong.

        "Jangan bohong," ucap Asya.

        "Perlu pembuktian?" Tantang Ken berhasil membuat Asya meneguk salivanya susah payah.

        Ken mengacak-acak rambut Asya gemas.  "Lupakan." Katanya membuat Asya menghembuskan napasnya lega.

SimbiosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang