- Kejutan

523 129 24
                                    

"GUE tau alasan lo daftar kesini," ucap Dara ketika melihat Jendra datang untuk wawancara kepanitiaan di divisi yang di kepalai oleh dirinya. "Pasti karena lo tau kan kepala divisinya gue? Jadi lo sengaja daftar kesini biar tugas ospek jurusan lo cepet kelar?"

"Geer banget dari kemarin gak ada abisnya," balas Jendra malas. "Cepet wawancarain gue, mau balik nih."

"Nah pas banget, hari ini lo orang terakhir yang gue wawancara. Nanti kalo udah kelar, gue nebeng lagi ya ke kost."

"Iya Teh, aman."

"Oke, mulai ya," ucap Dara, gadis itu kini fokus pada laptopnya. "Silahkan perkenalan diri dulu."

Menit selanjutnya diisi oleh Jendra yang menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh Dara dengan sangat baik. Dara bahkan sempat dibuat terkejut dengan skill berbicara Jendra yang ternyata melebihi ekspetasinya.

Sudah dipastikan, Jendra pasti akan lolos, karena jika Dara meloloskan Jendra secara tidak langsung Dara mendapat 2 keuntungan sekaligus :

1. Anak buah cerdas dan memiliki kemampuan soft skill yang lumayan.

2. Tebengan pulang ke kost selama persiapan acara berlangsung nantinya.

Maka dengan itu, setelah wawancaranya dengan Jendra resmi ditutup, Dara langsung mengulurkan tangannya pada Jendra seraya tersenyum meledek.

"Welcome di Humas."

"Hah?" Jendra kebingungan, namun tetap membalas jabatan tangan Dara. "Apaan?"

"Lo gue terima. Lo kompeten banget. Gue yakin kinerja lo nanti pasti bagus, dan gue juga yakin kalau kita satu event pengeluaran gue buat ojek jadi berkurang."

"Anjir, lo nerima gue karena gue bisa ditebengin Teh?" tanya Jendra.

"Bisa dibilang gitu. Enjoy ya di humas. Mulai sekarang kita kerja bareng-bareng. Oke sekarang saatnya pulang, HAH capek banget."

Dara berdiri kemudian merenggangkan badannya.

"Gue pegel banget tau duduk disini seharian, wawancarain lima belas orang. Mana lo datengnya telat, nambah-nambahin kerjaan gue aj—"

"Pake." ujar Jendra memotong ucapan Dara seraya melepas kemeja flanel yang sedang dipakainya, kemudian memberikannya pada Dara.

"Hah?"

"Perut lo keliatan, nanti masuk angin."

Dara menerima kemeja Jendra dengan raut wajah yang terlihat masih kebingungan.

"Bentar," Dara menahan tangan Jendra yang hendak memakai kembali tas pundaknya. "Kenapa ngasih ini ke gue? Lo jadi cuma kaosan begitu, nanti kena tegur dosen loh."

"Gak bakal kena tegur, kan lagi gak di kelas," balas Jendra cuek. "Lagian kalau lo pake baju pendek gitu kita kan mau naik motor? Nanti pinggang lo kelihatan kalau kena angin."

"Iya sih," balas Dara ragu. "Tapi yaudah makasih."

"Ayo cepetan beresin laptopnya Teh. Kita balik." ujar Jendra.

"Iya-iya."

Dara segera membalikan badannya, lalu memegang jantungnya yang berdetak agak tidak karuan saat ini.

Dar, lo gak mungkin kan baper karena hal kecil kaya gini? ucap Dara, dalam hati.

___

"Suka beli bubur disini juga?"

Jasmin langsung memutar badannya ketika mendengar ada seseorang yang berbicara tepat di belakangnya.

Sosok Jendra dengan celana pendek selutut, hoodie hitam, serta masker wajah yang menutupi hidung dan mulutnya lah yang kini berdiri di hadapan Jasmin.

Jasmin tersenyum kecil, kemudian melambaikan tangannya pada Jendra.

"Hai. Mau beli bubur juga?"

"Iya lagi pengen. Lo dibungkus atau enggak? Kalau enggak makan bareng aja disini sama gue. Nanti gue anterin lo balik ke kost."

"Aku makan disini kok."

"Oke kalau gitu, udah pesen?"

"Baru mau nih."

"Yaudah lo duduk aja, gue yang pesen. Lo mau pesen bubur kaya gimana?"

"Aku bubur ayam setengah porsi."

"Lah kenapa setengah porsi?"

"Suka gak habis kalau belinya satu porsi."

"Oke. Sana cari tempat duduk. Abis mesen gue nyusul." kata Jendra mempersilahkan Jasmin untuk duduk lebih dulu.

Jasmin setuju dan langsung pergi mencari spot yang paling nyaman untuk ia duduki bersama dengan Jendra.

Tidak berselang lama, Jendra datang dan duduk disebelah Jasmin seraya menaruh kunci motornya di meja dan membuka masker wajahnya. Jendra juga sempat mengacak-acak rambutnya pelan, sebelum akhirnya menatap Jasmin dan melayangkan sebuah pertanyaan.

"Kost lo daerah sini?" tanya Jendra.

Jasmin menganguk pelan, "Iya. Kost kamu di daerah sini juga?"

"Enggak sih, agak jauh, tapi biasanya gue suka makan bubur disini bareng Teteh gue."

"Kamu orang sunda?" tanya Jasmin, sedikit terkejut.

"Gak sunda banget sih ... Gue orang Bogor. Kalau lo?"

"Aku asli Bandung, Jen."

"Pantes aku-kamuan," ucap Jendra. "Kenapa jauh-jauh kuliah kesini? Padahal kan disana deket UNPAD sama ada ITB juga kan?"

Jasmin sempat terdiam dan tidak menjawab untuk beberapa saat.

"Lagi nyari sesuatu di sini." balas Jasmin dengan singkat pada akhirnya.

Jendra tidak menanggapi lagi ucapan Jasmin setelahnya, karena ia merasa gadis itu tidak ingin membahasnya lebih lanjut. Jujur, keadaan saat ini agak sedikit canggung. Jasmin bukan tipe perempuan yang akan mengoceh terus tanpa henti, ia cendrung membuka mulut jika ditanya saja, membuat keadaan terasa sangat hening. Namun untungnya, kedua ponsel muda-mudi itu tiba-tiba saja berbunyi secara bersamaan, membuat masing-masing dari sang empu ponsel tergerak untuk mengeceknya.

"Lo daftar jadi panitia Mufest juga?" tanya Jendra ketika dirinya menyadari Jasmin juga tergabung di dalam grup chat sebuah event yang sama dengan dirinya.

"Kamu juga daftar?" ujar Jasmin balik bertanya.

"Iya, gue Divisi Humas. Lo?"

"Aku Logistik."

"Kok ambil divisi yang susah sih? Biasanya Logistik kan dominan cowok karena nanti angkut-angkut barang."

"Abis bingung mau daftar kemana ...."

"Gapapa sih, nanti juga pasti dibantu sama yang cowoknya."

Dua mangkuk bubur tiba di atas meja tepat ketika Jendra menyelesaikan ucapannya. Dengan sigap, Jendra mengambil sepasang sendok dan garpu, mengelapnya dengan tissue, kemudian memberikannya pada Jasmin.

"Makasih." ucap Jasmin, menerima sendok dan garpu yang diberikan oleh Jendra. "Klise banget, tapi kamu tim bubur diaduk atau enggak?"

"Enggak, emang ada orang yang makan bubur diaduk?"

"AKU," balas Jasmin cepat. "Aku di aduk loh?"

"Hah, sumpah?" ucap Jendra tidak percaya. "Kok bisa sih, emang gak mual liatnya?"

"Emang ada rasanya kalau kamu makan bubur tapi gak diaduk?"

"Jangan-jangan lo gak suka kacangnya juga?" tanya Jendra iseng.

Jasmin langsung mengangguk dengan cepat. "Iya, kok kamu tau?"

Jendra tergelak mendengar jawaban Jasmin.

"Kita bertolak belakang banget," ujar Jendra disela-sela tawanya. "Sini kacang lo buat gue. Tadi gue mesenin pake kacang, soalnya lo gak bilang lo gak suka kacang."

Jasmin mendorong mangkuknya pada Jendra. "Nih, ambil. Mumpung belum aku aduk."

Masih dengan sisa tawanya, Jendra kembali berucap, "Hadah, ada aja nih Jasmin kejutannya setiap kali ketemu."

___

[PROSES REVISI] JanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang