Preview Jevan-Tata spin-off story

320 59 6
                                    


Jevan dan Areth bertemu di acara gelas memutar yang diselenggarakan oleh kating.

Saat itu, Areth sama sekali belum menggenal Jevan. Untuk sekedar tau bahwa Jevan ternyata satu jurusan dan bahkan satu prodi dengannya saja Areth tidak tau. Areth sama sekali tidak memiliki ide siapa itu Jevan Hardian.

Areth keluar dari gedung fakultas sekitar pukul sebelas malam bersama Jero ketika mereka baru saja menghadiri sebuah rapat kepanitiaan. Areth berniat untuk menebeng pada Jero karena jarak kost keduanya tidak begitu jauh.

Semuanya berjalan normal sampai seseorang menghampiri Jero dan menyapa lelaki itu dengan akrab.

"Bro, gue tunggu di tempat biasa ye. Jangan sampai gak dateng lo."

"Aduh, bang, gue lagi bawa temen nih. Gak enak. Next time aja ya?" ujar Jero terdengar menolak.

Orang yang sedang menjadi lawan bicara dengan Jero sontak menatap kearah Areth untuk sesaat, lalu orang tersebut kembali menatap Jero dan membalas, "Bawa aja. Mampir doang. Disana juga banyak ceweknya kok, santai."

Mau tidak mau, Jero menyetujui perkataan orang tersebut.

"Duh, Reth. Kayanya kita harus mampir bentar deh, cuma buat nyapa aja. Abis itu gue baru bisa anter lo balik." ucap Jero seraya menatap Areth dengan tatapan tidak enak.

"Gak bisa langsung cabut aja?"

"Gak bisa. Kost kita ngelewatin tempat ngumpul itu soalnya."

"Oh masa?"

"Iya. Kalau malem disitu rame. Lo ga pernah keluar ya kalau malem?"

"Enggak." balas Areth cepat. "Emang disana mereka pada ngapain?"

"Ya lo liat aja lah nanti sendiri."

Areth akhirnya setuju dengan ucapan Jero. Selama ada Jero, tidak masalah kan? Lagi pula mereka hanya mampir untuk menyapa, bukan untuk bergabung seperti apa yang diucapkan oleh Jero sebelumnya.

Sesampainya disana, Areth sukses dibuat terkejut ketika melihat kondisi jalanan yang sangat dikenalinya pada siang hari, kini berubah 180 derajat pada malam hari. Areth bukan tergolong ke dalam mahasiswi kuper yang tidak tahu kehidupan gelap kampus, tapi kalau untuk hal ini Areth benar-benar tidak tau.

"Yoii, dateng juga nih si maba kesayangan kita. Jeroooo!"

Jero sudah disambut oleh beberapa kating, padahal Jero dan Areth baru saja turun dari atas motor. Beberapa kating kini menyambut kedatangan Jero dan menyeret lelaki itu untuk masuk ke dalam kerumunan, meninggalkan Areth yang kini berdiri dengan kaku ditempatnya.

Areth benar-benar tidak tau harus apa saat itu.

Lalu tidak lama setelahnya, seseorang menepuk bahunya, membuat Areth tersadar dan membalikan badannya dengan panik.

"Lo temen Jero?" tanya seorang lelaki pada dirinya.

Areth menganguk pelan. "Iya, bang."

"Duduk dulu aja, Jero kayanya bakalan betah."

Areth kini ikut digiring masuk ke dalam kerumunan. Bedanya, Areth dipersilahkan untuk duduk di aspal dengan beberapa orang lainnya yang sudah lebih dulu duduk disana.

Areth takut. Pertama, karena sebagian besar yang ada di sini adalah kaum adam. Dan yang kedua, karena mereka mulai membagikan gelas plastik dan mengeluarkan sebotol minuman yang Areth tau jelas apa fungsinya.

"Yuk pada duduk. Kita mulai aja langsung."

Areth seketika panik. Matanya mengedar untuk mencari keberadaan Jero, namun nihil. Jero duduk jauh darinya dan dihimpit oleh beberapa kating yang juga Areth kenal sebagian.

Gelas plastik yang sebelumnya dibagikan kini mulai diisi oleh minuman. Sebenarnya Areth tidak memegang gelas plastik tersebut, pun Jero. Tapi kalau sudah begini ya lebih baik tidak ikut-ikutan kan?

"Oke, udah pada tau kan ya peraturannya kaya gimana? Kita mulai dulu dari ... JERO DAH, parah banget ni bocah udah jarang ngumpul. Den, tuang udah."

Jero sempat menolak, namun beberapa kating yang ada di sekitarnya tetap memaksa Jero untuk minum. Untuk sesaat, mata Jero dan Areth saling bertemu, dan secara tiba-tiba Jero menunjuk Areth.

"Bang gabisa minum gue, itu nanti temen gue kaga ada yang anterinn! Kasian bangg, cewek!"

Semua mata kini jadi tertuju pada Areth.

Areth meneguk ludahnya pelan. Kacau. Jero malah membuatnya jadi pusat perhatian.

"Oh?" balas sang kating. "Siapa nama lo?"

Areth menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan. "Saya? Aretha, bang."

"Jurusan?"

"Teknik Elektro."

"Lo dibonceng Jero nanti?"

"Iya bang."

"Yaudah lo yang minum aja nih. Udah pernah nyoba minum?"

Gelas plastik dengan cairan berwarna ungu itu diberikan kehadapan Areth. Jero seketika melotot ketika melihat jadi Areth yang malah harus meminumnya. Gadis itu pun sama, dia kini membulatkan kedua matanya dan menatap sang kakak tingkat dengan tatapan panik.

"S-saya bang? Tapi saya gak minum."

"Yaudah makanya cobain. Seteguk doang gak bakal bikin mabok kok."

"Besok saya ada kuis bang, gak bisa." tolak Areth lagi.

"Nah bagus malah! Biar bisa tidur cepet, abis itu besok pagi seger deh. Jadi fokus ngerjain kuisnya."

Ngaco. Ujar Areth dalam hati.

Baru saja Areth hendak membuka mulutnya untuk kembali menolak, sebuah tangan sudah terulur untuk mengambil gelas plastik tersebut. Areth menoleh ke arah kanan ketika sadar bahwa yang mengambil gelas tersebut adalah orang yang duduk tepat disebelahnya.

Tanpa banyak bicara, lelaki itu meminum minuman tersebut hingga habis. Setelah selesai, lelaki itu menjauhkan gelasnya, lalu berkata.

"Jangan maksa bang, dia cewek."

Kating itu langsung mengangkat kedua tangannya, pertanda bahwa ia mengaku kalah dan langsung berjalan menjauh untuk mencari target selanjutnya yang akan dia buat mabuk malam itu.

Areth diam-diam bersyukur. Sekali lagi, gadis itu menoleh ke arah lelaki tersebut.

"Makasih banyak, makasihhhh banyak." ucap Areth berulang-ulang kali.

"Kalau gak mau minum, harusnya gak usah gabung."

"Iya, saya juga gak mau gabung. Tapi kost saya lewatin jalan ini."

"Mending lo balik sekarang. Soalnya makin malem malah makin gak kondusif."

"Gak bisa. Saya kesini bareng temen saya."

"Jero?" tanya lelaki itu. "Jero gak bakal selamet. Mending lo balik sendiri aja."

"... Jauh ..."

Lelaki itu lantas bangkit dari duduknya. "Yaudah. Ayo gue anterin."

"Tapi tadi kan abis minum emang gapapa?"

"Seteguk doang gabakal bikin mabok," jawabnya cepat. "Ayo cepet bangun, sebelum lo ditahan lagi."

Areth menurut. Dia berjalan dengan cepat mengekori lelaki yang kini dianggapnya sebagai pahlawan.

Mereka berhenti di depan motor sport yang Areth duga adalah milik lelaki ini. Areth dibuat kaget ketika tiba-tiba saja lelaki itu memutar tubuhnya dan menatap Areth dengan lekat.

"Tadi siapa nama lo?" tanya lelaki itu.

"Aretha, bang."

"Oke kenalin," lelaki itu mengulurkan tangannya pada Areth. "Jevan Hardian. Kita satu jurusan, dan kayanya satu prodi?"

Sejak malam itu, kehidupan Aretha selalu dipenuhi oleh seorang Jevan Hardian.

___

a/n

kalau kalian tertarik buat baca komen disini aja nanti aku lanjut hehehehe makasih all love you muah

[PROSES REVISI] JanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang