Epilog

287 56 17
                                    

"KALAU ada yang sakit bilang aja ya, nanti saya bawa ke ruang medis biar gak pingsan. Jafar tolong dipantau terus temen-temennya walau lagi jam istirahat."

"Oke bang Jen, aman."

"Saya tinggal dulu, gapapa?"

"Gapapa bang, nanti kalau ada trouble langsung saya kasih tau ke abang."

Jendra mengacungkan jempol, kemudian beranjak dari sekumpulan mahasiswa baru yang berada di bawah tanggung jawabnya pada masa orientasi kali ini.

Lelaki itu mengedarkan pandangannya, berusaha mencari seorang gadis dengan name tag 'Jasmin Ditya Saputri, Divisi Dokumentasi' dan kamera di tangannya. Jendra mendapati Jasmin yang ternyata sedang memotret beberapa panitia seraya tertawa kecil di dekat ruang panitia. Tanpa ragu, Jendra menghampiri Jasmin, berniat mengajaknya untuk makan siang bersama.

"Hei, lagi sibuk?"

Jasmin menoleh, ketika sadar bahwa yang menghampirinya adalah Jendra, Jasmin sontak tersenyum lebar. "Nggak. Kamu mau kemana?"

"Mau sholat, abis itu makan. Ini aku mau ngajakin kamu juga, udah bisa istirahat?" tanya Jendra.

"Udah. Mau pergi sekarang?"

"Iya."

"Oke sebentar kamu tunggu pintu keluar aja," Jasmin membalikan badannya dan terlihat berbincang sejenak dengan temannya. "Aku istirahat duluan ya, ada yang gak keluar gedung? Aku titip kamera."

Setelah berhasil menitipkan kamera pada temannya, Jasmin membuka jas almamater dan berjalan menghampiri Jendra yang menunggu dirinya di dekat pintu keluar seperti yang diarahkan oleh Jasmin sebelumnya.

"Kemana jakun kamu?" tanya Jendra bingung ketika melihat Jasmin melepas jas almamaternya. "Di titip di temen kamu?"

"Iya. Panas soalnya. Ribet juga kalau dibawa-bawa. Kamu gak mau ditinggal aja jasnya?"

"Mau di titip ke siapa?"

"Yaudah. Di bawa aja, gapapa. Atau mau dimasukin ke totebagku?"

"Iya bol—"

"BANG JENDRA!"

Jendra sontak menolehkan kepalanya saat mendengar seruan lantang yang memanggil namanya, Jasmin juga melakukan hal yang sama.

Seorang mahasiswa baru yang berasal dari kelompok Jendra terlihat berlari ke arah Jendra dan Jasmin, lengkap dengan raut wajah panik. Melihat hal itu, Jendra langsung menautkan dahinya, mulai menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.

"Bang, huuh, tolong," ucap mahasiswa baru tersebut dengan nafas yang tersenggal-senggal. "Tolong bang, Adisty PINGSAN!"

Tanpa pikir panjang, Jendra berlari menuju posisi dimana kelompok yang berada di bawah naungannya itu berada. Jasmin menyusul Jendra seraya mengandeng mahasiswa baru yang sebelumnya menghampiri mereka dengan langkah cepat.

Jasmin seketika merasa khawatir. Jasmin tau Jendra pasti akan merasa panik dan tidak bisa berpikir cepat jika sedang berada di kondisi seperti ini.

Sesampainya Jendra di lokasi, para mahasiswa baru terlihat mengerubung dengan suara lantang yang saling bersahutan. Jendra sempat memelankan langkahnya sejenak untuk mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Tunggu sampai kak Jendra datang! Jangan implusif! Nanti Adisty malah kenapa-napa, Jafar!"

"Terus kalau bang Jendra datengnya tahun depan, Adisty tetep harus di biarin, gitu? Udah minggir! Biar gue yang bawa Adisty ke medis."

"Jafar, lo itu ketua kelompok!"

"Zar, berisik. Ini keadaan darurat. Gue mohon lo minggir dan hargain keputusan gue sebagai ketua kelompok." ucap Jafar tegas.

[PROSES REVISI] JanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang