JENDRA pergi menjemput Jasmin di stasiun ketika gadis itu berkata bahwa dirinya akan kembali ke Depok malam ini.
Saat bertemu dengan Jasmin, Jendra tidak mengatakan apapun, ia hanya terdiam dan membantu Jasmin membawa barangnya.
Jendra takut jika dirinya bertanya sesuatu, ia hanya akan membuat Jasmin merasa tidak nyaman dengan perlakuannya. Mengingat di pertemuan terakhir mereka, Jasmin pernah mengutarakan perasaan tidak nyamannya kepada Jendra yang terkesan selalu ikut campur urusan pribadi Jasmin.
"Makasih udah mau jemput," ucap Jasmin, menjadi orang pertama yang membuka obrolan. "Maaf aku ngerepotin kamu lagi."
"Udah makan?"
"Belum."
"Makan ketoprak dulu mau? Setau gue samping stasiun ada tukang ketoprak enak."
Jasmin setuju, kemudian mereka berdua berakhir di gerobak tukang ketoprak, duduk bersebelahan dan kembali terdiam satu sama lain.
"Udah lama pak jualan ketoprak?" tanya Jendra kepada bapak penjual ketoprak.
"Udah lima belas tahun mas."
Jendra melotot kaget. "Udah lama banget, itu gak bosen pak ngulek kacang tiap hari?"
Bapak penjual ketropak tertawa kecil, "Bosen mas, tapi kalo gak diulek nanti gimana? Masnya mau emang makan ketoprak tapi bumbu kacangnya masih berbentuk kacang utuh?"
Jendra kini ikut tertawa. "Yah engga sih, kalau gitu mending saya makan asinan aja."
"Hahaha, iya bener mas."
Jasmin menarik kecil lengan jaket Jendra secara tiba-tiba, membuat obrolan Jendra dengan bapak penjual ketoprak berhenti hanya sampai disana. Jendra menoleh pada Jasmin dan mengangkat kedua alisnya sebagai balasan.
"Kamu lagi menghindar supaya gak ngobrol sama aku?" tanya Jasmin penasaran, pasalnya sejak mereka bertemu, Jendra tidak berusaha mengajak Jasmin untuk mengobrol sama sekali.
"Emang lo mau gue ajak ngobrol? Gue takut lo masih gak enak hati."
"Aku udah gapapa kok," balas Jasmin. "Kalau kamu takut ajak aku ngobrol karena tersinggung sama ucapanku tempo hari, aku minta maaf."
"Omongan yang mana?"
"Yang aku bilang kamu gak perlu ikut campur urusan aku lagi ...."
Jendra membulatkan bibirnya, kemudian menganguk paham. "Gapapa, gue ngerti lo lagi emosi waktu itu. Tapi gue mau minta maaf juga kalau misalnya lo merasa gue selalu ikut campur urusan lo. Maaf kalau bikin lo gak nyaman dengan sikap gue."
"Engga, sebenernya aku bilang begitu karena aku malu Jen."
"Malu?"
"Iya aku malu sama kamu. Aku merasa setiap aku ada masalah, kamu pasti ada disana dan ujung-ujungnya pasti kamu yang bantu masalah aku," kata Jasmin berusaha menjelaskan. "Aku udah sering ngerepotin kamu."
"Dari awal ketemu lo juga gue tau, kalau sebenernya lo itu selalu merasa sendiri. Entah berapa banyak temen yang lo punya, tapi tetep aja lo merasa sendiri dan gue gak suka sama pola pikir lo yang satu itu. Gue selalu bantu lo juga bukan tanpa alasan. Gue mau lo punya pemikiran kalau di dunia ini setidaknya masih ada satu orang yang bisa lo andelin selain diri lo sendiri."
"Jadi lo gak perlu merasa malu, karena sedari awal gue yang mutusin buat nyusahin diri sendiri dengan temenan sama lo. Kalau ada apa-apa lo bisa bilang gue, atau Jihan. Oke?" lanjut Jendra.
Jasmin sempat dibuat kaget dengan ucapan Jendra yang sayangnya, sangat tepat sasaran.
Jasmin tidak tahu kalau Jendra memperhatikannya sampai sedetail itu, Jasmin pikir orang supel yang selalu dikelilingi oleh orang banyak seperti Jendra, tidak akan mempunyai waktu untuk memperhatikan lingkungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[PROSES REVISI] Jangan
FanficJangan takut jatuh cinta lagi, apalagi kalau itu bersama Rajendra. ©bcnzie11 2021