- Puncak

395 96 27
                                        

"KITA neduh dulu sampai hujannya reda ya. Rombongan yang tadi jalan duluan juga lagi pada neduh kok di depan."

"Oke bang."

Mendengar bahwa rombongan mereka akan meneduh sampai hujan reda, Jasmin segera turun dari atas motor Sam, kakak tingkatnya yang juga merupakan bagian dari divisi logistik, kemudian menepi masuk ke dalam sebuah warung dan duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu.

Sam ikut duduk disebelah Jasmin ketika dirinya sudah memarkirkan motornya. Melihat Jasmin yang terlihat agak kuyup, Sam lantas bertanya, "Jasmin kuyup banget gak? Mau dibeliin teh anget biar gak masuk angin?"

"Engga usah kak, saya gapapa kok. Kayanya lebih kuyup kakak, soalnya kan kakak yang di depan."

"Iya sih gue lumayan kuyup. Lo bawa jaket ganti kan? Biar di villa nanti langsung ganti jaket yang kering."

"Bawa kok. Kakak juga bawa kan?"

"Iya bawa," balas Sam cepat. "By the way, gue sebenernya agak kaget waktu lo chat gue minta nebeng. Soalnya gue pikir, lo udah sama yang lain."

"Maaf ya kak kalau saya kesannya ngechat pas ada butuhnya doang ...."

"Eh, bukan gitu maksud gue. Justru gue emang pengen kenal lebih deket sama lo dari awal panit. Tapi emang belum kesampean aja."

"Kalo boleh jujur juga, sebenernya saya takut ngobrol sama kakak." ucap Jasmin.

"Eh, kenapa? Gue galak ya?"

"Iya. Kalau ketemu tuh pasti kakak lagi marah-marah."

"Hahaha, sorry deh. Gue aslinya gak gitu kok. Sengaja keras karena emang kebetulan gue kepala divisi."

Jasmin mengangguk pelan. "Iya, saya paham."

"Gue juga mau minta maaf secara personal sama lo. Gue kayanya terlalu banyak kasih tugas ke lo pas panit sampai lo sempet mimisan waktu itu."

"Gapapa kak, itu emang kondisinya saya lagi kurang sehat aja. Bukan karena tugas panit."

"Lo asli mana?"

"Bandung kak."

"Ngekost di Depok?"

"Iya."

Sam sudah membuka mulutnya, berniat untuk kembali menanyakan Jasmin beberapa hal lainnya, namun urung ketika mereka melihat Jendra yang saat itu mengenakan jaket baseball berwarna biru, menenteng dua gelas teh hangat, berdiri di hadapan mereka saat ini.

"Maaf bang, saya ganggu ya?" tanya Jendra dengan cengiran khasnya.

Sam beranjak dari duduknya dan malah mempersilahkan Jendra untuk menempati tempatnya. "Eh sini, duduk aja. Gue juga kebetulan mau beli kopi anget. Gue titip Jasmin kalau gitu."

"Oke bang, makasih banyak ya."

"Siap."

Jendra kini duduk di tempat yang sebelumnya Sam duduki. Jendra mengulurkan satu tangannya, menyerahkan segelas teh hangat pada Jasmin. Gadis itu hanya menerima segelas teh hangat dari Jendra tanpa mengatakan apapun selain kata terimakasih.

"Siapa?" tanya Jendra seraya menatap Jasmin dengan sorot penasaran.

"Yang tadi? Kepala divisi logistik."

"Akrab lo sama dia?"

"Engga. Baru ngobrol tadi."

"Kok bisa semotor sama dia kalau gak akrab?"

"Soalnya cuma dia yang motornya kosong."

"Oh, gitu." sahut Jendra pelan.

Mereka berdua kini terdiam. Entah mengapa, akhir-akhir ini jika Jendra dan Jasmin sedang bersama, pasti hanya akan berujung saling diam seperti saat ini. Lebih tepatnya mungkin sejak Jasmin mengutarakan isi hatinya kepada Jendra.

[PROSES REVISI] JanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang