27. Good Bye!

446 82 9
                                    


.

.

.

"DADDY WAKE UP!!!"- teriakku sambil terisak, "Dad, Please... wake up!"- teriakku lagi saat melihat mata Daddyku yang terpejam dan tidak mengaduh kesakitan lagi saat Uncle Jung tidak henti-hentinya menghujam tubuh Daddyku dengan pisau ditangannya.

Sepertinya.. Daddy juga sudah pergi meninggalkanku—menyusul Mommy.

Lagi-lagi... dihari yang sama, aku harus menyaksikan langsung kematian orang yang kucinta dengan cara yang sangat tragis.

"Dad..."- aku hanya bisa menggumam memanggil nama Daddy disela tangisanku.



"SIALAN! HEI TUA BANGKA SIALAN! GO TO HELL KAU ANJING!"- teriakku dengan lantang.

Uncle Jung berhenti dengan kegiatannya, ia menatapku dengan tatapan sengitnya. Wajahnya dan pakaiannya sudah kotor terkena cipratan darah Daddyku.

"Kau juga ingin cepat-cepat menemui orangtuamu rupanya ya."-

Ia berjalan cepat menghampiriku, kembali meremuk rahangku sambil mengarahkan pisau yang dipegangnya didepan wajahku.

"DASAR TUA BANGKA GILA! CUIH!"- aku meludahi wajahnya.

Kakiku yang tidak sepenuhnya dirantai, berhasil menendang tulang kering Uncle Jung sehingga membuatnya berteriak mengumpatku kembali.

"BERANI SEKALI KAU YA JALANG KECIL!"- ia sudah bersiap-siap untuk menerjang wajahku dengan pisau ditangannya, tetapi Jaehyun mencegahnya.


Apa? Apa kalian pikir Jaehyun ingin menyelematkan ku?

HAHAHA! Tidak!

Dia juga sama bajingannya dengan lelaki tua Bangka ini.


"Dad, calm down. Seperti janji awal kita, okey?"- Jaehyun menarik ayahnya menjauh dariku. Dengan nafas yang tersengal-sengal, Uncle Jung akhirnya melempar asal pisau dari tangannya.

"Clara urusanmu."- ucap Uncle Jung, lalu pergi meninggalkanku bersama Jaehyun—dan mayat Daddyku.

Aku hanya bisa menatap Jaehyun dengan perasaan benci yang memenuhi hatiku. Bagaimana.. bagaimana bisa mereka dengan tega membunuh Mommy dan Daddy didepan mataku sendiri?

Juga, kenapa? Kenapa harus mereka?

Orang yang bertahun-tahun menjadi keluargaku... pada akhirnya malah mengkhianatiku.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Jaehyun terlihat mengambil sesuatu dari balik tas yang tadi ia bawa.



Bom.



Ia menyetel waktu dibom rakitan bersumbu 3 tersebut, lalu mengaktifkannya. Dia berlutut didepanku dan dengan tiada malunya malah tersenyum tipis padaku.

"bajingan!"- gumamku tajam dengan air mata kebencian yang terus terjun dari pelupuk mataku.

Jaehyun tidak menjawab, dia meletakkan bom yang sudah aktif tersebut ditubuhku. Menempelkannya di depan perutku.

"Maaf, Clara."- lirih Jaehyun menatap lantai. "Walau aku tau, aku tidak pantas mengatakan ini padamu."- lanjutnya berdiri dan hendak pergi, namun langkahnya terhenti karena aku memanggil namanya.

Deep End ✔️ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang