41. Deep end, end!

600 75 16
                                    



.

.

.

Clara duduk termenung menatap keluar jendela yang berembun. Diluar hujan turun cukup deras mengguyur kota. Lagi-lagi, ia berakhir diatas ranjang rumah sakit dengan pakaian pasiennya. Ini lucu, bagaimana bisa dia masuk keluar masuk rumah sakit dalam kurun waktu satu bulan?

Dia menghela nafasnya. Ingin tersenyum, tetapi ia tidak punya alasan untuk tersenyum. Dia tidak menyangka jika dirinya divonis mengalami major depressive disorder. Pantesan, emosinya kerap berubah-ubah tidak jelas. Clara sempat berpikir dia berkepribadian ganda karena sering merasa kuat, namun disatu sisi dia tiba-tiba berubah menjadi cengeng. Ternyata... terjawab sudah keanehan yang ia alami sekarang.

Hatinya terasa sakit dan tertekan setiap saat. Bukan hal yang aneh jika dia di diagnosa seperti itu. Dia akhirnya bisa tersenyum—walau hanya garis kecil yang tertarik dibibirnya. Melihat air berjatuhan diluar sana, lumayan membuat hatinya tenang. Saking asiknya, ia tidak sadar bahwa seseorang masuk keruangannya.

Clara lumayan kaget saat seseorang tiba-tiba mencium pelipisnya.

"Ngeliatin apaan, hmm?"- Tanya orang itu, Mark.

"Hujan,"- jawab Clara singkat kembali menatap keluar jendela.

"Mau main hujan ngga?"- tawar Mark.

Clara menatap Mark dengan mata berbinar, "Emang boleh?"-

"Boleh,"- sahut Mark sembari duduk diranjang Clara, "Tapi nanti, kalau udah sembuh. Okay?"-

"Ck! Sama aja bohong,"- decak Clara membuang lagi tatapannya dari Mark.

Mark tertawa pelan. Ia merengkuh pinggang Clara bersandar dipundaknya.

"Obatnya udah diminumkan?"-

"Udah,"- jawab Clara singkat.

"Good girl,"- Mark mencium pipi Clara.

Clara tidak merespond lagi saat Mark kembali mencium pipinya lalu bernafas didekat lehernya. Padahal Mark sengaja mengganggunya, tetapi Clara hanya fokus pada air hujan yang berjatuhan di luar sana.

"Apa sekarang aku kalah menarik sama hujan hmm?"- Mark bergumam, masih bersandar manja pada Clara yang berstatus pasien.

"Gimana sama Haruto?"- Tanya Clara, mengacuhkan ucapan Mark barusan.

Mark akhirnya menyerah. Dia menarik dirinya tidak lagi memeluk Clara. "Dia masih hidup kok,"- ujar Mark.

Clara menoleh pada Mark.

"Aku nggak bunuh dia. Tapi, aku tetap hukum dia karena dia udah jahat ke aku dan kamu. Gapapakan kalau aku hukum dikit?"- Tanya Mark sambil mempergakan makna 'sedikit' dengan jarinya.

"Kenapa nggak dibunuh?"- Clara menatap tanpa ekspresi pada Mark.

Mark tersenyum tipis sebelum meraih tangan Clara yang tertempel infuse dipunggung tangannya. Ia mengelus pelan permukaan kulit Clara, "Karena kematian itu adalah hal yang buruk,"- ujar Mark—mengingat ungkapan Clara kemarin.

"Aku sadar, membunuh seseorang nggak akan nyelesain masalah. Mungkin secara terlihat, itu semua selesai. Tapi disini, nggak,"- Mark menepuk dadanya.

"Aku berpikir keras semalaman tentang semua ucapan kamu kemarin. Aku memang belum sepenuhnya mengerti kamu, Clara. Aku masih belum paham gimana sakitnya perasaan kamu yang hancur, and i'm really sorry for that. Walaupun aku minta kamu untuk ngebagi rasa sakit itu, itu semua pasti nggak akan sebanding sama apa yang kamu rasain sendiri,"- ujar Mark panjang.

Deep End ✔️ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang