39. Dalangnya

87 15 24
                                    

Happy reading :)












Langit berjalan menyusuri rumahnya sembari menggeret koper yang berada ditangan, matanya terus mengedar menatap seluruh foto yang tertempel di dinding, foto keluarga.

"Mama selalu cantik.." gumam Langit dengan senyuman lebar dibibir, matanya menatap wajah sang mama di balik bingkai foto.

Cukup lama Langit berdiri disana sembari memandangi foto foto yang ada disana, mulai dari foto keluarga hingga foto masa kecil dirinya dan sang kakak, masa itu selalu Langit rindukan.

Hingga satu suara menyentak Langit, membuatnya berbalik mengarah pada sumber suara.

"Langit.." suara serak nan parau itu membuat Langit tertegun apalagi saat melihat penampilannya yang berantakan.

"Papa.."

"Apa kamu mau pergi..?" Tanya lelaki itu sembari menatap koper yang berada disamping Langit.

Langit hanya mengangguk singkat.

Kemudian lelaki itu berjalan mendekati Langit, tangannya terangkat menyentuh pundak lebar milik putra bungsunya itu, air mata lelaki itu mulai mengalir membasahi pipi tirusnya.

"Maaf, karena papa telah gagal menjadi seorang papa.." paraunya.

"Papa akan mengakui semua kesalahan papa, dan menebus kesalahan papa selama ini pada mamamu.." ucapnya lagi.

Langit hanya diam, bibirnya terkatup rapat sembari menatap lurus wajah papanya.

"Apa kamu membenci papa..?" Tanyanya sembari menatap lekat mata Langit.

"Langit mau tanya satu hal sama papa.." wajah Langit berubah serius.

"Apa papa terlibat atas kematian mama..?" Tanya Langit dengan suara yang memelan di akhir.

"Papa ga mungkin ngelakuin itu Langit, papa ga mungkin membunuh mamamu, apa yang membuat kamu berpikir seperti itu..?"

"Apa kesalahan yang papa harus akui..?"

Lelaki itu diam untuk beberapa saat, kepalanya sedikit menunduk dengan tangan yang jatuh dari pundak Langit, sedikit samar Langit bisa mendengarkan suara isakan kecil.

"Ini semua salah papa, memang salah papa, andai dulu papa berusaha lebih giat lagi, kita ga akan begini, kita ga akan hancur seperti ini.." lirihnya masih dengan kepala menunduk.

"Papa hanya menepati janji papa Langit, janji yang seharusnya ga papa buat, papa sangat menyesal.." kepalanya menegak dan menatap dengan nanar wajah sang putra.

"Janji..?" Langit terlibat bingung.

Lelaki itu mengangguk, "andai dulu papa ga minta bantuan sama oma mu, mungkin keluarga kita masih utuh, dulu yang papa pikirkan hanya keluarga kita, papa hanya memikirkan Angkasa yang sakit parah, saat itu papa ga bisa membayar uang rumah sakit dan pengobatannya, papa sangat takut dan kebingung saat itu harus apa, sampai oma mu datang menawarkan bantuan, tapi semua itu tidak percuma, papa harus mengikuti semua yang oma mu perintahkan.." jelasnya.

Langit sedikit terkejut mendengar pengakuan papanya, ternyata dibalik sifat papanya yang terlihat tidak perduli dengan keluarga, itu semua hanya alibi didepan omanya.

"Papa sudah gagal, tapi papa mau memperbaiki semuanya, dengan mengakui semua perbuatan papa, seharusnya papa mengakui itu sejak lama, mungkin kakak mu tidak akan pernah memaafkan papa setelah papa mengakui kesalahan papa ini..".

"Pah.."

"Papa yang membunuh Reina.." selanya.

Langit menatap tidak percaya ucapan yang keluar dari mulut papanya, mata Langit melebar sempurna, "kenapa papa ngelakuin itu..?" Langit melipat bibirnya sembari menjambak rambutnya frustasi.

Sky And Sea | Lee Jeno (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang