"Je, nanti lu mau join nggak?", Tawar Chici si Chinese. Dia emang keturunan China asli tapi sudah lama tinggal di Indonesia. Mata sipitnya yang khas, kulit kuning langsat dengan pony tebal yang sengaja ia pangkas buat nyembunyiin jidat lebarnya menambah kesan manisnya. Badannya yang pas tidak terlalu tinggi Dan juga tidak pendek membuat pakaian yang ia kenakan selalu Manis. Oiya orang tuanya kaya raya pengusaha tembaga, asetnya dimana-mana. Jadi nggak heran kalo outfit yang ia kenakan selalu branded.
"Nggak bisa, gua harus jaga Sava, Bentang mau kerja", jawabku datar.
"Yaelah..sekali-kali keluar napa Je..nggak penat tu otak, di kampus lu juga udah rajin banget". Sambut Diandra. Si cewek berambut panjang yang selalu dijepit sembarang tapi kesannya tetap elegant, dengan kacamata bulat ala-ala Korea membuatnya semakin cantik.
"Nggak bisa..", jawabku membela
Oiya.. ngomong-ngomong masalah fisik aku bukan Chinese, mataku nggak sipit Dan melong nggak juga..Aku punya badan yang hampir sama seperti Chici, tapi untuk masalah warna kulit ia jauh lebih benig dariku. Dulu rambutku panjang tapi setelah melahirkan aku mulai hobi memotong rambutku alasannya Yaa Karena nggak ada waktu buat sisiran. Aku keturunan Jawa-Medan. Papa Medan Dan mama Jawa. Banyak yang bilang aku dominan ke papa. Banyak yang bilang aku mirip Dian Sastro. Dian Sastro dari mananya? Preet..tapi aku Tak bohong aku senang bisa dikatakan mirip dengan artis idolaku.
"Kalo gituu ajak Sava sekalian..suami kamu pasti kasih, diakan baik orangnya", bujuk Felix lagi. Pria Chinese si maco Dan suaranya haduuh..sudahlah cukup.
"Betul juga Yaa, Bentang pasti kasih. Tapi Uang dari Mana? ,Sekali nongkrong 200 ribuan itu udah bisa buat makan 3-4 Hari udah bisa pake beli popoknya Sava yang isi jumbo...", Pekikku dalam hati.
Aku bukan Rinjani yang pas SMA dulu, sekarang udah berubah 180 derajat. Maaf banget Karena kalian nggak tahu masalahku, masalahku. Sejujurnya aku benci hidupku.
"Sorry ya guys gua nggak bisa", jawabku singkat sambil merapikan Buku Dan siap untuk pulang. "Gue balik duluan jemputan gue kayaknya udah nunggu dari tadi. Sorry Yaa, bye..". Aku melangkah keluar kelas dan disana langsung kudapati dua orang yang sangat kusayang.
"Hey, udah kelar kelasnya?, Gimana tadi lancarkan?", Tanyanya dengan gembira
"He'em, gimana tadi Sava nggak rewelkan?", Aku mengambil alih Sava dari gendongannya.
"Kalo sama ayahnya Sava nggak bakalan rewel, iyakan sayang?", Sambil mencolek hidung sava pelan.
"Apalagi sama mamanya, iyakan sava", balasku Tak mau kalah.
Di perjalanan pulang hening, Hanya suara angin yang terdengar, suara motor butut kami, dan suara kendaraan lain yang berselewanan. Sava, dia tertidur pulas di gendonganku dia selalu tertidur kalau kami bawa naik motor. Jarak Kontrakan kami dengan kampus lumayan dekat Hanya butuh 5-7 menit pakai motor Dan 10-15 menit kalau berjalan kaki. Tapi aku jarang berjalan kaki, aku selalu diantar jemput Bentang Dan sesekali aku naik ojek, jika Bentang terlalu lama menjemputku.
Kami sudah sampai di depan gang, saatnya motor dimatikan. Aku turun Dan Bentang juga sambil menuntun motornya. Kami berjalan menyusuri gang sempit, Seperti biasa kami selalu disambut tatapan ibuk-ibuk yang penuh penasaran. Aku tahu isi pikiran mereka Otak mereka terus berhipotesa. Saat kutatap mereka mereka tersenyum, aku tahu mereka pura-pura tersenyum tapi setelah kami lewat dari situ mereka akan menggosipkan kami habis-habisan.
Aku tahu bahan gosipan mereka tentang kami. "Kasihan Yaa.." "Masih muda udah punya anak..kuliah lagi..dapat uang darimana? Jangan...jangan..mereka...? emang bisa ngatur waktunya?bla..bla..bla". Aneh sekali, sudahlah Tak perlu kupikirkan hal yang tidak berguna ini, yang terpenting Sava Dan Bentang Masih bersamaku menjadi supportku.
"Huh, capek juga Yaa", sambil menidurkan Sava di springbed murahan yang kami beli sejuta Dua ratus.
"Kamu istirahat dulu, gih. Aku mau keluar dulu". Sambil membawa helm.
"Iya aku istirahat bentar mumpung Sava lagi tidur".
"Aku berangkat Yaa"
"Iya hati-hati".
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJANI
Teen Fiction"Sekarang kamu berubah" Pesan yang kuterima dipagi-pagi buta seperti ini semakin menambah beban hidupku saja . Yeah beban hidup..kupikir masalahku semakin berlomba-lomba menjejakiku Dan selalu berakhir tanpa solusi yang kurasa Tak pernah memihakku...