"Selamat yaa atas wisuda kamu. kamu terlihat sangat cocok dengan dress itu mm.. ee..Cantik!"
tampak wajah merah padam dari perempuan yang sedang dipuji. Akseyna, ia terlihat tersipu malu disembunyikan dengan senyum manis gigi kelincinya.
"haa,,makasih ee..Ben. Oiya Savana nggak kamu ajak?", ia jadi salah tingkah dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Entahlah Sey, aku sudah ajak berkali-kali tapi ia tetap menolak. Ia seperti menjaga jarak dariku sejak aku nggak sengaja mendorongnya."
"aa? maksud kamu?"
"iyaa Sey, aku bener bener nggak sengaja. saat itu aku kalut, pikiranku entah kemana, aku..aku..sudah bikin savana membenciku, ia nggak percaya lagi denganku. itu karena aku selalu bohong sama dia tentang...ibunya, tentang Rinjani."
"Ben, sekarang aku paham posisi kamu gimana, dan gimana perasaan kamu. tapi apa nggak sebaiknya kamu mulai cari tahu tentang Rinjani?"
mendengar sarannya membuatku lumayan terperangai. kupasang ekspresi seakan-seakan aku ingin mengatakan 'apa-apaan sih'. tapi melihat ekspresiku yang seperti itu ia langsung melanjutkan kalimatnya.
"Oke oke..ini mungkin terkesan kamu seakan-akan mengemis kepadanya. tapi apa iya kamu tidak mengerti perasaan Savana? kamu bayangin Ben, Savana bahkan belum genap berusia 2 tahun saat Rinjani pergi ninggalin dia dan aku yakin ia bahkan tidak ingat betul bagaimana wajah Rinjani. Jadi kupikir kamu harus buang ego kamu "
"Sey, kalo memang betul ia menginginkan Savana, sudah pasti tentu ia akan membawa Savana bersamanya. kalaupun atas alasan orang tuanya yang tidak menginginkan Savana, maka Seorang Ibu mana yang rela meninggalkan anaknya hanya karena dalih klasik seperti itu? dan kalaupun ia benar-benar mencintai savana, kenapa Ia tidak mencarinya dari dulu?. ", aku terdiam sejenak menarik nafas lalu melanjutkan kalimatku dan mencoba menormalkan kembali susana.
"Sudah hampir 4 tahun Sey, tidak ada satupun kabar yang kudengar darinya ia mencaritahu tentang Savana. huh...ah sudahlah Sey, tujuan kita ketemu kan bukan buat bahas kehidupanku yang amburadul inii. jadii malam ini harusnya momen spesial buat perayaan wisuda kamu..hahaha...Hey kamu mau apa?, aku traktir deh"
"Wah asiik ditraktir nih", Ia tersenyum girang
"Iya. karena ini momen spesial untuk orang yang spesial"
mendengar kalimatku barusan Akseyna menjadi salah tingkah kembali. apa? tunggu tunggu, memang barusan aku ngomong apa? oh Tidak! Tuhan! Sumpah aku barusan cuma hilang kontrol. maksudku mulutku hilang kontrol. mungkin karena tadi aku terbawa emosional saja. tidak! semoga ia tidak salah paham.
"apapun?", ia berusaha memastikan
aku mengganggukkan kepalaku pelan sebenarnya agak ragu.
"kalo motoran malam-malam keliling Jakarta kayaknya seru deh. ini juga bagian dari traktir kan? traktir jasa haha"
aku cuma tersenyum dengan permintaannya.
"Baiklah"
aku mulai menyalakan motorku, dan mulai melajukannya namun pelan. ia dibelakangku tepatnya diboncenganku. kami mulai menelusuri tiap sudut kota Jakarta. sangat Indah, gedung-gedung tinggi yang menyala menghiasi langit yang semakin gelap, jalanan tampak lebih sepi. sepanjang perjalanan kami membicarakan hal-hal yang tidak penting menurutku, ia terus bercerita dan sesekali aku menanggapinya dengan 'oiya?' atau aku hanya mengangguk sok mengerti. Aku terus melajukan motorku sampai waktu semakin malam dan udara dingin mulai menyengat tubuh. sampai tiba-tiba aku merasakan sepasang lengan yang memelukku erat dari belakang. astaga Tuhan apa ini? aku juga tidak bisa menolaknya. kurasakan gemuruh dalam dadaku. aku tidak tahu seperti ada rasa bersalah tapi disisi lain aku menginginkan ini. ia semakin mempererat pelukannya dan kurasakan kepalanya bertumpu dipunggungku. Tuhan, tidak, aku tidak bisa seperti ini. aku menepikan motorku dan berhenti di sebuah halte busway. ia melepas pelukannya dan turun dari motor.
"kenapa berhenti Ben?"
aku mulai membuka jaketku dan memakaikan untuknya
"kamu ngajak motoran malem-malem tapi nggak sedia jaket ginii. mmm nih pake ini"
"tapii kamu?"
"kamu tahukan aku juga narik ojek malam-malam. udah yuk kita jalan, sekalian aku langsung anter ke rumah kamu yaa..nanti kemaleman kasihan orang tua kamu khawatir"
dia sepertinya pasrah dan dapat kutebak dia agak kecewa. tentu saja aku tidak bisa melakukan ini, membuat anak orang kedinginan malam-malam begini?aku mulai melajukan motorku dan sekarang ia sudah tidak memelukku lagi. aku minta maaf Sey. sebenarnya aku juga menginginkan itu tapi entah kenapa seperti ada rasa bersalah yang tiba-tiba muncul. selama perjalanan ke rumahnya tidak ada obrolan. apa ia marah?
kami sampai juga di depan sebuah rumah berpagar tinggi bercat putih.
"makasih ya Ben udah mau aku ajak motoran malam-malam gini", ia membuka pembicaraan. syukurlah.
"makasih juga loh jaketnya, sampe jadi kamu yang kedinginan begini"
"dan..maaf tadi aku tiba-tiba meluk kamu", ia agak sedikit menunduk
aku hanya tersenyum dan mencoba mengalihkan kekikukan ini
"kamu beneran nggak mau minta barang apa gitu?"
ia menggeleng dan tiba-tiba membisikiku sangat dekat hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya
"cukup jalan sama kamu udah bikin aku bahagia, Ben"
"Bye, aku masuk dulu. makasih yaa", ia langsung berlari kecil tanpa menoleh kembali.
"Akseyna !"
sayangnya ia sudah hilang dibalik pintu
"Jaketku", Aku cuma bisa tersenyum dengan tingkah konyolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJANI
Fiksi Remaja"Sekarang kamu berubah" Pesan yang kuterima dipagi-pagi buta seperti ini semakin menambah beban hidupku saja . Yeah beban hidup..kupikir masalahku semakin berlomba-lomba menjejakiku Dan selalu berakhir tanpa solusi yang kurasa Tak pernah memihakku...