Alvin dan Cintanya yang Abadi

53 2 0
                                    

"Permisi, Selamat Pagi"

pagi-pagi sekali ada tamu yang berkunjung ke rumah. tumben. aku segera beralih ke depan. Kubuka pintu, aku lumayan kaget. kalian bisa tebak siapa yang datang. Alvin! setelah hampir 4 tahun menghilang semenjak kepergian Rinjani ia juga tidak pernah menampakkan diri. tapi sempat kudengar kabar kalau Alvin ke luar negeri meninggalkan kuliahnya di Indonesia dan mengambil program bisnis di negeri Kanguru sana. wajah yang semakin tampan, dan lebih dewasa dapat kulihat dari bentukan tulang rahangnya yang sempurna khas ras Kaukasoid. oke tentu saja manusia akan mengalami perubahan bukan? begitupun denganku. kupikir aku juga cukup banyak berubah dari segi fisik.

"Hai, Ben", ia menyapa dengan gaya smirk. aku teringat saat terakhir kali ia meninju wajahku. ekspresi yang sama. aku masih diam tidak menyaut.

"Lu kurusan", oke sekarang ia langsung menyinggung masalah fisik.

seperti yang kukatakan tadi, fisikku banyak berubah. badanku kurus, aku bahkan tidak mencukur kumisku dalam 3 minggu terakhir ini, rambutku berantakan, styleku? jangan bandingkan dengan gaya berpakain Alvin yang rapi dan stylish, menurutku pakaiannya pasti selalu di gosok. sedangkan aku? kalian pasti tahu gaya berpakaian seadanya, style buruh bengkel. aku akui kerapianku saat bersekolah dulu sudah lenyap seketika. okke aku sibuk bekerja. prioritasku adalah bagaimana aku dan Savanna bisa hidup, tidak penting kamu harus terus nampak rapi dan takut kotor tapi lambung kamu melilitkan.

"Vin?"

"lu nggak usah kaget gitu dong...biasa aja kali..Gua dapat alamat lu dari tempat lu ngontrak dulu. gimana kabar lu sama Savana, baikkan?"

"Baik", jawabku singkat. aku tidak akan menanyakan kabar Alvin karena jelas-jelas ia pasti sangat baik dan sehat.

"Ben, gua mau ngomong sama lu. face to face sebagai cowok"

"masalah Rinjani lagi?", aku langsung menyaut

"Iya", diapun langsung menyaut.

oke aku sudah tahu pasti tujuan dan maksud Alvin menemuiku pasti tidak akan pernah jauh-jauh membahas tentang Rinjani. kalian bayangkan sudah hampir 4 tahun kami tidak saling bertemu, tidak ada angin tidak ada hujan ia datang kemari hanya untuk ngomongin tentang Rinjani. Astaga Vin kamu bener-bener sangat terobsesi dengan Rinjani. aku nggak habis pikir.

"silahkan", aku mempersilahkannya mulai berbicara

"Ben, apa lu masih cinta sama Rinjani?"

Tuhan... pertanyaan macam apa ini!

"Ben, kalau suatu saat gua sama Rinjani bersatu. apa lu bakal marah? karena sampai detik inipun entah kenapa gua nggak tahu gua masih mencintai Rinjani sama kayak dulu nggak pernah berkurang sedikitpun. gua nggak tahu sikap gua bodoh apa nggak. tapi emang kenyataannya kayak gini. makanya gua tanya ke elu. apa lu masih ada rasa sama Rinjani?"

aku menarik nafasku dalam dan mulai membuka mulutku untuk bicara.

"Vin, gua rasa kita udah dewasa, kita bukan lagi anak SMA yang main adu rasa pendam-pendaman gini. oke gua jawab jujur gua..."

aku memotong kalimatku sejenak.

"..gua udah nggak cinta sama Rinjani.", kulihat ekspresi puas dan bahagia yang muncul dari wajahnya. sangat jelas.

"dan lu juga tahu gua sama Rinjani udah nggak ada hubungan apa-apakan, gua juga udah bercerai sama dia. jadi gua pikir gua nggak ada hak buat larang lu buat cinta sama Rinjani. dan hubungan gua sama Rinjani hanya sebagai status ayah dan mamanya Savana. Nggak lebih!"

tidak disengaja kenapa tiba-tiba air mataku menetes. tidak. segera kudesir air mataku dan untung saja Alvin tidak melihatnya. seumur hidupku aku tidak pernah menangis. Tuhan, apa aku berbohong? berbohong dengan kalimatku? ada rasa bergejolak di dadaku. apa aku masih mencintai Rinjani? Rinjani yang egois itu? Rinjani yang tidak peduli dengan anaknya. apa ia masih pantas untuk kucintai. Tuhan aku tidak tahu.

"makasih Ben atas jawaban Lu. Ben, sudah 3,5 tahun ini gua sama Rinjani di Australia"

sontak aku kaget. apa lagi inii! darahku berdesir. sangat sakit Tuhan. rasanya seperti ditusuk pedang tepat di ulu hatimu.

"iya Ben. Gua sama Rinjani ngambil kuliah disana. sumpah saat itu nggak terencana sama sekali. gua juga ngikutin permintaan papanya Rinjani. dia bilang Rinjani butuh temen buat nemenin dia di sana. dan bodohnya gua, gua mau dan tanpa ba bi bu gua langsung nerima dan ninggalin kuliah gua disini."

Tuhan, kalau ingin kukatakan lagi, ini sakit Tuhan. sekarang aku cuma berusaha supaya air mataku tidak menetes tiba-tiba, aku terus berusaha agar tidak terlihat seperti orang konyol, lemah dan miskin. dihadapannya aku terus menunduk.

"Ben, kami baru pulang kemarin. Aku kembali ke Jakarta dan Rinjani langsung dijemput orang tuanya dan langsung pulang ke Medan."

"Ben maafin gua sama sekali nggak ngabarin lu hampir 4 tahun ini".

"Vin, apa Rinjani pernah nyinggung tentang Savana?", tiba-tiba kalimat ini yang terlintas di otakku. oke sekarang aku hanya ingin tahu ini.

"Ben, gua nggak tahu jelasnya apa yang dirasain sama Rinjani tapi tiap kali gua nyinggung tentang Savana ataupun lu, ia langsung ngalihin pembicaraan.Dan nyibukin diri dengan hal lain. gua nggak tahu apa ia bener-bener nggak peduli sama kalian atau ia cuma pura-pura nggak peduli. dan gua juga coba ngomong baik-baik ke dia, soal kenapa dia selalu menghindar kalau membahas soal kalian. tapi anehnya ia malah ngebentak gua. dan gua juga nggak bisa maksa dia"

"Thanks Vin atas kedatangan lu. oiya gua harus ke Bengkel"

"oh, lu masih di Bengkel?"

"Iya, Vin, masih", gua tersenyum paksa

"perusahaan mana yang mau nerima lulusan SMA jadi Manajer? paling mentok ya gua jadi Cleaning Man, hmm"

"oiya gua ada oleh-oleh buat Savana, nih gua titip ya dan kayaknya gua juga harus balik"

"Thanks Vin"

"Yes, bye. salam gua ke Savana"

ia kemudian pergi kupandangi ia yang perlahan semakin samar. dengan mobilnya ia melaju menghilang meninggalkan ku. aku tertawa dalam hati 'AKu sungguh terlihat menyedihkan'.







RINJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang