Suasana terasa sangat menegangkan. Empat remaja saat ini...Waw waw remaja? Apa aku dan Rinjani tepat disebut remaja? Pasti Iya untuk Akseyna dan Alvin Karena mereka belum menikah dan usia mereka Masih 22 tahun. Tapi kupikir secara umur aku dan Rinjani juga tergolong remaja. Come on kami Masih 22 tahun Haha oke oke sudahlah tidak perlu mendebatkan aku dan Rinjani tergolong remaja atau tidak Karena pada kenyataannya kami sudah memiliki anak. Dan kami adalah orang tua. Iya! Orang dewasa! Dan kami memiliki Savana hasil hubungan yang seperti 'itu'. Oke, sampai disini tentang remaja-remajaan! Titik. Sekarang kami hanya terpaku diam dengan pikiran semrawut dan gejolak hati yang juga ikut semrawutnya. Sudah hampir 10 menit tidak ada yang membuka suara, hanya ada colongan tatapan satu sama lain. Sumpah ini sangat menegangkan! sampai suara deheman Alvin terdengar.
"E hem, Oke guys. Ini Kita nggak lagi rapat paripurna MPR kan? Dan ini first time Kita ketemu berempat. Anggap aja ini jadi reunian alumni gagal kampus ternama di Jakarta. Okke..", Alvin membuka dengan banyolan khasnya.
"Btw, Gua alumni benerannya", Akseyna menyambut dengan ekspresi kesal sampai dia melakukan deklarasi kalau dia bukan alumni gagal.
"Haha, Sorry sorry. Gua beneran nggak tahu. Lagian gua cuma beberapa kali ketemu lu dulu. Dan lu juga sepertinya jarang muncul deh.."
"Serah lu", Akseyna benar-benar terlihat kesal dengan Alvin. Itu Karena Ia belum tahu kalau Alvin itu tipe humoris. Dan aku yakin Alvin hanya ingin mencairkan suasana. Ini hanya ketidaktahuan saja. Dari sini sangat penting bersikap pada orang yang betul-betul sudah paham dan tidak paham Kita.
"Rinjani, kamu mau ngomong apa?", akhirnya aku membuka suara. O my God aku memanggilnya 'Rinjani'. Jujur rasanya aneh. Terasa kaku.
Ia menarik nafas
"Vin, apa kamu bisa nunggu disana?"
"Oke, Je.", Alvin mengiyakan dan berdiri
"Hey, Nona Akseyna sepertinya sekarang aku harus mentraktirmu secangkir teh. Ayo ikut bersamaku", Alvin sangat peka Ia tahu keinginan Rinjani yang ingin berbicara empat mata denganku.
Akseyna menatapku memastikan. Aku mengangguk tanda 'boleh'. Ia kemudian pergi mengikuti Alvin. Rinjani menatap adegan kode-kodean kami. Keduanya pergi menuju bangku lain tidak terlalu jauh dari tempat duduk kami tapi obrolan kami sepertinya tidak akan terdengar.
Sekarang hanya kami berdua. Ini sangat kikuk sekalii
"Kamu apa kabar Rinjani?", aku membuka obrolan.
"Baik. Dan kamu juga kayaknya baik."
Ia bilang aku baik. Setelah Ia meninggalkan aku dan Savana dalam kondisi tersulit. Sumpah kamu naif banget Rinjani.
"Kamu sibuk apa sekarang?", Ia melanjutkan kalimatnya.
"Aku di Bengkel", jawabku singkat.
Ia mengangguk-ngangguk.
"Keren dong. Nggak heran sih kamukan dari dulu suka reparasi barang-barang rusak", ekspresinya sangat meremehkan.
"Oiya sekarang kamu juga deket banget sama siapa? Aksey..? Siapa sih?"
"Akseyna", aku menimpali
"Yas Akseyna, dia sangat lengket sama kamu. Kalian cocok".
Astaga basa basi macam apa inii. Come on.. Rinjani sekarang kamu sangat menyebalkan. Tolong langsung bicarakan saja apa yang mau kamu bicarakan. Kamu bahkan tidak menanyakan kabar Savana SAMA SEKALI!!!
"Oke sebenernya kamu mau ngomong apa?"
"Oiya, Sorry malah jadi kemana-mana nih. Jadi sebenernya gini..aku sama orangtuaku mau ngucapin minta maaf ke kamu. Dan sekarangkan Savana udah semakin besar itu berarti kebutuhan dia juga semakin banyak. Jadi kami sudah berencana untuk menambah uang tunjangan untuk Savana sesuai kebutuhan dia. Jadi kira-kira berapa yang kamu mau?"
Aku terpaku dengan omong kosong nya. Aku benar-benar muak. Apa Iya perempuan dihadapanku ini betulan Rinjani? Kemana Rinjani yang cerdas? Rinjani yang menolak penindasan? Rinjani yang tidak memandang status sosial?
"Sorry banget kalo ini terlambat. Harusnya ini kami lakukan sejak Savan.."
"Apa kamu benar-benar Rinjani?", aku memotong kalimatnya.
"Astaga..tentu saja haha apa kamu hampir tidak mengenaliku?. Oh God aku cuma mengubah warna dan model rambut saja. Ada ada saja kamu ini", Ia tertawa.
"Rinjani apa kamu baik-baik saja?", aku bertanya ini kembali Karena aku yakin ia tidak baik baik saja. Aku yakin kamu hanya pura-pura Rinjani.
"Tentu saja, Bentang. Aku baik."
"Tidak Rinjani Kamu bohong! Kamu cuma pura-pura kan?"
"Apa pentingnya aku pura-pura? Sudahlah jangan mengada-ngada. Sekarang Aku hanya butuh jawaban kamu. Berapa kira-kira yang Savana butuhkan?! Kamu cukup memberitahu nominalnya itu saja, selesaikan"
"Je..", akhirnya aku memanggil panggilan itu lagi. Tidak kusangka reaksinya Ia tiba-tiba terdiam dan keluar semburat kepedihan di wajahnya. Mata sayu itu muncul lagi seperti pertemuan kami di gereja. Ia berusaha menyembunyikannya dan terdengar hembusan nafas panjang.
"Ben, cepat beritahu berapa yang Savana butuhkan?", suara lantangnya berubah keluh.
"Je, apa kamu tahu usia Savana sekarang berapa? Ia sudah 6 tahun Je..dulu saat Ia lahir aku ingat betul tangisannya. Itu..itu adalah Hari paling bahagia sepanjang hidupku. Aku ingin moment itu terus terulang. aku kadang tidak ingin Ia tumbuh dengan cepat. Aku ingin terus menggenggam jemari kecil itu. Tapi aku juga ingin ia segera Dewasa agar Ia tidak perlu merasakan pahitnya tumbuh tanpa ibu. Je, apa kamu tahu seberapa sering Ia tertidur di meja makan butut untuk menunggu kedatanganmu? Kamu mungkin tidak tahu bagaimana Ia selalu bergumam dalam tidurnya menyebut mama mama. Huh..."
Aku menarik nafas sejenak kulihat Rinjani matanya berkaca-kaca sekarang. Ia berusaha untuk tidak menangis.
"..sebentar lagi Ia akan masuk SD. Ia anak yang cerdas. Rasa ingin tahunya sangat tinggi, dan cerewetnya kayaknya dapat dari kamu deh..."
Kalimatku membuatnya tersenyum
"..apa lagi kalo Ia sudah mengomel. Persis kamu banget. Je..apa kamu benar-benar tidak merindukan Savana?"
Kulihat tetesan air matanya mulai keluar namun Ia langsung menghapusnya.
"Cukup Ben cukup!. Aku tidak memintamu untuk bercerita tentang seberapa ingin Savana bertemuku. Sekarang Aku cuma ingin tahu berapa yang Savana butuhkan? Itu saja!"
"Kalo itu yang kamu mau, baik.."
Aku membuka tasku dan mengambil sebuah buku rekening dan memberinya. Ia mulai membukanya.
"Aku ingin mengembalikan ini. Ini jawaban yang kamu butuh kan?
Itu adalah buku rekening tunjangan yang orang tuanya transfer setiap bulan sejak Rinjani meninggalkan Savana. Tercatat utuh. Tidak ada yang diambil. Ia tercengang dan terheran.
"Terimakasih atas semuanya. Terkait berapa yang Savana butuhkan, mungkin tidak penting aku memberitahumu. Sekarang Aku akan mengembalikan ini. Sekali lagi terimakasih. Oiya satu lagi. Sampaikan terimakasih ku juga pada orang tua kamu, Je. Itu saja."
Ia mematung tidak berkata-kata.
"Cuma itu yang kamu ingin tahu kan? Oiya astaga aku hampir Lupa. Aku harus pulang Savana sudah menungguku. Aku duluan Rinjani."
Aku segera bergegas pergi meninggalkan Rinjani. Disana ada Akseyna menyambutku. Aku mengajaknya pulang dan Ia mengekor dari belakang. Ada perasaan puas dalam hatiku. Akhirnya aku menyampaikan apa yang selama ini kupendam.
Semoga setelah ini kamu benar-benar baik Rinjani. Bukan pura-pura terlihat baik_
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJANI
Ficção Adolescente"Sekarang kamu berubah" Pesan yang kuterima dipagi-pagi buta seperti ini semakin menambah beban hidupku saja . Yeah beban hidup..kupikir masalahku semakin berlomba-lomba menjejakiku Dan selalu berakhir tanpa solusi yang kurasa Tak pernah memihakku...