Menjauh

70 5 0
                                    

Sudah 3 Hari sejak pertengkaran itu kami Tak bicara intens. Sesekali Kami saling melirik tapi setelah itu Kami sibuk dengan urusan masing-masing. Kemudian untuk mengurus Savana Kami Tak bernego untuk mengurusnya tidak seperti biasanya yang kami lakukan. Hal-hal seperti Mengganti popoknya atau membuatkan susu untuknya tidak kami lakukan dengan plan. intinya yang paling peka sinyal pendengarannya yang dapat mengurus Savana.  Saat Savana menangis saat itu kami akan berlari menuju Savana berlomba-lomba membantunya tapi saat kutemukan ia lebih dulu aku hanya bisa mengintip dari balik pintu begitupun sebaliknya yang ia lakukan.

"Aku berangkat", Ia pergi sambil membawa Savana dalam dekapannya. Sejak saat itu ia selalu membawa Savana ke kampus bersamanya.

"Hati-hati di jalan", hanya itu yang bisa kukatakan begitu suara motornya mulai terdengar Samar.

Dalam lubuk hatiku terkoyak sebenarnya ada banyak hal yang ingin kukatakan. Aku sedih...Iya aku sedih melihat anakku pagi pagi seperti ini harus naik motor, Hawa dingin harus menerpa kulitnya yang lembut itu. Aku sedih ia harus menaiki motor butut yang kecepatannya hanya 11 12 dengan delman langganan Omaku di Yogya. Aku sedih ia Tak bisa merasakan hidup mewah dimasa-masa kecil sepertiku..aku yang selalu diantar jemput pakai Mobil papa. Mama bilang "Kamu kalo kena angin langsung demam loo Jee". Papa yang selalu marah kalo aku ketahuan ngojek diam-diam ke rumah temen. Papa yang selalu marahin mama kalo aku sama mama berkompromi untuk ngizinin aku keluar malem.

Semua perlengkapan kuliahku Hari ini siap. Kulirik ponselku "sudah pukul 07.20, aku harus segera berangkat". Tepat saat aku baru saja keluar dari gang kumuh itu tiba-tiba ada yang membunyikan klakson mobil di depanku. "butuh tumpangan?", Ia mengedipkan matanya menawarkanku dengan senyum ramahanya. Aku Tak bisa menolak tawaran itu Karena memang aku sedang tergesa-gesa.

Di perjalanan kami hanya terdiam. Aku nggak bisa memulai pembicaraan dengan lawan jenisku. "Kamu sama Sava sehatkan jee?", tiba-tiba ia bertanya membuka keheningan ini. Ya Tuhan entah kenapa perjalanan ini terasa lama sekali. "Iyaa, kami baik", bohongku sambil menganggukkan kepala. "Tapi mata kamu bengkak loo, maaf kalo aku lancang ngomongnya", Ia agak sedikit kikuk. "Ooh ini, Iya tadi malam perutku tiba-tiba kram, kamu tau aku kan kalo udah gituu haduuh udah parah banget nangisnya", Aku berbohong lagi. "Iyaa hehe, dulu pas Kita SMA entah kenapa aku selalu sedih lihat kamu kalo lagi kram perut", ia bernostalgia sambil senyum senyum.

"Aku turun disini Aja", aku menghentikan lamunannya. "Oiya astagaa sorry Yaa jee,. Aduuh", ia kemudian berhenti kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Aku sudah sampai di depan fakultasku "Thanks Yaa Vin,,", aku tersenyum mengucapkan terimakasih pada Alvin. "Okey, Jee kalo kamu butuh bantuan kamu jangan segan hubungi aku Yaa. Yaah meskipun kamu udah punya pengawal pribadi".
Kalimat terakhirnya agak terdengar Samar tapi aku cukup jelas mendengarnya. Dan itu membuatku agak heran. "Hmm okey kamu semangat yaa kuliahnya", ia memberiku semangat.

"Thanks Vin, kamu juga semangat Yaa".

----+++----

Perkuliahan pertama selesai tiba waktunya istirahat. Aku harus ke Fakultas Teknik pikirku. Aku ingin tahu anakku sedang apa saat ini. Aku berlari menuju Fakultas Teknik. Setibanya disana kulihat Sava sedang ada di dekapan seorang cewek. Yaah aku tahu dia  cewek yang satu Tim dengan Bentang. Kuamati mereka beberapa saat Bentang datang membawa botol susu Sava kemudian mengambil alih Sava dari perempuan itu. Perempuan itu mengambil botol susu Sava kemudian menyuapi Sava. Ia begitu senang, ia terlihat gembira sampai akhirnya Sava kulihat tertidur.

Aku baru sadar "astaga kuliah ke Dua!", Aku beranjak dari tempat itu menuju ke fakultasku sambil berlari.
Dan memaki dalam hatiku

"Bodoh!!"

RINJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang