14. Wawa Sayang

17 9 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

~~~

Tak terasa sudah hampir seminggu class meeting berlangsung, dan esok, tepatnya pada hari Sabtu, para siswa akan menerima rapor, setelah itu mereka diberi waktu 2 minggu untuk libur sekolah.

Semua siswa masih bersemangat mengikuti setiap kegiatan, terlebih hari ini hari terakhir class meeting, semuanya terlihat gembira menikmati rangkaian kegiatan, kecuali Ira.

Ira bingung bagaimana ia akan menyampaikan kepindahannya ini pada Wawa, ia sudah menunda terlalu lama, hari ini juga ia akan berpamitan pada Wawa.

~~~

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, itu berarti class meeting sudah berakhir, ini saatnya bersih-bersih, esok mereka akan menerima rapor, lalu libur 2 minggu, tentunya sekolah harus bersih sebelum ditinggal para penghuninya>

Ira yang sejak tadi tak fokus tak sengaja menumpahkan ember berisi air pel, sontak saja semua orang menatapnya, ia merutuki dirinya dalam hati.

"Ra, ati-ati dong, becek deh jadinya !" Ira hanya bisa meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya.

Kejadian itu tak luput dari perhatian Ino dan Wawa, mereka merasa ada sesuatu yang difikirkan Ira, apa masih berhubungan dengan Alan waktu itu ?

Setelah menyelesaikan tugasnya, Ira segera menghampiri Wawa yang masih sibuk membersihkan papan tulis.

"Udah Wa ?" Wawa menghentikan aktivitasnya.

"Udah, mau ke kantin ?" Ira mengangguk semangat, tenggorokannya sudah sangat kering.

Mereka berjalan beriringan menuju kantin, tak seperti biasanya, mereka hanya diam memandang jalan, tak ada percakapan seperti biasa, Wawa yang tak tahan dengan kecanggungan ini pun mulai berbicara.

"Ada masalah ya Ra ?" Ira menoleh sebentar lalu mengalihkan pandangannya kembali.

Respon Ira barusan sudah cukup bagi Wawa, pasti ada masalah.

"Kenapa ? Cerita aja Ra." Wawa memegang pundak Ira berusaha meyakinkannya.

"Ira mau ngasih tau sesuatu, tapi takut Wawa marah." Wawa semakin bingung dibuatnya.

"Bang Alan ya ?" Ira segera menggeleng, perkiraan Wawa tentang keluarga sama sekali tak benar.

"Engga, yang Wawa bilang waktu itu sama sekali ga bener kok, Alhamdulillah." Ira bersungguh-sungguh.

"Jadi, Bunda ga bangkrut ? Bang Alan ga di DO ? Bunda masih bisa bayar SPP kamu ?" Tanya Wawa menggebu-gebu.

"Engga Wa, bisnis Bunda lancar, kuliah Bang Alan juga baik-baik aja, bahkan bentar lagi wisuda, Bunda juga masih mampu kok bayar SPP Ira." Wawa bernafas lega mendengarnya, ternyata dugaannya salah, jadi, apa alasan Ira murung seperti ini ?

Dugaan Wawa lah yang membuat Ira cemas bukan main saat itu, namun Ira bersyukur itu semua tak terjadi, ternyata Bunda dan Abangnya sibuk mengurus hal lain, termasuk kepindahannya.

Tapi, fakta sebenarnya juga membuatnya sedih, berat rasanya berpisah dari Wawa, sahabatnya sejak pertama bersekolah di sini, sahabat pertamanya, tempatnya berbagai cerita, bagaimana bisa ia meninggalkannya ?

Namaku Ira [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang