7. Mulai Terbiasa

24 13 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

~~~


Kejadian dua hari lalu di perpustakaan tak merubah apapun pada diri Ino, seperti tak terjadi apa-apa di antara mereka, dan memang tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

Sekarang, Ira dan Wawa sedang menunggu pesanan mereka di kantin, mereka hanya duduk berdua, dan selalu berdua .

"Ra, ngapain si ? Dari tadi senyam senyum senyam senyum." Tanya Wawa , pasalnya sedari tadi Ira sibuk dengan ponselnya.

"Hah?"

"Ira ngapain dari tadi ? Senyum-senyum segala lagi, aneh banget." Sebal Wawa.

"Ooh, ini, bunda tadi ngechat, katanya tiga hari lagi pulang." Jawab Ira bersemangat.

"Kan emang jadwalnya tiga hari lagi pulang Ra."

"Ya, iya si, tapi kan, tetep aja seneng." Ira tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya.

Di sisi lain

"Bro, nasi goreng lo bisa bisa tumpah dah kalo di aduk-aduk gitu." Kata Ale mengingatkan.

Sementara yang diingatkan sama sekali tak mendengar, pandangannya hanya lurus ke depan.

Melihat itu Ale membalikkan badannya, dan ...

"Oooh, ada pujaan hati, makanya ga fokus." Sindir Ale.

Ale berucap cukup keras, sehingga Ino tersadar dan langsung beristighfar.

"Astaghfirullah... Gue ngapain Le ?" Tanya Ino.

"Lah, lo nanya gue, noh liat." Ale menunjuk Ira dan Wawa di bangku seberang.

"Elo, elo nih ya, Vino Alvian Putra, lagi ngeliatin Ira, Syakira Hanindiya Aisya, jelas? Harusnya gue yang nanya, ngapain lo liatin Ira ?" Jelas Ale sembari menunjuk nunjuk Ino dan Ira bergantian.

"Ira keliatannya lagi seneng, gue juga ikutan seneng jadinya."

"Mending makan gue, laper !" Sebal Ale kembali menyantap nasi goreng spesialnya.

Pulang sekolah

Bahkan sampai jam pulangpun Ira masih terus terusan tersenyum, Wawa hanya bisa geleng-geleng kepala.

Saat melewati gerbang, mereka berpapasan dengan Ino, tak seperti biasanya, Ira berlalu begitu saja.

Wawa mengerjap beberapa kali, ia masih mencerna kejadian beberapa detik yang lalu itu.

Jika Ino yang tak menyapa Ira, mungkin hal itu biasa bagi Wawa, tapi sekarang, Ira yang tak menyapa Ino, jangankan menyapa, melirik saja tidak.

Ira kenapa? -batin Wawa

Mereka sudah sampai di rumah, Wawa masih memikirkan kejadian langka tadi, ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya.

Apa karna Ira ga liat Vino ?
Ga mungkin ga mungkin, pasti liat.
Atau, karna kesenengan Bunda mau pulang jadi ga fokus?
Atau, ada hubungannya sama kejadian di perpus?
Tau ah pusing !

Wawa memilih untuk tak memikirkannya lagi ataupun menanyakannya pada Ira, ia tak ingin mengganggu kesenangan Ira saat ini.

Malam harinya

Setelah makan malam mereka berbincang-bincang di kamar Wawa, sepertinya dua manusia ini tak pernah bosan saling bercerita dan saling mendengarkan cerita, hampir setiap malam mereka melakukan sesi curhat-curhatan ini.

"Ra, tadi Ira liat Vino kan di gerbang ?" Tanya Wawa demi rasa penasarannya, dan rasa pedulinya juga tentunya.

"Liat." jawab Ira santai.

"Kok ga nyapa? Tumben."

"Gapapa, emang kenapa?" Jawaban Ira justru membuat Wawa semakin bingun.

"Kan biasanya Ira nyapa Vino terus, aneh aja gitu kalo ga nyapa kaya tadi."

"Hmm." Ira berfikir sejenak.

"Kayaknya, Ira udah mulai terbiasa deh." Sambungnya dengan raut wajah polos disertai senyum manisnya.

"Karna kejadian di perpus ?"

"Iya, harusnya Ira sadar dari awal, kan lebih cepat tau lebih baik buat Ira, tapi gapapa, kan ga ada kata terlambat, untuk berubah menjadi taat." Lagi lagi kalimatnya diakhiri dengan senyuman.

"Semangat Ra, kamu pasti bisa terbiasa sama hal ini, Wawa dukung seratus persen." Kata Wawa sembari mengepalkan tangannya memberi semangat.

Keduanya melanjutkan sesi curhat itu sampai mengantuk dan akhirnya tidur.

~~~

See you di next part 🧡🤗

Namaku Ira [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang