22. Perihal Rasa

9 7 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

~~~

Minggu berikutnya Ino kembali datang mengunjungi panti, menghibur anak-anak dan sesekali mengajar, ia menepati janjinya untuk datang lagi dan membawa oleh-oleh untuk anak-anak, sekarang ia sedang membagikan berbagai makanan ringan

"Udah kebagian semua ?"

"Udaaaaah" Ino tersenyum hangat melihat anak-anak panti yang selalu bersemangat itu

Setelah selesai, Ino menghampiri akang untuk sekedar berbincang sebelum ia pulang

Ino duduk di kursi kayu bersebelahan dengan akang yang mengawasi anak-anak dari jauh

"Sekali lagi terimakasih ya Vino"

"Iya kang sama-sama, dari tadi terimakasih terus"

"Iya ya, saya cuma senang, selama ini belum ada yang sesering kamu datang kesini, bermain sama anak-anak, bikin anak-anak ketawa seperti tadi" Ino mendengar dengan seksama, ia juga senang bisa berbagi kebahagiaan, meski sedikit

"Saya juga senang kang, saya jadi banyak belajar setelah kenal dengan anak-anak"

"Alhamdulillah kalau begitu, semoga banyak orang baik seperti kamu ya"

"Si akang bisa aja" Ino jadi malu sendiri, sedari tadi di puji-puji

"Yaudah kang, udah mau sore nih, saya pamit ya" Ino berdiri dari duduknya, akang pun ikut berdiri

"Iya iya, fi amaanillah ya"

"Iya kang terimakasih, assalamu'alaikum"

"Wa'alaikummussalam"

Ino berjalan menjauh, ia menaiki motor dan hendak pulang, namun lagi-lagi, netranya menatap gadis bercadar yang baru-baru ini dikenalnya, tanpa sadar, bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis

"Astaghfirullah" ia geleng-geleng untuk menyadarkan dirinya

~~~

Sesampainya di rumah, Ino disambut kedua orangtuanya yang sedang berbincang ringan di teras rumah

"Assalamu'alaikum" Ino mendekat dan menyalami orangtuanya bergantian

"Wa'alaikummussalam" jawab keduanya serentak

"Dari panti lagi ?" Ino spontan mengangguk

"Di sana Vino dapet banyak pelajaran yang ga Vino dapetin di tempat lain, gapapa kan kalo Vino sering-sering kesana ?"

"Gapapa, selagi itu baik dan mengganggu kuliah kamu" jawab ayahnya bijak

Orangtua Ino memang seperti itu, selalu membebaskan apapun, asalkan baik, itu saja syaratnya, tapi ada satu hal yang menggangu kebebasannya saat ini, menikah

Sejak awal ia berkuliah, orangtuanya memang sudah mewanti-wanti agar Ino segera mencari calon, ia harus menikah muda, bahkan syarat ia boleh berkuliah di Bandung adalah hal itu, dengan berat hati dan perasaan campur aduk Ino menyetujuinya

Setelah berbincang cukup banyak, Ino izin masuk, ia ingin beristirahat

"Vino masuk ya Yah, Bu" Ino sudah beranjak dari duduknya, ia berjalan masuk ke dalam rumah

"Jangan lupa cepet-cepet cari calon, kalo engga Ibu jodohin kamu" teriak sang Ibu, detik itu juga langkah Ino terhenti, ia meneguk ludah dengan susah payah, meskipun terdengar seperti candaan, entah mengapa kerja jantungnya meningkat dua kali lipat

~~~

Minggu berikutnya, Ino kembali ke panti, entahlah, baginya panti memiliki magnet tersendiri yang membuatnya selalu ingin kembali

Namaku Ira [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang