15. Balas Dendam

15 8 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

~~~


"Kamu udah pamit sama Vino kan Ra ?"

Ira tersenyum simpul dan mengangguk.

"Kirain lupa." Wawa menarik selimutnya dan melanjutkan tidurnya.

~~~

Flashback on

Sesaat sebelum pulang, Ira hendak menemui Ino untuk berpamitan, karena Ino tidak ada di kelas, Ira mencarinya keluar.

Ira melihat Ino di depan perpustakaan, berjalan santai menuju parkiran yang memang cukup dekat dengan perpustakaan, mungkin hendak pulang.

"Ino !" Satu teriakan berhasil menghentikan langkah Ino, ia menoleh dan melihat Ira yang berdiri seorang diri di sana.

"Jangan liat kesini, balik badan !" Ino mengerutkan dahinya bingung.

"Udah ikutin aja !" Akhirnya Ino mengikuti perintah Ira.

"Ira mau ngomong dulu, agak lama, ga bisa 5 menit, tapi Ira janji, ini yang terakhir kali." Ino mendengar dengan seksama, takut-takut ada hal penting yang akan Ira sampaikan.

Ira mengatur nafasnya terlebih dahulu, berat rasanya mengucapkan selamat tinggal pada Ino.

"Ira mau pulang, jadi, Ira mau pamitan dulu, Ira minta maaf ya kalo selama ini Ira banyak salah." Ira mengatur nafasnya sekali lagi.

"Makasih banyak udah jadi teman yang baik buat Ira, maaf kalo Ira belum bisa jadi teman yang baik buat Ino." Ira berusaha untuk tetap tersenyum.

"Oh iya, Ira juga bakal balas dendam, Ira ga terima ya sama kejadian waktu itu, Ira bakal bales Ino, liat aja nanti !" Ira terkekeh sendiri dengan ucapannya.

Ino tak tahan lagi, ia membalikkan badannya dan melihat Ira yang berdiri cukup jauh dari dirinya, Ira yang melihat itu hanya tersenyum.

"Namaku Ira, Syakira Hanindiya Aisya, diingat ya !" Ira mengakhirinya dengan senyuman.

Ira segera berbalik dan pergi menjauh dari hadapan Ino, ini kali terakhir ia bertemu Ino, kali terakhir ia melihat Ino, ya, kali terakhir.

Ino yang masih bingung dengan kalimat-kalimat Ira hanya diam di tempat, ia masih belum mengerti.

~~~

Ira berjalan seorang diri di koridor sekolahnya, ia memerhatikan sekeliling, ia pasti akan sangat rindu dengan suasana sekolah, apalagi dengan teman-temannya.

Senyumnya semakin mengembang saat melihat seorang laki-laki yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Ale !"

"Kenapa Ra ?" Ale menghentikan langkahnya.

"Ira mau pulang, Ira pamit ya." Ale menautkan keningnya bingung.

"Ha? Tumben pamit sama gue, pulang ya tinggal pulang aja kali Ra." Ira hanya tersenyum.

"Yaudah, Ira pulang ya, makasih dan maaf untuk semuanya, assalamu'alaikum Le." Ira kembali melanjutkan langkahnya.

"Salah makan tu anak." Ale geleng-geleng kepala melihat tingkah Ira yang menurutnya aneh.

Ira sudah berpamitan dengan semua temannya, ia sudah cukup lega untuk meninggalkan mereka

Flashback off

~~~

Sejak tadi Wawa tak berhenti menangis, Ira dan keluarganya menjadi tak enak hati pada Mama Wawa.

"Udah dong Wa nangisnya." Ira menepuk-nepuk punggung Wawa.

Bukannya berhenti, Wawa justru semakin menjadi, membuat orang-orang memerhatikannya.

Saat ini mereka sedang ada di bandara, menunggu waktu keberangkatan Ira dan keluarga meninggalkan pulau Sumatera.

Wawa dan Mamanya ikut mengantar, mengingat kedekatan diantara keluarga mereka.

Suara isak tangis masih terdengar, meski tak sekencang tadi, Wawa sudah mulai tenang, ia ingat ini pertemuan terakhirnya dengan Ira, ia tak mau terbuang sedetikpun.

"Wa, aduh, sesek nih, udah dong meluknya." Ira berusaha melepas dekapan Wawa.

"Ga, pokonya ga akan dilepas sampe kamu mau masuk ke sana !" Wawa semakin mengeratkan pelukannya.

Ira hanya pasrah, ia tau perasaan Wawa, ia juga merasakannya.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Ira dan keluarga akan segera berangkat, kesedihan kembali menyelimuti Ira dan Wawa, mata kedua gadis itu nampak berkaca-kaca, tak menyangka akan berpisah secepat ini.

Untuk terakhir kalinya, Ira menoleh menatap Wawa, dalam hati ia berdo'a, agar Allah selalu menjaga Wawa dan hatinya, serta persahabatan mereka.

Selamat tinggal Sumatera, terima kasih atas kenangan manisnya.

~~~

Dengan langkah gontai Wawa memasuki kamarnya, ia lantas merebahkan dirinya di kasur lalu melihat langit-langit kamarnya, rasanya aneh, ia seperti kehilangan sesuatu yang penting dihidupnya , dan memang, ia sudah kehilangan sosok Ira, Wawa sendiri tidak yakin bagaimana dirinya tanpa Ira.

"Nanti sama siapa ya disekolah ?" Wawa menggulingkan badannya, tangannya menggantung di tepian kasur.

"Temen-temen cewe di kelas siapa aja dah ? Ah, kemana-mana sama Ira mulu, jadi bingung kan." Wawa mendudukkan dirinya.

"Apa bisa ya Wawa tanpa Ira ?" Wawa menghela nafas dan merebahkan dirinya kembali, ia memilih tidur, berharap saat bangun nanti, kepindahan Ira hanyalah mimpi.

~~~


See u di next part, thank u 🤗🧡

Namaku Ira [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang