9. A Piece of Mistery

1.1K 122 57
                                    

Sup hangat di hadapannya mengepul nikmat, sarapannya kali ini harus benar-benar sesuatu yang sehat dan bisa membantunya pulih segera dari hangover-nya. Pesta demi pesta berlangsung begitu ramai meriah, dan tentu bertabur alkohol. Mempunyai banyak penggemar itu memang menyenangkan tapi sekaligus melelahkan. Betapapun kondisinya mereka tetap berharap dirinya tampil prima mempesona sebagaimana fantasi mereka.

Rhys kembali menikmati sup panasnya, matanya terbentur pada sebuah benda kotak berwarna merah dan terikat dengan pita yang cantik. Benda itu tadi datang bersamaan dengan kiriman sarapannya dari restoran favoritnya. Mungkin itu adalah hadiah dari para penggemarnya lagi, sudah lebih dari biasa. Rhys tanpa berulangtahun pun masih sering mendapatkan hadiah.

Kebiasaan Rhys yang selalu memberikan perhatian kecil kepada kliennya, termasuk kado untuk ulang tahun mereka, menjadikan Rhys juga istimewa. Entah berapa puluh kado yang dia terima dan angkanya terus bertambah. Para klien Rhys yang merasa bahagia mendapat perhatian memang membalas Rhys dengan memberi kado juga, yang mana nilainya terkadang agak fantastis. Rhys hanya berterimakasih, dia tidak menolak. Menerima dan berterimakasih dengan baik adalah tindakan yang paling sopan.

"Iyaaa, sabar dikit kenapa sih kayak cewek aja rewel bener ... !" Rhys mengomel dengan smartphone di telinga. Willy memang seperti itu, dia tidak suka menunggu sedikit lama. Padahal baru meleset sepuluh menit saja dari jam yang sudah ditetapkan. Rhys baru saja pulih dari hangover setelah party kemarin, dan Willy sama sekali tidak ada empati.

Rhys hanya bisa menggerutu menuju tempat parkir dimana mobil merah itu berdiam, sesekali dia mengangkat tangan kirinya, memuji betapa jam tangan itu melekat manis dengan pas di pergelangan tangannya. Nyonya Arini memang berselera tinggi, tahun lalu sebuah mobil sport dan sekarang jam tangan mewah. Rhys tahu Nyonya Arini bergelimang harta, dia adalah istri dari salah satu pejabat tinggi negara yang juga mempunyai beberapa perusahaan besar. Memberikan kado seperti ini mungkin seperti membeli permen baginya.

Langkah Rhys terhenti, dia melihat ke sekelilingnya, sepi. Di dekat mobilnya terparkir sebuah motor besar berwarna hitam, ada tulisan huruf Jepang di sisi kanannya. Rhys memang tidak bisa membaca tulisan yang seperti itu, tapi kalau tipenya Rhys bisa menebak, Hayabusa. Orang macam apa yang membeli motor yang seharga mobil, Rhys tidak pernah bisa berpikir. Sudah membayar mahal tapi tetap saja kehujanan dan kepanasan. Tapi masalahnya bukan itu, kenapa benda ini diparkir di sini, beberapa slot parkir di sini adalah milik Rhys.

"Bodo amat dah, motor siapa pula itu. Mabok kali sampe salah parkir." Rhys cuma menggumam saja dan segera masuk ke mobil, smartphone-nya sudah berdering dan Willy sudah mengamuk di sana.

Dan benar, begitu sampai di cafe yang berada di pinggir pantai itu Willy sudah memasang tampang galak. Willy memang bukan orang yang perfeksionis dan tepat waktu, tapi ketika harus menunggu selama hampir satu jam tentu dia emosi. Dan temannya itu ternyata datang dengan tertawa tanpa merasa berdosa, tangan Willy sudah mengepal kesal. Seandainya saling memukul dan menganiaya teman sendiri itu tidak terkena pasal mungkin Willy sudah melakukannya sejak lama.

"Sh*t ... !" Willy memaki ketika Rhys bergabung di meja.

"Ngamukan kayak anak perawan," ledek Rhys yang memang tidak merasa berdosa.

"Nunggu kamu sampe jamuran!" Willy kembali emosi.

"Jamur apaan? Jamur kancing, jamur kuping, apa jamur truffle? Buruan dipanen trus tuker duit," balas Rhys santai dan mengambil botol amer di meja.

"Jangan minum kau, malam minum ini minum lagi ... cepet mati mabok mulu." Wily kembali mengingatkan.

"Tumben amer?" tanya Rhys yang memperhatikan logo yang tertempel di botol itu.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang