Kursi roda itu diam seperti dirinya, wanita bernama Renata Terelle itu jelas sekali maunya. Kalau dia benar adalah adik dari Romeo, satu peluru pun bisa dengan mudah mencabut nyawanya seperti yang dilakukannya kepada Flo. Ya, Flo telah pergi. Tembakan itu fatal dan sepertinya membuatnya tewas seketika. Berbeda dengan yang bersarang di tubuhnya. Yang dialami oleh Rhys hanyalah syok dan hampir kehabisan darah. Dirinya ditemukan di saat-saat terakhir.
Entah penyelidikan akan jadi seperti apa, yang pasti itu akan menjadi jalan buntu lagi. Apalagi yang kini dipertahankannya, kekasihnya telah pergi mendahuluinya hanya sesaat setelah mereka bercengkerama mesra. Ini semua adalah salahnya, seandainya bisa menahan diri tentu Flo masih hidup dengan tenang dan mengelola restoran. Perpisahan kali ini tidak lagi sempat diucapkannya, juga sebuket lavender itu. Mungkin Rhys akan mengunjungi makamnya nanti, bila sudah pulih.
"Mau makan sekarang? Mbak ambilkan," suara Nabila memecah hening.
"Nanti saja," jawab Rhys pelan.
Di sinilah dia sekarang, setelah keluar dari rumah sakit Rhys tinggal di rumah kakak jadi-jadiannya. Nabila bersikeras membawanya pulang, setelah semua yang terjadi. Setelah Ivar, lalu Flo, Rhys kembali bertanya apakah Romeo benar mati atau masih hidup. Vlad tidak menjawab bagaimana pemakamannya. Dan Renata berkata akan menyampaikannya kepada kakaknya. Kalau Romeo tinggal belulang saja memangnya mau disampaikan kepada siapa, hantu?
***
"Mama akan melepas cervical collar-mu Ro," kata seorang wanita dengan gaun yang anggun.
"Thanks Ma," jawab Romeo yang sejak semua menghadap cermin.
"Cedera pada lehermu lumayan parah, bagaimana bisa kamu biarkan dia melukaimu seperti ini?" tanya wanita yang dipanggil mama itu.
"Hanya cedera kecil, akan pulih dengan segera," jawabnya.
"Kalian ini budak cinta," gumam wanita itu menggeleng.
Romeo tersenyum, setelah beberapa lama terpaksa memakai benda untuk menopang leher akhirnya bisa dilepas juga. Cedera itu, memang lumayan. Lengan Rhys yang tertumpu pada lehernya dengan beban seluruh tubuhnya itu menutup jalur napasnya hingga sekian lama. Romeo tahu, Rhys tidak akan berhenti kalau dia tidak pura-pura mati. Lelaki itu tetap saja polos. Romeo bukan orang yang dengan mudah menyerah, hanya dicekik begitu saja baginya mudah untuk membalas.
Tapi tidak, waktu itu dibiarkannya Rhys menikmati menang sesaat. Romeo ingin tahu sejauh apa naluri kekejamannya sekarang, dan berhasil. Kekasihnya itu sudah mulai seperti seorang psikopat dengan perlahan. Dia calon pendamping yang sempurna dalam kerajaan bisnis gelapnya. Tuxedo yang dikenakannya ini demikian pas memeluk tubuhnya, milik Rhys sudah dipersiapkan.
"Yang di Buenos Aires sudah mama siapkan," kata wanita itu.
"Bagus," gumamnya.
"Kekasihmu itu, manis sekali." Renata mencibir merangkul kakaknya.
"Jangan kamu lakukan lagi, atau kamu yang kutembak nantinya," balas Romeo.
"Harusnya kamu berterimakasih Ro, sudah kubunuh pacarnya." Renata tertawa kecil tanpa dosa bagai habis menepuk nyamuk.
"Dan kamu juga melukai Rhys," balas Romeo.
"Itu luka kecil, aku tahu anatomi. Anggap saja itu pembalasan karena membuat kakakku terluka," jawab Renata mengecup kakaknya yang meliriknya tidak suka.
Wanita paruh baya itu hanya bisa memandang sepasang buah hatinya itu, keluarga mereka memang sedikit unik. Membicarakan hal seperti ini adalah biasa. Dan tentang preferensi putranya ini dia sudah paham sejak lama, Romeo menyukai sesama pria. Itu hidupnya dan dirinya tidak akan ikut campur. Mereka sudah dewasa, biarkan saja memilih jalannya sendiri. Mereka sudah bisa memikirkan resikonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twist
ActionIn collaboration with alfreyISP. 〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️ Rhys Ivanders, seorang host bar yang sudah akrab dengan kehidupan malam. Menemani minum para perempuan dari berbagai usia dari kalangan menengah atas sudah jadi pekerjaan sehari-hari...