24. Surrender?

920 83 77
                                    

Kalimat demi kalimat dari Vlad itu didengarkannya dengan seksama, kekasihnya mengunjungi seorang dokter sesuai dengan yang dilaporkan oleh satu lagi orang suruhannya. Romeo menyisir rambutnya dengan telinga yang terus mendengarkan, hanya pemeriksaan biasa saja tidak ada yang perlu dikuatirkan. Mereka mempunyai dokter pribadi, tapi mungkin saja Rhys lebih nyaman dengan dokter wanita itu karena mereka telah mengenal sejak lama. Setidaknya itulah yang dirangkai oleh Vlad sementara dia hanya diam saja mendengarkan.

Vlad menyampaikan semuanya dengan hati-hati, salah sedikit saja dan majikannya ini terganggu maka pertumpahan darah bisa saja terjadi. Siapa manusia yang berada di rumah ini yang tidak paham, cinta itu menjadikan Romeo menjadi begitu posesif atas Rhys. Cintanya itu menggenggam erat dan terkadang membuat pria itu kesulitan bahkan untuk bernapas. Tapi siapa yang mampu memberitahu Romeo, kalau dia tidak suka bisa saja kepala akan terlepas dari badan. Sebaiknya tidak usah mencari masalah.

"Di mana dia sekarang?" tanya Romeo.

"Di kamarnya Tuan," jawab Vlad.

"Ada rencana dia mau kemana hari ini?" tanyanya.

"Tidak Tuan, hanya ke gym." Vlad menjawab seolah tahu pikiran Rhys.

"Pergilah, jangan meninggalkannya terlalu lama," perintah Romeo seakan Rhys adalah balita yang tidak bisa ditelantarkan sedikit lebih lama oleh babysitter-nya.

Vlad menurut dan berpamitan, hatinya sedikit lega begitu tahu Romeo tidak curiga sedikitpun. Rhys sempat bercerita kalau kakak jadi-jadiannya itu memergoki beberapa larik bekas lebam yang belum hilang di bagian belakang tubuhnya. Kecurigaan wanita itu membuat Rhys agak gelagapan dan memutuskan segera pergi saja, untuk jujur sangatlah tidak mungkin. Memang suami wanita itu adalah seorang polisi, bukan maksud mengecilkan profesinya, tapi lawannya kali ini memang sedikit berbahaya.

Romeo menghela napas dalam, penjara cinta yang dibuatnya untuk Rhys memang mencengkeram erat. Tapi harus bagaimana lagi, seandainya bisa memilih tentu tidak ada yang menginginkan orientasi yang tidak lazim seperti ini. Apalagi di mana dia berpijak sekarang, sebuah negara yang masih menganggap eljibiti-q itu seperti hal tabu. Penerimaan atas orang sepertinya tidak banyak, coba saja main tinder dan mencari orang dengan orientasi demikian, pasti hanya itu-itu saja. Circle itu ada meski tidak banyak, karena berusaha openly gay itu bukan hal yang mudah diterima.

Rhys mungkin takut dengan berbagai penyakit, tapi bukankah sex bebas pada kaum heteroseksual itu juga sama kalau berhubungan tanpa pengaman dan dengan tidak sehat. Romeo harus mengakui, sesekali memang dia tidak memakai pengaman ketika sedang bercinta dengan Rhys, sudah terlanjur sange mau ambil kondom keburu kabur, garap sajalah. Tapi kenapa pria itu tidak pernah bicara kepadanya, padahal Romeo bisa saja mendengarkan dan membuat mood Rhys lebih baik. Lain kali Romeo tidak akan melewatkan latex itu.

"Apa yang kau bawa kali ini?" tanya Romeo ketika Griff datang dan sedikit membungkuk hormat.

"Kabar baik juga kabar buruk Tuan," jawab Griff tenang.

"Bicaralah,"

***

Tubuh itu bersimbah peluh itu berada di atas sebuah bench dengan kepala sedikit menurun ke bawah, sit up berulang kali di atas ab bench dan perut itu terlihat kencang tanpa tertutup oleh lemak. Tubuh indah seperti itu bagaimana Romeo tidak jatuh cinta, Rhys memiliki fisik sempurna di matanya dan perpaduan sikap manis juga pemberontak itu semakin membuatnya tergila. Ada banyak pria yang seksi juga tampan, dan bisa saja Ro mendapatkan mereka. Tapi yang menarik hatinya hanyalah Rhys seorang, pantas saja para wanita mengejarnya, dirinya yang lelaki saja juga menginginkannya.

"Hai, nice abs," sapa Ro memegangi kaki Rhys sementara pria itu masih meneruskan sit up-nya.

"Fak," jawab Rhys singkat.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang