15. Lavender Blue, Dilly-dilly

990 104 62
                                    

Ruang makan ini begitu sunyi, suara pisau garpu yang beradu di piring juga sangat minimal. Orang psiko ini juga paham dengan table manner juga ternyata, tapi meski begitu dia tidak memprotes ketika Rhys mencomot potongan steak itu dengan tangannya. Orang itu hanya menoleh dan menatapnya sekali, tidak ada kalimat larangan, hanya ada senyuman.

Orang yang bernama Romeo Terelle itu, sepertinya memang mencintainya dengan dalam. Harusnya itu romantis, seandainya dia adalah wanita. Sayangnya dia pria, mau sebesar apa cinta itu Rhys tidak akan perduli. Lagi pula dia berada di sini hanya karena agar Romeo tidak menyentuh orang-orang yang dia sayangi lagi.

Rhys sudah kehilangan Willy, sudah berpamitan dengan Adam dan mengatakan kalau mereka sebaiknya tidak mencarinya demi kebaikan bersama. Romeo begitu ganas di balik senyum hangat yang sering terpasang bila bersama dengan Rhys. Selain kepadanya, Romeo hanya akan menampakkan wajah datar dan congkak, sudahlah biarkan saja sesuka dia. Daripada dia membunuh orang lagi.

"Ikut denganku nanti," kata Romeo setelah menghabiskan steak-nya.

"Ke mana? Ke kebun binatang?" tanya Rhys sarkas.

"Bukan, tapi kalau kamu mau kita akan ke kebun binatang nanti." Romeo menjawab.

"Gila," gumam Rhys sinis.

Romeo tidak lagi membalas percakapan Rhys, memang seperti itu mau diapakan lagi. Dia berada di sini saja rasanya sudah menyenangkan. Harusnya Rhys keluar saja dari club, dia tidak perlu melayani orang dan minum hingga limpanya meraung. Apa saja yang dia butuhkan Romeo akan berusaha memenuhinya, setidaknya sesuai dengan kemampuannya.

"Keluarlah dari Club," suruh Romeo dengan nada lembut.

"Itu pekerjaanku," jawab Rhys keras kepala.

"Yang kamu cari apa? Minta saja," tanya Romeo.

"Lepaskan aku, cari orang lain yang seperti dirimu." Rhys langsung menegaskan.

"Aku cuma mencintaimu," jawab Romeo.

"Masalahnya kamu laki-laki, otakmu ditaruh di mana?" tanya Rhys dengan kasar.

"Dan kamu juga laki-laki, menariknya di situ." Romeo menjawab.

Rhys sangat sadar kalau dia tampan, tapi menarik hati seorang pria tentu bukan targetnya. Dia menggunakan itu untuk menjerat pelanggan wanita dan menguras uang mereka sebanyak yang dia bisa. Kenapa di dunia harus ada makhluk laknad seperti ini, yang menyalahi kodrat dunia. Bahkan ayam jago pun mengetahui ketika ingin kawin dia mencari ayam betina. Kenapa manusia bisa menjadi bodoh seperti itu.

Romeo, memang sepertinya mencintainya dengan dalam. Tapi sikapnya sama sekali tidak bisa dimaafkan, menghilangkan nyawa seperti menebas rumput liar saja. Yang dikatakan oleh Arini sedikit membuat Rhys tercengang, sejenis makhluk apa Romeo itu. Kenapa sejenis pejabat negara tinggi seperti suami Arini saja tidak bisa berbuat banyak. Sebesar apa pengaruhnya masih belum teraba.

"Kita pergi setelah ini, kamu bersiaplah." Romeo berucap lagi.

"Kemana?" tanya Rhys tidak tertarik.

"Jalan-jalan," jawab Romeo singkat.

"Kita beli balon juga?" tanya Rhys sarkas.

"Kalau kamu mau," jawab Romeo tidak terpengaruh.

"Fak,"

🍸🍸🍸

Kedatangan mereka disambut oleh beberapa orang yang berpakaian casual, tapi sepertinya tempat itu diberi penjagaan yang ketat. Itu bukan restoran mewah yang ramai, seringkali Rhys melewati restoran ini dan tetap sepi senyap. Herannya restoran ini tidak juga bangkrut, entah apa yang terjadi Rhys tidak perduli. Seperti anak kucing dia hanya berjalan tanpa nafsu mengikuti Romeo.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang