12. Menace.

954 107 123
                                    

Sebotol Anejo Tequila yang terbuat dari Blue Weber Agave terbaik dengan isi yang hanya tinggal separuhnya saja teronggok begitu saja di atas meja. Wanita itu sepertinya lebih tertarik dengan Rhys yang mendongeng tentang kemungkinan munculnya pandemi yang bisa memusnahkan kehidupan di beberapa spot ketika permafrost arktik mencair.

Dongeng yang berdasar kejadian yang mungkin saja terjadi, dengan sedikit dibumbui dengan fiksi itu terdengar begitu menarik, apalagi di bagian terlepasnya karbondioksida yang akan membuat bumi semakin menghangat, melepaskan dan menghidupkan kembali virus dan bakteri purba yang selama ini tertidur hingga berabad tahun lamanya di bawah lapisan tanah beku. Dongeng yang tidak umum dibacakan di depan seorang wanita, tapi sepertinya wanita itu tidak perduli.

"Lain kali mungkin aku ke sini lagi Rhys, aku bakal minta dongeng yang lain, 1001 malam mungkin." Wanita itu menerima gelas yang terisi dengan Tequila yang baru saja disuguhkan oleh Rhys.

"Mungkin lain kali aku akan bacakan dongeng Abu Nawas di selipi dengan kalimat romantis milik Kahlil Gibran." Jawab Rhys.

"Perpaduan yang bagus," kata wanita itu.

"Tentu saja, minum lagi?" tanya Rhys dengan segera.

Pertanyaan Rhys tidak segera terjawab, wanita itu sedang memandang ke arah lain hingga beberapa menit lamanya. Rhys menoleh ke arah kemana wanita itu memalingkan pandangan, dasar wanita. Dia sedang memandang ke arah seorang pria yang sedang menghisap cerutu ditemani oleh seorang pria lainnya.

Rhys tidak menampik pria itu memang menarik, garis di wajahnya yang mengeras juga tatapan dingin itu memang dengan mudah menarik siapa saja, kecuali Rhys. Mau bagaimana lagi, Rhys tidak menyukai pria, dia lebih suka menikmati suara lembut wanita, bagian tubuh curvy dan hangat, bukan badan pria yang hanya berisi otot. Romeo sialan, kenapa pula dia di sini sekarang. Bukankah penolakannya waktu itu sudah jelas.

"Ada yang menarik? Sampe kamu cuekin aku." Rhys bertanya dengan memasang wajah kecewa, tentu saja hanya akting, sebenarnya Rhys tidak perduli.

"Maaf Rhys, ya aku liat seseorang," jawab wanita itu segera memalingkan wajahnya dan kembali memandang Rhys.

"Lebih menarik dari aku?" tanya Rhys agak merajuk, tentu saja hanya akting.

"Kamu tampan Rhys, tapi dia punya aura berbeda." Wanita itu menjawab dengan diselipi senyum.

"Hatiku terluka," gumam Rhys.

"Kenapa?" tanya wanita itu.

"Kamu memuji pria lain di hadapanku," jawab Rhys dengan nada penuh kecemburuan.

"Oh Rhys, aku minta maaf. Sama sekali gak ada niat begitu. Rhys, jangan marah." Wanita itu sedikit merasa tidak enak kepada Rhys.

Rhys tersenyum, tapi hanya tipis penuh misteri. Dia menerima permintaan maaf itu tapi sekaligus memberi tanda bahwa dia tidak sepenuhnya baik-baik saja. Tentu saja ini hanya akting, host tidak akan membiarkan kliennya memandang pria lain ketika bersamanya, tidak sama sekali. Wanita ini tadi memperhatikan Romeo dan memang agak menjengkelkan.

"Rhys, aku minta maaf, jangan marah. Katakan dengan apa aku harus menebusnya?" tanya wanita itu merasa bersalah.

"Minum lagi?" Rhys menyodorkan kembali gelas berisi Anejo Tequila itu.

Wanita itu menerima dengan sedikit perasaan lega, dia merasa sedikit bersalah kepada host yang selalu menemaninya ini. Memang pria yang di sana itu begitu menarik, dia sejak tadi mengarahkan pandangannya ke meja ini. Bagaimana wanita itu tidak merasa melayang diperhatikan sedemikian rupa. Wajah itu, tampan dengan garis wajah yang tegas. Bibirnya, sedikit memerah dengan sebuah cerutu.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang