Tinggal di sebuah tempat seperti istana mungkin impian hampir semua orang, tapi tidak dengan Rhys. Berada di sini seperti neraka, apalagi ada makhluk bernama Romeo di dalamnya. Rumah ini, yang amat sangat besar sekali seperti mubadzir, memang sehiperbola itu. Buat apa bila hanya dipakai untuk hilir mudik para anjingnya saja.
Kemana pun Rhys berjalan, sapaan dan anggukan hormat dia dapatkan dari semua orang. Dia seperti Cinderella man yang dibawa oleh seorang pangeran dari kegelapan. Malang sekali, tapi Rhys tidak bisa berbuat banyak. Harinya hanya diisi dengan berkeliling saja dan semua terasa membosankan, dan lagi keluar begitu saja dari rumah ini sangat sulit.
Rhys berjalan pelan, di hadapannya ada Romeo yang sedang menelpon seseorang. Entah dia membicarakan apa tapi telinga Rhys menangkap pembicaraan tentang pengiriman. Apa yang di kirim sudahlah itu bukan urusan Rhys, biarkan saja dia melakukan pekerjaannya. Di dekat Romeo ada Griffin yang berdiri tegap, dia tidak mengenakan jas seperti saat dia mengawal Romeo di luar.
Pisau juga pistol itu terlihat jelas tersarung di dekat dada juga pinggang. Tentu saja Griffin harus menyiapkan banyak senjata, dia melindungi seorang psiko yang suka membuat masalah, Rhys sangat percaya kalau Romeo pasti banyak memiliki musuh. Dia emosian seperti anak gadis meski terlihat tenang, mungkin waktu itu dia terlahir sangat prematur, sebelum pembagian akhlak dia sudah lahir duluan.
"Pagi, Rhys." Romeo menyapa.
"Pagi yang indah, kapan kamu mati?" tanya Rhys kasar.
Kalimat kasar itu sangat familiar, setiap saat Rhys melontarkannya tanpa rasa sungkan. Tidak mengapa karena Romeo juga menyukainya. Rhys begitu percaya diri juga tidak mudah dikendalikan, apalagi yang lebih menggairahkan dari itu. Kekasihnya yang tampan dan pemberontak, yang masih str8 hingga sekarang meski berulang kali Romeo mencoba menyentuhnya. Nanti saja, perlahan saja, terburu-buru itu tidak menyenangkan.
Romeo masih punya banyak waktu, pria itu sudah di sini dan dia tidak mempunyai banyak pilihan. Menyeretnya ke dalam dunianya memang sedikit membahayakan, apabila rivalnya tahu kalau Rhys adalah kelemahannya, akan selalu membuat dia selalu dalam bahaya. Tidak akan Romeo biarkan siapapun menyentuh dan melukainya, orang itu adalah miliknya seorang. Belahan jiwanya.
"Tidak sekarang, aku belum menikmatimu." Romeo menjawab dengan santai.
"Apa yang kau nikmati dari sesama pria? Idiot?" tanya Rhys.
"Mau tahu?" tanya Romeo mendekati Rhys yang semakin mundur dan mundur.
Tatapan Romeo yang lembut sekaligus dingin itu terlihat mengerikan, garis muka yang tegas menyiratkan kepribadian yang juga sama. Romeo memang tampan, tapi di mata Rhys, dia hanya sesama pria. Setampan apapun tidak akan memberi pengaruh, Rhys suka wanita yang manis juga manja, dengan tubuh curvy yang hangat dan lembut. Bukan kotak-kotak dan keras seperti perut Romeo.
"Kamu, semakin hari semakin memukau. Bagaimana aku bisa berpaling dari, wajah ini?" tanya Romeo lembut semakin mendekat.
"Kau, gila." Rhys berkata dan semakin mundur hingga menempel dinding.
"Aku tergila Rhys, denganmu. Sejak awal bertemu." Romeo tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Ro, mundur. Jangan sentuh aku!" seru Rhys setengah berteriak.
Bukannya pergi, Romeo hanya tersenyum dan pandangannya menyiratkan segenap cinta dan kasih. Tanpa Rhys sadari, entah kapan dia bergerak, tangan kiri Romeo sudah berada di leher Rhys. Awalnya Rhys ketakutan, dia menyangka Romeo tersinggung dan akan mencekiknya, hingga mati mungkin.
Ternyata tidak, memang tangan itu menggenggam leher Rhys, tapi hanya ujung ibu jari dan telunjuk saja yang sedikit memberi tekanan. Ini mengerikan sekaligus sensual, bila Rhys melakukannya kepada wanita pasti mereka akan turn on dan babak selanjutnya bisa berlanjut. Tapi saat ini Rhys yang berada dalam posisi tidak berdaya. Dengan tangan kekar yang terlihat mencekik lehernya, dengan dua jari yang menekan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twist
ActionIn collaboration with alfreyISP. 〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️ Rhys Ivanders, seorang host bar yang sudah akrab dengan kehidupan malam. Menemani minum para perempuan dari berbagai usia dari kalangan menengah atas sudah jadi pekerjaan sehari-hari...