10. Don't Drop The Soap

1.1K 112 129
                                    

"Jangan kenceng-kenceng woi belom kawin!" teriak Willy tapi suaranya hanya seperti terbang tersapu angin.

"Kenceng gimana sih?" tanya Rhys dengan tangan memegang stang.

"Heeee ini kenceng, kalo nabrak aku hajar kau." Willy kembali marah.

"Baru gigi satu Wil, kenceng bener ternyata." Rhys sedikit takjub dengan performa motor barunya.

"Gigi satu tapi udah hampir 100 km/jam, nambah gigi lagi trus nyungsep, kita yang jadi kagak punya gigi." Willy kembali mengomel seperti nenek-nenek.

Rhys hanya tertawa terbahak, mereka memang hampir tidak pernah melaju demikian kencang di atas dua roda. Mereka bukan penggemar balapan, tapi sesekali mengebut seperti ini tidak ada salahnya. Sebuah motor hadiah dari salah satu kliennya. Memang sedikit aneh ketika ada seorang klien pria yang memberikan hadiah mewah seperti ini. Tapi apa perduli.

Mungkin saja dia sudah terlalu repot membuang uang, sesekali menghamburkan untuk menyenangkan orang lain, anggap saja sedekah. Hyperbike ini sepertinya bisa melaju kencang dengan anteng, baru masuk gigi satu kecepatannya sudah demikian cepat. Tapi sepertinya motor ini hanya tangguh untuk track lurus, bila diajak ke jalan dengan kemacetan, akan sulit dipakai menyelip. Hayabusa ini besar dan panjang.

"Dahlah, sukuran motor barunya, traktirlah ... cuma muter-muter doang, makan angin ya kembunglah aku." Willy segera memalak.

"Ayam bakar depan," tawar Rhys.

"Ayam melulu, pelit kali kau jadi orang. Paket seafood mix apa lobster apa kepiting." Komentar Willy memilih.

"Minta traktir apa malak, sekalian kepiting alaska." Rhys menggumam kesal.

"Emang boleh?" tanya Willy yang langsung bersorak gembira.

"Enak aja, paling mahal lobster ajalah. Awas kau pesen yang mahal, ngirit ini modal kawin." Rhys menjawab pertanyaan Willy dengan galak.

"Kawin doang bukannya sering? Nikah tuh nikah," sembur Willy sambil berpegangan pada jaket Rhys erat.

"Ngomel ya ngomel, tapi gak usah pasang sabuk pengaman jugalah kau. Flo begini aku demen, kau yang ngerangkul aku geli." Rhys menyembur kesal.

Willy memukul helm Rhys dari belakang, bukannya mau mesra-mesraan, Willy juga lebih suka menempel dengan perempuan daripada lelaki. Tapi Rhys tadi membawa motor sudah seperti setan mau terbang, daripada Willy mabur mending kan pegangan apa yang ada. Yang paling deket pinggang Rhys, mau bagaimana lagi. Jijik sih sebenarnya.

"Mo nampol lagi takut kepala  kau gegar otak," gumam Willy begitu motor berhenti.

"Nampol aku lagi bayar sendiri-sendiri dah," balas Rhys memarkir motornya.

"Etapi kenapa parkir depan kopisop ku?" tanya Willy bingung.

"Traktiran besok ajalah, masih kenyang abis makan siang bareng Flo. Ngopi aja dulu." Rhys menjawab dengan tampang tanpa dosa.

"Definisi manusia pelit sepanjang sejarah, se-Indonesia raya, dari Sabang sampe karaoke." Willy dengan sewot meninggalkan Rhys yang hanya tertawa terbahak.

Memangnya Rhys peduli meski Willy mengatainya dengan kalimat seperti apapun. Telinganya sudah terbiasa dengan segala ucapan teman baiknya ini. Bukanya mereka ini bersahabat sudah bertahun lamanya. Sahabat sejati tidak akan menusuk dari belakang, tapi akan dengan terang-terangan mencibir dan mereka hanya akan saling tertawa terbahak, tidak ada sakit hati atau dendam.

"Espresso," pesen Rhys kepada Willy yang makin sewot.

"Bikin aja kau sendiri!" seru Willy.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang